Melanjutkan tulisan sebelumnya, sejatinya ketika sudah mengikrarkan diri sebagai seorang Mukmin, kita pasti berusaha menunaikan segala kewajiban yang dibebankan. Adapun manusia yang secara terang-terangan memusuhi Allah dan Baginda Nabi akan kita singkirkan dari sudut jiwa dan hati. Jadi, sangat mengherankan, jika kita mengaku sebagai insan beriman, namun malah menjadikan orang kafir sebagai idola dan panutan.
Selain Syekh asy-Syirbini, Dr. Wahbah az-Zuhaili juga menuturkan bahwa, dalam keadaan seperti apapun dan bagaimanapun haram mencintai ataupun mengasihi non-muslim. Hanya saja, ayat yang dijadikan landasan oleh beliau berbeda dari Syekh asy-Syirbini. beliau meng-istinbath hukum haram dari ayat pertama surah al-Mumtahanah ;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ اَوْلِيَاۤءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوْا بِمَا جَاۤءَكُمْ مِّنَ الْحَقِّ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang disampaikan kepadamu”
Dr. Wahbah az-Zuhaili, selanjutnya menjelaskan bahwa ayat ini menjadi asas utama pelarangan mencintai orang kafir, serta ketidakbolehan membenarkan agama mereka. Keterangan lebih lengkapnya ada dalam kitab Tafsir al-Munir.
Penyebab turunnya ayat pertama surah Al-Mumtahanah tadi, adalah kasus yang menimpa salah seorang shahabat Nabi yang bernama Hathib Ibn Abi Balta’ah. Kasus ini bermula ketika Sahabat Hathib mengirimkan surat kepada kafir Mekkah—melalui perempuan bernama Sarah—yang berisikan kabar bahwa Baginda Nabi telah menyiapkan bala tentara untuk menaklukkan kota Mekkah. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, Meski pada akhirnya misi itu bisa digagalkan oleh Sayyidina Ali atas perintah dari Baginda Nabi. Pada akhirnya yang dilakukan Hathib ini dimaafkan oleh Nabi. Keterangan lebih lengkapnya ada dalam kitab Hasyiah al-Qanawi ala at-Tafsir al-Qaidawi (19/41)
Dari keterangan ini kita sudah bisa petik pelajaran, bahwa pasti ada efek buruk yang akan terjadi ketika kita mengidolakan orang kafir. Hanya saja yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hukum haram ini terjadi, jika hati kita tidak sampai membenarkan dan menoleransi kekafiran mereka. Nah, Jika hati kita sampai membenarkan agama mereka, hukumnya lebih ekstrem lagi. Bukan hanya keharaman, tetapi bisa kafir seperti mereka. Terkait hal iniSyekh Sulaiman Ibn Muhammad al-Bujairimy menuturkan;
وَتَحْرُمُ مَوَدَّتُهُمْ , وَهُوَ المَيْلُ القَلبيِّ لَا مِنْ حَيْثُ الكُفْرِ, وَاِلّا كَانتْ كُفْرًا.
“Haram hukumnya mencintai orang kafir. Yaitu memiliki ketertarikan hati kepada mereka, bukan dari segi kekafirannya. Jika ketertarikan itu timbul karena faktor agamanya, maka hukumnya kafir’’
Selain dalam kitab al-Bujairimy alal Khatib, keterangan seperti ini juga dapat kita jumpai dalam kitab Tuhfatul-Murid. Dijelaskan bahwa rela terhadap kekafiran hukumnya kafir, dan rela terhadap suatu kemaksiatan adalah maksiat.
Dari semua keterangan barusan dapat diintisarikan bahwa jangan sampai sebagai kita mengidolakan orang kafir yang memusuhi dan membenci Allah SWT dan Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Sekali lagi berhati-hatilah dalam menentukan idola. Karena jika keliru, akan ada berjuta petaka yang menimpa. Atau bisa jadi iman kita yang akan menjadi taruhannya!
M. Ilwa Nafis Sadad | annajahsidogiri.id