Kemudian, setelah kita ketahui di tulisan sebelumnya bahwa malaikat penjaga itu ada, maka setelah mengimani adanya malaikat penjaga haruslah mengimani adanya malaikat katabah (pencatat amal). Sebab kedua golongan malaikat itu sama-sama senantiasa menyertai seorang hamba dimanapun berada, hanya saja terdapat tiga kondisi yang seorang hamba tidak disertai oleh malaikat katabah, yaitu ketika bersenggama, ketika mandi, dan ketika qhadil hajat (buang air besar/air kecil). Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadis riwayat Bazzar, yaitu Rasulullah bersabda;
انَّ اللَّهَ يَنْهَاكُمْ عَنْ التَّعَرِّي فَاسْتَحْيُوا مِنْ الْمَلَائِكَةِ اللَّذَيْنِ مَعَكُمْ الْكِرَامِ اللَّذَيْنِ لَا يُفَارِقُونَكُمْ الَّا عِنْدَ احَدِ ثَلَاثِ الْجَنَابَةِ و الْغَاءِطِ وَ الْغُسْلِ
“Allah melarang kalian untuk bertelanjang, maka hendaklah kalian malu kepada para malaikat yang selalu bersama kalian, yang mulia dan tidak meninggalkan kalian kecuali pada salah satu dari tiga waktu, yaitu pada saat jima’, buang air besar, dan mandi.”
Syekh Ahmad al-Badawi mendefinisikan malaikat katabah sebagaimana berikut;
وَهُمْ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ عَلَى الْمُكَلَّفِ جَمِيعَ مَا صَدَرَ مِنْهُ مِنْ قَوْلٍ وَلَوْ نَفْسِيًّا وَفِعْلٍ وَاعْتِقَادٍ
“Mereka adalah malaikat yang menuliskan segala sesuatu yang keluar dari mulut seseorang, termasuk perkataan-meskipun hanya terlintas dalam hati-, perbuatan dan keyakinan.”
Baca Juga: Baladah; Sifat Yang Tidak Mungkin Bagi Para Rasul
Malaikat tersebut berjumlah dua, yaitu ada di sisi kanan seorang hamba yang bertugas mencatat amal kebaikan. Dan yang satunya berada di sisi kiri yang bertugas mencatat amal keburukan. Malaikat yang pencatat amal kebaikan tersebut memandu malaikat pencatat amal keburukan. Bilamana seorang hamba tersebut berbuat kebaikan maka ia (pencatat amal baik) segera menulisnya. Dan jika berbuat keburukan maka malaikat pencatat amal buruk tidak langsung menulisnya, bahkan masih meminta pendapat malaikat pencatat amal baik sebagai pemimpinnya, apakah amal buruk tersebut dicatat atau tidak. Sehingga malaikat pencatat amal kebaikan berkata “jangan dicatat dulu, mungkin saja dia akan bertaubat dan beristighfar”. Sebagaimana Hadis riwayat al-Baihaqi.
Kedua malaikat tersebut salah satunya dikenal dengan sebutan Raqib dan yang lain adalah Atid. Hal ini sebab berlandaskan pada firman Allah yang berbunyi;
مَا يَلۡفِظُ مِنۡ قَوۡلٍ اِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيۡبٌ عَتِيۡدٌ ١٨
“Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat (Raqib & Atid).”(QS. Qaf [50]: 18)
Namun, pendapat yang mengatakan bahwa salah satunya adalah Raqib dan dan yang lain Atid ini ditentang oleh pendapat Syekh Ibrahim al-Bajuri dalam Tuhfah al-Murid (hal.172) yang menyatakan bahwa Raqib; bermakna Hafidz (yang menjaga) dan Atid; bermakna Hâdhir (yang hadir) adalah satu nama bagi setiap kedua malaikat tersebut.
Sebagian Ulama, salah satunya al-Bajuri sendiri, berpendapat bahwa malaikat ini (katabah) tidaklah tergantikan dalam penjagaannya dengan malaikat yang lain. Bahkan, hingga seorang hamba yang dijaganya wafat, keduanya ini akan senantiasa menemaninya dengan bertasbih, memintakan ampunan, dls. Jika ia (hamba) mukmin, dan melaknatnya jika ia kafir. Sedangkan Ulama yang berpendapat, bahwa kedua malaikat ini selalu berganti dalam pekerjaannya, yaitu ada shift di waktu subuh/pagi dan shift di waktu ashar/petang.
Baca Juga: Eksistensi Malaikat Penjaga & Pencatat Amal (1)
Pada pembahasan ini, mungkin pembaca juga akan bertanya-tanya mengenani catatan tersebut; bahwa salah satunya mencatat amal kebaikan yang mungkin dalam hal ini adalah pekerjaan wajib dan sunnah atau sesuatu yang berpahala. Dan malaikat yang lain mencatat amal keburukan yang juga dalam hal ini kemungkinan adalah pekerjaan haram atau sesuatu yang berdosa. Lalu siapa yang mencatat pekerjaan dan amal-amal yang berhukum mubah?
Maka, jawaban ini dapat ditemukan dalam keterangan kitab Minhah al-Hamid (hal.180), karya Ulama Nusantara, yaitu KH. Qoimuddin. Dalam kitab tersebut beliau menjawab bahwa yang mencatat amal mubah adalah malaikat pencatat amala keburukan selagi pekerjaan atau amal tersebut tidak disertai dengan niat bagus ataupun ibadah. Hal tersebut sebab berlandaskan hadis riwayat al-Baihaqi sebagaimana berikut;
عَنْ مُعَاذٍ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لَيْسَ يَتَحَسَّرُ اهْلُ الْجَنَّةِ عَلَى شَيْءٍ الَّا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ ﷻ فِيهَا {رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَ الْبَيْهَقِيُّ}
“Dari Mu’adz, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Penduduk surga tidak akan menyesali sesuatu kecuali satu jam yang telah berlalu di mana mereka tidak mengingat Allah.” (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Demikianlah kami cukupkan pembahasan mengenai malaikat yang menyertai seorang makhluk Allah bernama manusia khususnya, dan yang lain secara umum. Dan pada intinya, mengimani malaikat-malaikat yang telah dinash dengan dalil-dalil Qath’i (definitif) baik al-Quran maupun Hadis ialah sebuah keharusan bagi seorang mukmin, seperti malaikat pembawa Arsy, dls. Dan itu tidak lain karena merupakan bukti betapa besar kekuasaan Allah di alam semesta ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi di dalam kitabnya Kubra al-Yaqiniyyat (hal.278).
Moch Rizky Febriansyah | annajahsidogiri.id