Acapkali kita temukan dalam ruang lingkup berbagai sumber Hadis, Rasulullah secara tegas menyatakan bahwa sahabat Nabi adalah generasi terbaik yang akan menjadi penerus estafet keteladanan bagi seluruh umat. Mayoritas ulama Salafunas-salih sepakat bahwa penyebutan istilah ‘sahabat’ yang termaktub dalam berbagai riwayat lebih diarahkan kepada seseorang yang pernah bertemu langsung dan beriman kepada Nabi ﷺ serta diwafatakan dalam keadaan muslim, meskipun dalam jangka waktu yang tidak lama.
Kedekatan dan pengetahuan para Sahabat perihal segala yang berkaitan dengan Nabi ﷺ, baik berupa pola pikir maupun tindakan, menjadikan peran sahabat begitu urgen dalam peradaban Islam. Oleh karenanya kita juga harus mencintai para sahabat Nabi dengan sepenuh hati.
Setidaknya, ada beberapa faktor yang mendasari hal tersebut. Pertama, para sahabat memiliki kedudukan yang istimewa di sisi Allah. Sahabat Nabi termasuk orang-orang pilihan; memiliki hati yang bersih dan jernih, sebagaimana kutipan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Mas’ud:
…نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ
“… Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.”
Kedua, dalam banyak kesempatan, Nabi ﷺ sendiri selalu memuji para sahabatnya serta melarang seluruh umatnya untuk menghina, apalagi sampai menghardik mereka. Hal ini sebagaimana pernyataan Nabi ﷺ dalam sabdanya:
لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي لَا تَسُبُّوْا أصْحَابِي فَوَ الّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أنَّ أحَدَكُمْ أنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أدْرَكَ مُدَّ أحَدِهِمْ وَلَا تَصِيْفَهُ
“Janganlah kalian mencaci para sahabatku, janganlah kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala sedekah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (sedekah) mereka.”
Baca Juga: Menyoal Ilmu Hikmah Ala Samsudin Jadab
Ketiga, seluruh sahabat Nabi memiliki integritas kepribadian yang tinggi dalam menyebarkan syariat Islam. Sebagaimana maklum, Sahabat merupakan seseorang yang menjadi saksi mata sekaligus pelaku perjuangan Islam. Kesuksesan dakwah Nabi ﷺ tidak bisa dilepaskan dari dukungan dan keteguhan hati para sahabat di sekitarnya. Bahkan Nabi ﷺ sampai menggambarkan:
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ
“Sahabat-sahabatku itu seperti bintang di langit, pada para sahabat manapun kalian ikuti, maka kalian akan mendapatkan petunjuk.”
Dari penggalan hadis tersebut, kiranya tidak terlalu berlebihan jika Nabi ﷺ sampai mengumpamakan para sahabat layaknya bintang yang senantiasa menyinari kegelapan. Sebab pada dasarnya, tanpa peran serta sokongan dari para sahabat, mungkin seluruh umat manusia masih berada di dalam kegelapan.
lnilah beberapa alasan yang melandasi keharusan kita sebagai seorang muslim untuk mencintai seluruh sahabat Nabi ﷺ dengan kecintaan dan penghormatan yang diberikan secara berimbang (jauh dari fanatisme buta), sebab berkat pengorbanan sahabat -baik raga, harta, bahkan nyawa untuk kejayaan Islam-, sejatinya mereka sudah menjadi wasilah kita -di masa sekarang- untuk senantiasa mengikuti jejak langkah Nabi ﷺ sebagai sang tedan.
Fajrul Falah | Annajahsidogiri.id