“Terkadang Allah membuka peluang taat untukmu, tapi belum tentu ia terima. Dan terkadang Allah mentakdirkanmu berbuat dosa, tapi, justru itu menjadi sebab engkau wushul padanya.”
( Ibnu Athaillah as-Sakandari)
Konon, suatu hari shahabat Anas bin Malik melintasi satu daerah. Entah, tidak jelas dalam perjalanan dari mana, yang jelas kisah ini dikutip Syekh an-Nafazi dalam Syarh al-Hikam-nya. Dalam perjalanan itu, beliau bertemu satu rombongan. Empat orang mengusung keranda, dan satu wanita mengiringi di belakangnya. “Aneh,” kata shahabat Anas. Apa gerangan sehingga jenazah itu seolah tidak diperhatikan. Karena penasaran, beliau ikuti rombongan itu dari belakang.
Sesampainya di pemakaman, seusai jenazah dikebumikan, tiba-tiba wanita yang tadi tertawa kegirangan. Tawanya membuat semua orang heran, termasuk shahabat Anas dan shahabat lain waktu itu.
Didorong rasa penasaran, shahabat Anas mendatangi wanita tadi. Beliau bertanya, “Wahai Bibi, ada apa gerangan sehingga bibi tertawa seperti itu?” perempuan itu hanya diam menanggapi pertanyaan shahabat Anas. Kemudian sambil tersenyum ia menjawab, “Nak,” katanya lembut. “Kau tahu? yang mati ini anakku. Ia masih muda, tampan sepertimu.” raut muka wanita itu mulai berubah, suasana tiba-tiba berubah menjadi haru. “Sewaktu hidup, dia sangat nakal.” tangisnya mulai pecah. shahabat Anas yang mendengarnya mulai berkaca-kaca. “Sebelum pergi, dia berwasiat padaku: “Bunda, jika anakmu yang penuh dosa ini mati, aku mohon, bunda rahasiakan kematianku. Jangan sampai ada tetangga yang tahu. Aku khawatir, mereka justru risih karena harus mengurus jenazahku. Sudah, cukup Bunda seorang saja yang tahu. Dan cincinku ini, tolong Bunda tuliskan “La ilaha ill Allah Muhammad Rasulullah” siapa tahu, berkatnya, Tuhan akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosaku. dan Rasulullah berkenan, paling tidak meneduhiku dengan jubahnya kelak di neraka Jahanam. Tolong Bunda taruh di kain kafanku. Lalu, sebelum aku dimasukkan ke liang lahad, Bunda injak pipi anakmu yang hina ini, yang keras Bunda, ya! Bunda angkat tangan bunda, lalu katakan “Ya Allah, inilah balasan baginya yang durhaka padamu.” lalu, kalau jasadku sudah sempurna tertimbun tanah, Bunda angkat lagi tangan Bunda. Bunda katakan yang keras “Ya Allah, pada detik ini, aku ridha pada anakku yang malang ini, kuharap engkau juga berkenan meridhainya.” ini wasiatku Bunda, tolong Bunda penuhi”.
Tak lama kemudian ia meninggal. Telah aku penuhi semua wasiatnya. setelah aku berdoa, tiba-tiba terdengar suaranya menggema, fasih sekali, “Bunda” panggilnya dengan nada penuh gembira. “Sekarang tugasmu sudah selesai. Anakmu sudah menghadap pada Tuhan yang Maha Pengasih. Dia sama sekali tidak marah padaku, apalagi memperhitungkan dosa-dosaku. Jadi, silahkan Bunda kembali, tugasmu sudah selesai. terimakasih Bunda.” mendengarnya aku tertawa seperti tadi.” kata wanita itu menutup ceritanya.
Dari cerita ini, benar sekali Ibnu Athaillah menggubah kalam hikmah diatas: “Terkadang Allah membuka peluang taat untukmu, tapi belum tentu ia terima. Dan terkadang Allah mentakdirkanmu berbuat dosa, tapi, justru itu sebab engkau wushul padanya.”
Sekarang, jika ada yang bertanya: Dosa seperti apakah yang bisa menarik pelakunya menuju surga? maka, Rasulullah bersabda: “Ialah dosa yang bisa meneteskan airmata penyesalan, mampu mengetuk pintu hati pelakunya untuk sadar dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya.”
Semoga dengan tulisan ini, kita tidak lantas merasa aman dengan dosa kita, merasa tidak bersalah, bahkan, malah mengira akan masuk surga dengan dosa itu. Tunggu dulu, baca lagi kisah di atas, jika kita sudah menjadi seperti pemuda putra wanita mulia itu, silahkan berbangga. Allahumma ijalna minan najihin fid-Darain. Amin.
/Annajahsidogiri.id