Sifat jaiz Allah yang wajib diimani orang mukalaf ialah Allah bebas melakukan segala hal perkara mungkin. Tidak ada yang menuntut Allah. Sifat jaiz tersebut sebagaimana yang telah disinggung dalam nazam ‘Aqîdatul-‘Awâm, Syekh al-Marzuqi mengatakan:
وَجَائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ * تَـرْكٌ لـِكُلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ
“Jaiz dengan rahmat Allah dan keadilan-Nya, meninggalkan segala perkara mungkin, layaknya mengerjakannya.”
Termasuk perkara mungkin ialah memasukkan seseorang ke dalam surga. Allah sama-sekali tidak wajib memasukkan orang taat ke surga, dan memasukkan orang bermaksiat ke neraka. Begitu pun sebaliknya. Dengan kata lain, semua itu jaiz bagi Allah.
Mustahil Masuk Surga dengan Ucapan, Benarkah?
Buya Syakur dalam ceramahnya di Mabes Polri yang sempat viral, pada menit sekian beliau mengatakan:
“Dalam perjalanan peradaban umat Islam ini bergeser menjadi ucapan lâ ilâha illal-Lâh menjadi kunci untuk masuk surga. Memang Nabi menjamin, barang siapa yang mendukung persatuan dijamin masuk sorga, mendukung persatuan. Sekarang menjadi barang siapa akhir ucapannya sebelum meninggal mengucapkan lâ ilâha illal-Lâh masuk surga menjadi tidak masuk akal. Masak masuk sorga dengan ucapan? Memangnya film Berbie? Memangnya film Aladin?
Jadi, yang dijamin masuk surga yang mendukung Nabi dalam rangka membangun persatuan. Sampai di dalam doa-doa setiap habis tahlil, maraban dan lain sebagainya, ‘Ya Allah jadikanlah ucapan kami yang terakhir adalah lâ ilâha illal-Lâh,’ berdasarkan ada hadis man kâna akhira kalamihî lâ ilâha illal-Lâh, dakhalal-jannah. Barang siapa ucapan terkahir sebelum meningggal, ketika naza’, ketika nyawa akan keluar, dia mengatakan lâ ilâha illal-Lâh dijamin masuk sorga, kok, jadi bergeser, padahal di al-Quran sendiri itu kita dikasi tahu ada informorsi yang penting sekali, bahwa masuk surga itu bukan dengan ucapan. Memangnya Aladin, bim salabim, atau film Bearbie. Surga itu dibayar dengan darah dan keringat. Dengan nyawa. Meninggalkan anak-istri. Terus jadi bagaimana itulah kenapa jadi bergeser”
Sebuah Koreksi
Pernyataan bahwa masuk surga dengan ucapan tidak masuk akal masuk surga karena ucapan, ini merupakan klaim yang sangat keliru. Kesalahan tersebut berdasarkan beberapa hal:
Pertama, klaim tersebut tentu menentang hadis yang mengklaim bahwa barang siapa yang akhir hayatnya membaca lâ ilâha illal-Lâh, niscaya orang tersebut masuk surga. Salah-satunya, sabda Rasulullah:
لقِّنوا مَوْتاكم لا إلهَ إلَّا اللهُ فإنَّ مَن كان آخرَ كلمتِه لا إلهَ إلَّا اللهُ عندَ المَوتِ دخَلَ الجنَّةَ يومًا مِن الدَّهرِ وإنْ أصابَه قبلَ ذلك ما أصابَه
“Talkinlah orang yang hendak mati dengan bacaan lâ ilâha illal-Lâh, karena barang siapa yang akhir perkataannya lâ ilâha illal-Lâh ketika mati, niscaya orang itu masuk surga….”
(HR. Muslim)
Lebih jelas lagi, ada sebuah riwayat dari sahabat Abu Dzarrin. Beliau mengisahkan:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ أَبْيَضُ وَهُوَ نَائِمٌ ثُمَّ أَتَيْتُهُ وَقَدْ اسْتَيْقَظَ فَقَالَ مَا مِنْ عَبْدٍ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ مَاتَ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قُلْتُ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ قَالَ وَإِنْ زَنَى وَإِنْ سَرَقَ
“Saya pernah menemui Nabi sementara beliau sedang tidur sambil mengenakan baju putih, lalu aku datang menemuinya dan beliau pun terbangun, beliau bersabda, ‘Tidaklah seorang hamba yang mengucapkan lâ ilâha illal-Lâh kemudian mati karena itu melainkan ia akan masuk surga.’ Kemudian saya bertanya, ‘Walaupun dia berzina dan mencuri?’ Beliau menjawab, ‘Walaupun dia pernah berzina dan mencuri.’ Saya bertanya lagi, ‘Walaupun dia pernah berzina dan mencuri?’ Beliau menjawab, ‘Walaupun dia pernah berzina dan mencuri.’ Tanyaku lagi, ‘Walaupun dia pernah berzina dan mencuri?’ Beliau menjawab, ‘Walaupun dia pernah berzina dan mencuri.’”
Kedua, alasan yang dilontarkan Buya Sakur hanyalah karena menurutnya tidak masuk akal bila orang masuk surga lantaran itu. Nah, Buya Syakur tidak memahami hukum akal. Hal ini sebagaimana yang telah kami singgung dalam tulisan perihal hukum akal.
Ketiga, jika Buya Syakur menganggap bahwa ucapan tidak berpengaruh, tentu ini salah besar. Karena segala amal manusia tentu diterima karena ia pernah mengucapkan kedua kalimat syahadat. Allah berfirman, terkait kebaikan mereka yang tidak beriman:
وَقَدِمْنَآ اِلٰى مَا عَمِلُوْا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنٰهُ هَبَاءً مَّنْثُوْرًا
“Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.”
(QS. Al-Furqan: 23)
Begitu pula, manusia bisa kekal di neraka akibat mengucapkan sesuatu yang mengakibatkan ia keluar dari agamanya. Di dalam Sullamut-Taufîq, Syaikh Sayyid Abdullah bin Husain bin Thahir mengatakan:
وقَدْ كَثُرَ في هذا الزَّمانِ التَّساهُلُ في الكَلامِ حَتَّى إنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ بَعْضِهِمْ ألْفاظٌ تُخْرِجُهُمْ عن الإسْلامِ، ولا يَرَوْنَ ذٰلك ذَنْبًا فَضْلًا عن كَوْنِهِ كُفْرًا
“Pada zaman ini, banyak sekali orang yang teledor dalam mengontrol ucapannya. Sehingga yang diucapkan menyebabkan ia keluar dari Islam. Sementara dia sama-sekali tidak pernah menganggap bahwa yang diucapkan itu dosa, apalagi dianggap kufur.”
Keempat, sangat banyak riwayat yang menyatakan bahwa Allah memasukkan surga lantaran amal yang oleh manusia dinilai seolah kecil. Semisal, riwayat yang mengatakan bahwa ada seorang pelacur yang masuk surga lantaran memberi minum anjing. Di dalam Fathul-Bârî (6/511) dijelaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قال النبي صلى الله عليه وسلم: “بَيْنَمَا كَلْبٌ يُطِيفُ بِرَكِيَّةٍ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ إِذْ رَأَتْهُ بَغِيٌّ مِنْ بَغَايَا بَنِي إِسْرَائِيلَ فَنَزَعَتْ مُوقَهَا فَسَقَتْهُ فَغُفِرَ لَهَا بِهِ”.
“Diceritakan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, ‘Tatkala seekor anjing mengitari sebuah sumur, hampir-hampir anjing itu mati karena kehausan. Tiba-tiba ada seorang wanita pelaku zina dari kalangan Bani Israil melihat anjing tersebut. Lalu wanita itupun melepas sepatunya sebagai alat untuk mengambil air (sumur guna diminumkan kepada anjing tersebut), Kemudian wanita itu mengambil air dengan sepatunya untuk memberi minum kepada seekor anjing tersebut, maka ia pun diampuni oleh Allah dengan sebab amalan tersebut.’”[1]
(HR. Bukhari)
Hal ini dapat diaplikasikan kepada sejarah yang tertuan dalam al-Bidâyah wan Nihâyah terdapat cerita masyhur panglima Romawi, saat perang Yarmuk. Panglima tersebut bernama Jarajah, atau dikenal pula dengan nama Gregorius Theodorus. Ketika peperangan berlangsung, terjadi perbincangan antara Jarajah, selaku panglima Romawi dengan Sayyidina Khalid bin Walid, panglima Islam. Singkatnya, Jarajah memutuskan untuk memeluk Islam, dengan mengucapkan kedua kalimat syahadat, dan berperang ikut di barisan kaum Muslimin. Pada perang itu juga, Jarajah gugur, sebagai syuhada.
Kelima, klaim tersebut bertentangan dengan pernyataan Buya Syakur sendiri di tempat yang sama yang menjelaskan bahwa surga merupakan hak prerogatif Allah. Jika mengklaim tidak masuk akal bila Allah memasukkan seseorang ke surga, tentu berarti Allah tidak memiliki hak prerogatif dalam memasukkan manusia ke surga.
Muhammad Ibnu Romli | Annajahsidogiri.id
[1] Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhârî, juz 6, hlm. 511