Melanjutkan pembahasan sebelumnya, lebih lanjut, Al-Barzanji meyatakan bahwa hadits- hadits yang menjelaskan bahwa Abu Thalib memperoleh syafaat Nabi, hadist tersebut menunjukkan keimanan Abu Thalib. Sebab, syafaat hanya bisa diperoleh orang mukmin saja. Selain itu, Al-Barzanji juga menegaskan bahwa hadits yang menyebutkan bahwa Abu Thalib mendapat siksa neraka paling ringan. Hal demikian bukan karena kesyirikan Abu Thalib, melainkan sebatas dosa maksiat. Sebab, jika statusnya syirik, ia tidak mungkin mendapat siksa paling ringan karena levelnya akan membawahi siksa seorang mukmin yang bermaksiat. Padahal secara teori, seharusnya siksa orang kafir lebih berat dibanding seorang mukmin ahli maksiat.[1]
Terlepas dari perbedaan pandangan ulama perihal keimanan Abu Thalib, yang jelas disepakati ulama adalah bahwa Abu Thalib termasuk orang yang menerima syafaat Rasulullah SAW sebagaimana dipahami secara harfiah dari hadits riwayat Muslim di atas. Syekh Al-Baijuri mengatakan, syafaat Rasulullah SAW ini dimaksudkan antara lain untuk pamannya, Abu Thalib :
ومنها شفاعته في تخفيف العذاب عن بعض الكافرين كعمه أبي طالب على القول بأن الله لم يحيه فآمن به صلى الله عليه وسلم وهو المشهور والذي يحب أهل البيت يقول بأن الله أحياه وآمن به صلى الله عليه وسلم والله قادر على كل شيء
Artinya, “Di antaranya adalah syafaat Rasulullah SAW dalam meringankan siksa dari sejumlah orang kafir seperti pamannya, Abu Thalib, yang menurut satu pendapat ulama, Allah tidak menghidupkannya kembali agar ia beriman. Ini pendapat masyhur. Sementara para pecinta ahlul bait berpendapat Allah menghidupkan kembali Abu Thalib, lalu ia beriman kepada Rasulullah. Allah kuasa atas segala sesuatu,”[2]
Dalam surat Ali Imran ayat 88 memang dijelaskan bahwa siksa orang kafir tidak akan diringankan. Namun, ayat ini tidak menafikan syafa’at RasulullahSAWterhadap Abu Thalib yang menurut sebagian pendapat wafat dalam keadaan tidak beriman, sebagaimana penjelasan Syekh Ibrahim Al-Baijuri sebagai berikut ini:
ولا ينافي شفاعته صلى الله عليه وسلم في تخفيف العذاب عن بعض الكافرين قوله تعالى ولا يُخَفَّفُ لأن المنفي انما هو تخفيف عذاب الكفر فلا ينافي أنه يخفف عنهم عذاب غير الكفر على أحد الأجوبة في ذلك
Artinya, “Firman Allah pada Surat Ali Imran ayat 88, ‘Tidak diringankan siksa mereka’ tidak menafikan syafaat Rasulullah SAW dalam meringankan siksa sejumlah orang kafir karena yang dinafikan ayat itu adalah siksa kekufuran sehingga ayat ini tidak menafikan peringanan siksa atas dosa selain kekufuran, dalam salah satu jawaban perihal ini,”[3]
Seyogyanya bagi kita sebagai sorang muslim yang cinta Nabi dan keluarganya, lebih baik menyakini bahwa Abu Thalib wafat dalam keadaan beriman sebagaimana pendapat as-Subki di atas, karena bagaimanapun Abu Thalib merupakan salah satu paman Nabi yang sangat Nabi cintai dan belau juga rela mati-matian demi membela perjuangan keponakannya tercinta, Nabi Muhammad SAW. Wallahu a’lam.
[1] . Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan, Asnal Mathâlib fî Najâti Abî Thâlib, hal. 69-90)
[2] Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Matnil Burdah, hal 23
[3] Ibid, hal 23
M. Sholahuddin al-Ayyubi | annajahsidogiri.id