Beriman kepada kitab-kitab Allah I merupakan bagian dari rukun iman. Hal ini juga termasuk hal-hal yang bersifat aksioma atau yang biasa kita kenal dengan istilah ma’lum min ad-din bi ad-dhorurah. Dari sini, sudah dapat kita ketahui bahwa mengingkari kitab Allah I dapat menimbulkan kekufuran. Na’udzubillah.
Dalam perjalanannya, Ahlusunah wal Jamaah –sebagai satu-satunya kelompok yang akan selamat (al-firqah an-najiyah)- selalu memegang teguh konsep keimanan kepada kitab Allah I. Lantas, bagaimanakah konsep keimanan Syiah terkait kitab-kitab Allah? Adakah sama dengan Ahlusunah wal Jamaah?
Berdasarkan data-data yang termaktub dalam literatur-literatur Syiah, dapat disimpulkan bahwa sekte ini juga mempercayai kitab-kitab Allah I. Hanya saja, mereka memiliki keyakinan-keyakinan yang tidak wajar dan berbeda dengan keyakinan yang selama ini kita anut. Mereka berkeyakinan bahwa ada kitab suci lain selain Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. Mereka mengklaim bahwa para imam menyimpan sejumlah kitab yang kesakralannya menyamai al-Quran. Lebih jauh lagi, mereka juga membuat propaganda bahwa Ahlusunah wal Jamaah tidak mau mengakui kitab-kitab itu.
Baca Juga: Membela Perayaan Hari Asyura
Selain itu, kata mereka, para imam wajib menghukumi kasus tertentu dengan kitabnya masing-masing. Artinya, al-Quran tidak lagi berlaku secara umum. Padahal, sebagaimana maklum, syariat Nabi Muhammad I adalah satu-satunya syariat Allah I yang berlaku dimuka bumi. Dengan kehadiran al-Quran, kitab-kitab yang lain tidak berlaku lagi.
Dalam hal pembukuan al-Quran, Syiah juga memiliki keyakinan yang tidak biasa. Mereka mengklaim bahwa al-Quran yang berada di tengah-tengah kita saat ini tidak mewakili seluruh isi al-Quran yang diturunkan kepada Rasulullah r. Mereka beranggapan bahwa hanya Sayidina Ali y yang menulis al-Quran secara sempurna.
Padahal, disamping keberadaan mushaf Ali ini tidak lebih dari sebuah fiktif, Sayidina Ali y dengan lega menerima mushaf hasil jerih payah Khalifah Utsman bin Affan y. Andai saja memang betul bahwa hanya Sayidina Ali yang mencatat al-Quran dengan sempurna, niscaya beliau akan dengan keras menolak mushaf Utsmani yang saat ini banyak beredar. Akan tetapi, kenyataan sejarah berkata lain. Sejak awal sampai menduduki kursi khalifah pun, Sayidina Ali tidak pernah berusaha untuk mengganti al-Quran yang ada dengan mushaf yang diklaim oleh Syiah sebagai satu-satunya mushaf yang benar.
Baca Juga: Kita Harus Tegas Anti Syiah, Wahabi Dan Liberal
Selain mushaf Ali, mereka juga mengklaim memiliki Mushaf yang diturunkan kepada Sayidah Fatimah. Konon mushaf ini diberikan kepada Sayidah Fatimah sebagai penghibur tatkala ditinggal wafat Rasulullah r. Didalamnya terdapat informasi hal-hal yang akan terjadi sampai hari kiamat. Jika benar demikian, bukankah terbunuhnya Sayidina Ali, suami Sayidah Fatimah, termasuk peristiwa-peristiwa yang akan terjadi? Bagaimana mungkin putri Rasulullah r itu terhibur sedang ia mengetahui kelak suaminya akan terbunuh? Dari sini, tampak bahwa Syiah tidak mempertimbangkan kontradiksi dari pernyataan palsu mereka.
Dari sini, yang perlu dijadikan catatan akhir dari pemaparan singkat ini adalah bahwa ‘kitab-kitab’ samawi Syiah, semisal mushaf Ali atau mushaf Fatimah, tidak pernah muncul ke permukaan, karena semua kitab-kitab itu hanya sebuah fiktif belaka. Untuk itu, mereka selalu membungkus pendapat mereka dengan ending yang sama: bahwa kitab-kitab itu kini berada di genggaman al-Mahdi yang tengah bersembunyi. Adakah argumentasi lain dari Syiah selain dalih kegaiban al-Mahdi?
Khatib al-Umam/Annajah.co