Tasybih dan tajsim merupakan ideologi dasar sekte Salafi-Wahabi yang bermuara pada salah satu dari trilogi mereka yang bernama Asma’ Was Sifat, dan dari ideologi inilah seolah-olah mereka menyamakan Allah ﷻ dengan makhluk-Nya. Tapi pada akhirnya mereka mengembel-embeli Bila Kaifin dan Bila Tasybihin guna menutup-nutupi kesesatannya.
Perlu diketahui, bahwa ahli kitab; orang Yunani dan orang Yahudi terdahulu juga terhegemoni pemikiran tajsim, sampai-sampai mereka menggambarkan Allahﷻ sebagaimana manusia pada umumnya, bisa duduk bisa berdiri, bisa datang bisa pergi, mempunyai wajah mempunyai tangan, berkeluarga dan berketurunan. Hingga pada akhirnya ideologi semacam inipun sedikit demi sedikit menjalar pada umat Nabi Muhammad ﷺ.
Baca juga: Rasul dan Nabi Yang Wajib Diketahui
Mungkin sudah hal yang maklum jika ahli kitab yang baru masuk Islam di zaman para sahabat menceritakan pemikiran dan ideologinya pada para shahabat lainnya, seperti yang di katakan Imam ad-Dzahabi misalnya; Bahwa sahabat Ka’ab ketika berkumpul dengan para sahabat yang lain, sering mengungkapkan riwayat-riwayat israiliyat.[1]
Pun juga yang di katakan Dr. Ridhaullah al-Mabari Kafuri misalnya; Bahwa munculnya riwayat-riwayat israiliyyat pada umat Nabi Muhammad ﷺ bermula dari zaman para sahabat. Hal itu dikarenakan Taurat dan Injil itu sama dengan al-Quran dalam beberapa permasalahan dan dalam mengutarakan sejarah dalam beberapa kejadian, toh meskipun perbedaan al-Quran dengan keduanya sangat besar, terutama dalam masalah kosa kata al- Quran yang Ijaz(melemahkan argumen musuh), beda halnya dengan kosa kata Taurat dan Injil yang Itnab dan Tafsil (rinci), dan dikarenakan keduanya banyak yang telah diubah isinya.[2]
Kalau kita amati, ternyata Ibnu Taimiyah yang merupakan imam besar Salafi Wahabi, beliau sering menukil pemikiran akidah dari kitab Injil yang telah didistorsi, terutama dalam permasalah tasybih dan tajsim. Sebagaimana yang di katakan beliau dalam fatawi;
وفي الإنجيل أن المسيح عليه السلام قال: لا تحلفوا بالسماء فإنها كرسي الله. وقال للحواريين : إن أنتم غفرتم للناس فإن أباكم الذي في السماء يغفر لكم كلكم, انظروا إلى طير السماء , فإنهن لا يزرعن ولا يحصدن ولا يجمعن في الهواء, و أبوكم الذي في السماء هو الذي يرزقهم.
“Sesungguhnya Nabi Isa Alaihis Salam berkata; dalam kitab injil: Jangan bersumpah demi langit, karena langit adalah singgasana Allah. Dan Dia berkata kepada murid-murid-Nya: Jika kamu mengampuni orang, Bapamu yang di langit akan mengampuni kamu semua. Lihatlah burung-burung di udara; mereka tidak menabur, tidak menuai, dan tidak mengumpulkan di udara. Bapamu yang di langitlah yang menyediakan rezeki pada mereka.”[3]
Baca juga :Fitnah Wahabi Pada Imam Syafi’i Perihal Tasawuf
Dari pemaparan beliau ini, setidaknya ada dua problem yang harus kita ketahui, pertama; Kitab Injil yang beliau tukil menyatakan bahwa yang berkata di sana adalah Nabi Isa AS, padahal Kitab Injil dan kitab-kitab lainnya itu kalamullah sebagaimana al-Quran, yang bukan kalam para nabi dan rasul, seperti yang Allahﷻ firmankan;
نَزَّلَ عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنزَلَ ٱلتَّوْرَىٰةَ وَٱلْإِنجِيل
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.” (QS. Ali Imran [3]: 3)
Yang kedua; ada konteks yang sangat bertentangan dengan al-Quran, yaitu menisbatkan sifat bapak dan anak di antara manusia dan Allahﷻ, dan pemaparan semacam ini adalah kesalahan yang sangat fatal, sebab telah Allahﷻ berfirman;
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَىٰ نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ ۚ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ ۖ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ ۚ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (QS. Al-Maidah [5]: 18)
Jadi sampai sini sudah jelas kiranya, bahwa kitab injil yang beliau tukil, kemungkinanan besar telah dirubah, sebab esensinya sangat bertentangan dengan al-Quran. Dan kemungkinan besar pula dari sinilah pemikiran-pemikiran tajsim menyebar luas, hingga pada akhirnya bisa menjadi ideologi dasar sekte Salafi Wahabi.
Muhammad Hafidz | annajahsidogiri.id
[1] Ad-Dzahabi, Siaru A’lam an-Nubala’, juz. 3, hlm. 489
[2] Dr. Ridhaullah al-Mabari Kafuri, Muqaddimah Tahqiq li Kitab al-Uzma, juz. 1, hlm. 14
[3] Ibnu Taimiyah, Fatawa Ibnu Taimiyah, juz. 5, hlm. 406