اِنْ نَّشَأْ نُنَزِّلْ عَلَيْهِمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ اٰيَةً فَظَلَّتْ اَعْنَاقُهُمْ لَهَا خَاضِعِيْنَ
“Jika Kami menghendaki, niscaya Kami turunkan kepada mereka mukjizat dari langit, yang akan membuat tengkuk mereka tunduk dengan rendah hati kepadanya“. (QS. Asy-Syu’ara : 4)
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَٰجًا وَذُرِّيَّةً ۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأْتِىَ بِـَٔايَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ لِكُلِّ أَجَلٍ كِتَابٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu).” (QS ar-Ra’d: 38)
Dua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menganugerahi utusannya dengan mukjizat sebagai bukti pengakuan seorang nabi atau rasul, pembawa risalah dari Tuhannya. Mari kita bahas mengenai apa itu hakikatnya dan karateristik mukjizat.
Sebuah peristiwa yang spektakuler dan luar biasa biasanya disebut ajaib, begitu juga dengan mukjizat bagi Para Nabi. Kalau mukjizat dalam KBBI berarti ‘kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemapuan akal manusia’. Pengertian KBBI ini kurang tepat dengan pengertian mukjzat dalam istilah agama Islam.
Dalam terminologi Islam, Syekh Muhammad ad-Dasuki dalam Hasyiyah ad-Dasuki Syarh Umil-Barahin hlm. 176 dalam mendefinisikan mukjizat, beliau berkata;
أَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدّيِ سَالِمٌ عَنِ الْمُعَارَضَةِ
“Kejadian yang melampau batas-batas kebiasaan. Didahului dengan pengakuan sebagai seorang nabi dan tanpa ada tandingannya.”
Sementara tokoh sosiologi dan pakar sejarah legendaris Islam, Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah-nya hlm.74 menyebutkan ciri-ciri mukjizat sebagia berikut;
وَمٍنْ عَلَامتِهِ اَيْضًا وُقُوْعُ الْخَوَارِقِ لَهُمْ شَاهِدَةٌ بِصِدْقِهِمْ وَهِيَ اَفْعَالٌ يُعْجِزُالْبَشَرِيْ عَنْ مِثْلِهَا فَسُمِّيَتْ بِذَالِكَ مُغْجزاتٌ وليسَتْ مِنْ جِنْسِ مَقْدُورِ الإنْسانِ وانما تَقَعُ في مَحَلِّ قُدْرَتِهِمْ
“Termasuk ciri-ciri Para Nabi adalah terjadinya peristiwa luar biasa yang dialami mereka sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabiannya, hal tersebut merupakan perbuatan-perbuatan yang tidak mampu ditiru oleh manusia, oleh sebab itu bisa dikatan sebagai mukjizat. Perbuatan-perbuatan itu tidak masuk dalam kategori yang mampu dilakuan oleh setiap perorang dan berada di luar standar kemampuan manusia.”
Dari definisi atau ciri-ciri mukjizat yang telah dipaparkan oleh Ibnu Khaldun, maka kita akan menemukan sekian unsur-unsur atau karaktreristik suatu kejadian bisa dikatakan sebagai mukjizat. Berikut unsur-unsur dan karakteristik mukjizat dari pandangan teolog Islam, Ibnu Khaldun;
Pertama, kejadian yang melampaui batas-batas kebiasaaan
Yang dimaksud kebiasaan di sini ialah perkara yang sudah lumrah terjadi. Yang dimaksud melampaui batas kebiasaan ialah perkara yang bertentangan dengan hukum-hukum kebiasaan atau adat. Semisal api membakar seseuatu yang disentuh, jika benda yang disentuh oleh api tidak terbakar maka termasuk kejadian yang melampau batas-batas kebiasaan. Dengan demikian, mukjizat berada diluar jangkauan akal dan nalar. Sebab itulah hipnotis, sulap, sihir dan lain sebagainya meskipun terlihat ajaib atau luar biasa, tidak bisa dikatakan mukjizat, karena bisa dipelajari dan hal yang melatarbelakangi bisa dipelajari pula.
Kedua, didahului dengan pengakuan sebagai seorang nabi
Mukjizat hanya dialami oeh seorang nabi atau rasul. Hal yang luar biasa bila terjadi pada selain nabi atau rasul tidak bisa dikategorikan sebagai mukjizat. Dalam Khazanah Islam, peristiwa di luar kebiasaan yang terjadi pada seseorang selain nabi memiliki istilah tersendiri; jika hal luar biasa itu terjadi pada seseorang yang kelak bakal menjadi nabi disebut dengan irhas, kejadian luar biasa yang terjadi pada Wali Allah disebut dengan keramat, jika pada kaum muslim secara umum sehingga dapat selamat dari cobaan dan bencana disebut dengan maunah atau pertolongan, jika hal luar bisa bersumber dari orang fasik atau durhaka kepada Allah disebut ihanah (penghinaan) atau istidraj (tipu aya atau rangsaan agar lebih durhaka). Begitulah keterang di dalam kitab Ghayatul-Bayan Sayrh Zubad hlm.14. Berpijak pada ajaran Ahlusunah wal Jamaah, Nabi Muhammad adalah nabi terakhir, maka tidak mungkin lagi terjadi mukjizat yang nampak dari generasi sepeninggal beliau, baginda Nabi Muhammad kendati kejadian tersebut spektakuler dan luar biasa.
Ketiga, tanpa ada tandingannya
Mukjizat tidak bisa ditandingi oleh kehebatan apapun dan bisa menundukkan para pengingkar atau penentang. Itulah sebab Allah membekali utusan-Nya dengan mukjizat yang sesuai dengan bidang keahlian umatnya. Semisal Kaum Qibti kaum di masa Raja Firaun yang maju pesat dalam bidang ilmu sihir dan menjadi pengetahuan paling favorit yang mereka pelajari, mereka telah akrab dengan ilmu sihir sampai berada pada puncak kepakaran dalam bidang ini, sehingga mereka mengetahui mana batasan sihir yang bisa dijangkau dan yang tidak. Kemudian atas izin Allah, Nabi Musa bisa mengubah tongkat menjadi ular besar untuk mengalahkan tampar yang disihir menjadi ular oleh penyihir Firaun, kemudian ular besar tersebut kembali menjadi tongkat di genggaman Nabi Musa. Dengan kejadian tersebut dapat membungkan dan menunudukkan sehingga penyihir firaun mengimani kenabiaan Nabi Musa, karena penyihir Firaun tahu bahwa kejadian ini bukan lah sihir melainkan lebih dari itu, tidak lain yaitu sebuah mukjizat.
Keempat, sebagai bukti akan kebenaran pengakuan nabi
Unsur ini menjadi tujuan dan sasaran mukjizat diberikan kepada diri seorang nabi dan rasul. Nabi dianugerahi mukjizat oleh Allah, sebagai pembenaran atas pengakuan mereka. Dengan begitu umat nabi akan percaya bahwa pembawa risalah yang ditopang dengan kejadian yang luar biasa ini (mukjizat) memang benar-benar seorang nabi atu rasul.
Para pakar teolog Islam termasuk syekh Muhammad ad-Dasuki mengibaratkan keluarbiasaan yang terjadi melalui Para Nabi atau rasul sebagai risalah atau ucapan dari tuhan;
صَدَقَ عَبْدِيْ فِي كُلِّ مَا يُبَلِّغُ عَنِّيْ.
“Hambaku (para nabi) benar dalam apa yang disampaikan”
Muhlasin Sofiyulloh | Annajahsidogiri.id