Ahlusunah Waljamaah diyakini sebagai pemahaman yang benar yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para shahabatnya. Kemudian turun temurun diajarkan hingga sampai pada kita. Namun, belakangan ini, banyak dari kelompok atau perorangan mengaku pengikut Ahlusunah wal Jamaah, tetapi tidak mencerminkan sebagai Ahlusunah wal Jamaah yang telah diajarkan oleh Nabi. Oleh karena itu, perlu kiranya kita memahami bagaimana Ahlusunah wal Jamaah yang sebenarnya, sehingga bisa membedakan mana yang benar-benar Ahlusunah wal Jamaah dan mana yang bukan. Berikut adalah hasil wawancara singkat Mohammad Iklil, dari Buletin Tauiyah bersama K.H. Makruf Khozin, Direktur Aswaja Center PWNU Jawa Timur.
Apakah yang dimaksud dengan Ahlussunah wal jamaah?
Ahlusunah wal Jamaah adalah hakikat dari Islam itu sendiri, sesuai dengan apa yang dibawa oleh Nabi, serta diajarkan dan diamalkan oleh beliau bersama para shahabat Beliau. Namun, secara penamaan, kalimat Ahlusunah wal Jamaah baru pertama kita peroleh dari tafsiran ayat “Yauma tabyaddu wujȗh wa taswaddu wujȗh”. Dalam kitab Durrul Mantsȗr karangan Imam as-Suyuthi, Ibnu Abbas menafsirkan “Yauma tabyaddu wujȗh” dengan Ahlusunah wal Jamaah.
Mengapa secara penamaan harus terwakili oleh kata “Sunah” dan “Jamaah”?
Jika kita urut dari awal, kata ‘ahlu’ ini memiliki tiga makna; keluarga, penduduk dan pengikut. Sementara, menurut Ahlusunah wal Jamaah, kata ‘ahlu’ secara istilah berarti pengikut.
As-Sunah, dalam pengamalan lebih kepada ijtihad ulama yang bersumber dari al-Quran dan Hadis. Semua aliran ketika menisbatkan kepada al-Quran, itu tidak langsung kepada al-Qur’an, tetap penafsiran masing-masing ulama’. Jadi, terlalu mulia ketika langsung dinisbatkan kepada al-Qur’an padahal itu adalah penafsirannya. Hampir semua penamaan aliran tidak langsung menyebut nama al-Qur’an.
Al-Jamaah ditafsiri sebagai kelompok mayoritas atau as-Sawadal-a’dzam, persis saat Nabi bersabda tentang perpecahan umat yang diriwayatkan oleh at-Thabrani bahwa as-Sawȃdal-a’dzam adalah al-Jamaah. Sementara, dari dulu hingga sekarang, as-Sawȃdal-a’dzam tidak pernah lepas dari akidah Imam Asy’ari dan Maturidi, fikihnya menggunakan empat mazhab (Imam Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali), tasawufnya mengikuti Imam al-Junaid dan al-Ghazali. Ini semua adalah pendefinisian atau pengertian sekaligus realitas dari Ahlusunah wal Jamaah itu sendiri, yakni mereka dari kelompok mayoritas yang telah mengikuti sunah Nabi, amalan shahabat dan ijtihad para ulama.
Bagaimana Ciri-Ciri Ahlussunah Wal-Jamaah?
Hari ini, aliran mayoritas di dunia adalah Sunni dan Syiah. Namun, untuk ciri-ciri Ahlusunah wal Jamaah seperti yang disampaikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari dan ini juga hasil pertemuan para ulama Sunni se dunia di Chechnya tahun 2015 adalah secara akidah mengikuti Imam Asy’ari dan Maturidi, fikihnya menggunakan empat mazhab dan tasawufnya mengikuti imam al-Junaid dan al-Ghazali.
Pesan Kiai kepada masyarakat secara umum?
Ahlusunah wal Jamaah adalah tubuh yang utuh dari ajaran Islam. Aliran yang lain adalah sempalan yang memisah dari tubuh itu. Kita yang berada pada Islam yang utuh ini harus tetap mempertahankan akidah, fikih dan tasawuf ala Ahlusunah wal Jamaah. Karena, ketiga hal tersebut merupakan bentuk perwujudan dari Iman, Islam dan Ihsan yang menjadi pilar dasar dalam beragama.
Mohammad Iklil | Annajahsidogiri.id