Liberal dikenal sebagai golongan yang seringkali berusaha mendekonstruksi ajaran-ajaran dalam agama Islam. Hukum-hukum yang bersifat qath’i, oleh mereka berusaha untuk dihapus dan ditata ulang. Dalam hal ini adalah syariat perang. Mereka berusaha membentur-benturkan syariat perang dengan Islam sebagai Rahmatan lil Alamin. Lantas apakah syariat perang dalam Islam memang bertentangan dengan nilai-nilai Rahmatan lil Alamin? Berikut penjelasan Habib Ubaidillah bin Idrus al-Habsyi kepada M. Akmal Bilhaq, Redaksi Buletin Tauiyah beberapa waktu lalu.
Apa maksud dari Rahmatan lil Alamin?
Pertama-tama kita sebagai umat Islam harus yakin bahwa tujuan Nabi Muhammad ﷺ diutus adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam (selainnya Allah ﷻ). Baik alam binatang, alam dunia, alam jin, dan alam akhirat. Bahkan, kalau kita membaca kitab Sirah al-Hallabiyah, disebutkan bahwa Allah ﷻ menciptakan hati Nabi Muhammad ﷺ dari rahmat. Sehingga, setiap apapun yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ adalah bentuk dari Rahmatan lil Alamin.
Lantas apakah syariat perang bertentangan dengan nilai Rahmatan lil Alamin?
Bukankah kita tahu bahwa Romawi, dan Persia juga melakukan perang? Lantas kenapa tidak ada tuduhan kepada mereka? Padahal peperangan mereka jelas untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka. Sedangkan latar belakang peperangan yang dilakukan Nabi ﷺ di antaranya adalah penghinaan kepada agama Islam, sahabat Nabi ﷺ dibunuh, juga pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam. Setiap mau memulai peperangan, Rasulullah ﷺ juga selalu berpesan untuk tidak membunuh orang tua, wanita, anak-anak, jangan rusak rumah ibadah, jangan menumbangkan pohon-pohon, juga jangan membunuh binatang. Ini tidak lain adalah wujud dari Rahmatan lil Alamin dalam nilai-nilai peperangan. Sementara bagaimana dengan peperangan yang dilakukan oleh orang-orang di luar Islam? Mereka membunuh orang tua, anak-anak, bahkan sampai melecehkan wanita.
Apa hikmah di balik syariat perang dalam Islam?
Rasulullah ﷺ ingin mengislamkan orang-orang kafir. Sehingga ketika mereka tidak mau, maka mereka dipaksa dengan diperangi. Seperti pada saat penaklukkan Mekkah. Orang kafir berbondong-bondong untuk masuk Islam. Juga di antara hikmahnya adalah sebagai konsekuensi kepada setiap golongan yang telah merusak perjanjian damai bersama Nabi ﷺ. Sehingga membuat mereka tidak sembarangan kepada agama Islam. Tanpa ada syariat perang, Islam akan direndahkan. Seperti pembantaian yang dialami saudara-saudara muslim kita, baik di Myanmar, maupun India.
Pesan Anda?
Sebagaimana pesan Allah ﷻ “Masuklah Islam secara keseluruhan”. (QS. al-Baqarah [02]: 208) Kita harus yakin bahwa al-Quran adalah kalam Allah ﷻ yang sangat benar, dan aktual sampai kapanpun. Allah ﷻ juga berfirman
“Kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah berhenti untuk mempengaruhimu sampai kamu mengikuti agama mereka” (QS. al-Baqarah [02]: 120)
Mereka pandai mengolah kata, mempengaruhi umat Islam agar umat Islam tidak percaya kepada agama dan Nabinya sendiri. Maka, kita harus yakin bahwa tidak ada manusia yang sebaik Nabi Muhammad ﷺ, manusia paling mulia, dan pecinta damai. Buktinya Nabi ﷺ cuman 19 kali ikut perang, dan mengutus shahabat berperang sebanyak 27 kali. Jadi tidak semua dakwah Nabi ﷺ dilalui dengan cara peperangan, sebagaimana yang diasumsikan oleh kaum liberal. Oleh karenanya, kita sebagai umat Islam harus mengetahui siapa Nabi kita. Kalau kita mengenal Nabi Muhammad ﷺ, maka tidak ada yang kita cintai selain beliau. Bahkan, cinta itu bisa melebihi cinta kita kepada diri kita, keluarga, dan anak-anak kita sendiri.
M. Akmal Bilhaq | Annajahsidogiri.id