Kata jaringan Islam liberal (JIL) pasti tidak asing lagi di telinga kita.sebenarnya istilah Islam liberal itu tidak bisa dibenarkan. Karena Islam dan liberal merupakan sesuatu yang bertentangan. Paham liberalisme semuanya bersumber pada “Kebebasan”. Seperti yang telah didefinisikan oleh ulama :
كَانَتْ الصُّعُوبَةُ فِي وَضْعِ تَعْرِيفٍ مَنْطِقِيٍّ جَامِعٍ مَانِعٍ يُحَدِّدُ مَدْلُولَهَا بِدِقَّةٍ وَلَكِنْ لِلِّيبْرَالِيَّةِ جَوْهَرٌ أَسَاسِيٌّ يَتَّفِقُ عَلَيْهِ جَمِيعُ اَللِّيبْرَالِيِّينَ فِي كَافَّةِ اَلْعُصُورِ مَعَ اِخْتِلَافِ تَوَجُّهَاتِهِمْ وَكَيْفِيَّةِ تَطْبِيقِهَا كَوَسِيلَةٍ مِنْ وَسَائِلِ اَلْإِصْلَاحِ وَالْإِنْتَاجِ هَذَا الْجَوْهَرُ هُوَ ” أَنَّ اللِّيبْرَالِيَّةَ تَعْتَبِرُ الْحُرِّيَّةَ الْمَبْدَأَ وَالْمُنْتَهَى , الْبَاعِثَ وَالْهَدَفُ , الْأَصْلَ وَالنَّتِيجَةَ فِي حَيَاةِ الْإِنْسَانِ , وَهِيَ الْمَنْظُومَةُ الْفِكْرِيَّةُ الْوَحِيدَةُ الَّتِي لَا تَطْمَعْ فِي شَيْءٍ سِوَى وَصْفِ النَّشَاطِ الْبَشَرِيِّ الْحُرِّ وَشَرْحِ أَوْجُهِهِ وَالتَّعْلِيقِ عَلَيْهِ
( عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ صَمَايِيلَ السُّلَمِيُّ، اللِّيبْرَالِيَّةُ نَشْأَتُهَا وَمَجَالَاتُهَا(ج1\ص
Ada kesulitan dalam mendefinisikan liberalisme secara logis dan komprehensif
Akan tetapi semua gerakan liberalisme memiliki satu esensi fundamental yang menjadi kesepakan mereka dalam setiap waktu
Esensi fundamental tersebut adalah kebebasan. Liberalisme menjadikan kebebasan sebagai prinsip, target, motifasi, tujuan, pokok dan natijah (kesimpulan) dalam kehidupan manusia.
Secara garis besar paham liberalisme mengusung kebebasan yang merupakan kampanye orientalis. Golongan liberalis ini menjadikan kebebasan sebagai prinsip, target, motivasi, tujuan, pokok dan konklusi dalam kehidupan manusia. Karena pemahaman tersebut, mereka berani mengkritik al-Quran. Mereka menyatakan, al-Quran yang ada saat ini masih perlu direvisi.
Dengan artian, mereka meragukan kebenaran al-Quran, khususnya dalam segi penulisannya (Rasm Utsmani). Berikut adalah salah satu cuplikan ocehan tokoh liberal yang meragukan kemurnian al-Qur’an :
Salah satu aktivis liberal, Taufik Adnan Kamal dalam bukunya “Rekontruksi Sejarah al-Quran” menyatakan bahwa ada sebagian wahyu yang tidak tertulis dalam Mushaf Utsmani.[1] Taufik berusaha meyakinkan, bahwa al-Quran saat ini masih bermasalah, tidak kritis, sehingga perlu diedit lagi. Penulis buku ini mencoba meyakinkan bahwa mushaf Utsmani masih bermasalah, dan tidak layak disucikan. Sayangnya, buku ini diberi kata pengantar oleh Prof. Dr. Quraish Shihab, tanpa memberikan kritik yang berarti. Dalam pengantarnya, Quraish menulis, “Kasarnya, ada sejarah yang hilang untuk menjelaskan beberapa ayat atau susunan ayat al-Quran dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas” Hal senada pun digemborkan oleh aktivis Islam liberal, Dr. Luthfi Assyaukanie. Ia juga berusaha membongkar konsep dasar Islam tentang al-Quran:
“Sebagian besar kaum Muslim meyakini bahwa al-Quran dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma’nan). Kaum Muslim juga meyakini bahwa al-Quran yang mereka lihat dan baca hari ini adalah persis sama seperti yang ada pada masa Nabi lebih dari seribu empat ratus tahun silam. Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khayal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formalisasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan al-Quran sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit), dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik (tipu daya), dan rekayasa.” Disini, penulis secara jelas menyatakan bahwa Mushaf Utsmani tidak autentik. Dengan artian, si penulis meragukan al-Quran. Padahal, ulama sepakat menyatakan bahwa al-Quran yang sampai pada kita saat ini sama dengan al-Qur’an yang ada di zaman Nabi. Dan orang yang mengingkari hal tersebut dihukumi keluar dari Islam.
Ada juga tokoh liberal dari golongan non Islam seperti Alphonse Mingana, dalam bukunya ”Syriac Influence on the Style of the Kur’an” juga menyatakan bahwa “Sudah tiba masanya untuk melakukan kritik teks (yakni penganalisaan teks) terhadap al-Quran sebagaimana telah kita lakukan terhadap al-Kitab (Bible) Yahudi yang berbahasa Ibrani-Aramaik dan Kitab Suci Injil Kristian yang berbahasa Yunani”
Menanggapi hal ini, al-Imam al-Hafizh Abu Amr ad-Dani dalam kitabnya al-Risalah al-Wafiyah menyatakan, “Orang yang menolak atau mengingkari satu huruf dalam al-Quran adalah kafir. Dan yang dimaksud al-Quran di sini adalah apa yang tertulis dalam mushaf utsmani yang disepakati ulama dan umat. Barangsiapa yang meyakini adanya perubahan, penambahan, atau pun pengurangan dalam al-Quran, ia adalah orang yang sesat, menyesatkan, dan kafir yang bermaksud untuk merusak ajaran Islam.” (Al-Risalah al-Wafiyah, Hlm. 105)
Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa apa yang menjadi keyakinan kalangan liberal tentang al-Quran tidak dapat dibenarkan. Karena beberapa poin yang telah dijelaskan di atas. Ditambah lagi, al-Qur’an telah mendapat jaminan penjagaan dari Allah. Sebagaimana dalam firmannya, “Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur’an dan Kami pula yang akan menjaganya.” (QS. Al-Hijr (15) : 09)
Ahmad Rizqi Imawan | Annajahsidogiri.ID