Hal yang masih belum diketahui dengan pasti, yang bisa membikin seseorang penasaran, selalu saja menjadi hal menarik untuk diperbincangkan. Salah satu contohnya adalah tentang hati, alias kalbu. Setiap orang tidak akan bisa mengetahui apa isi hati orang lain. Itu adalah hal abstrak. Seseorang bisa berpura-pura suka di hadapan orang yang dibencinya tanpa disadari oleh orang yang berada di sekelilingnya. Bahkan tidak diketahui oleh orang yang dibenci tersebut. Begitu pun sebaliknya.
Hati adalah inti jati diri manusia. Jika seseorang berhati baik, maka keseluruhan jasad dari orang itu juga baik. Sebaliknya jika seorang memiliki hati yang buruk, maka jasadnya pun akan terikut buruk. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Abi Abdillah Nu’man bin Basyir, yang terlansir dalam kitab Arba’in Nawawi maha karya Imam Nawawi:
Baca Juga: Fitrah Manuisa dalam Islam
“Dan bahwasannya dalam jasad itu terdapat segumpal daging, jika itu (segumpal darah) baik maka seluruh jasadnya akan ikut baik. Namun, jika segumpal darah itu buruk maka seluruh jasadnya pun akan ikut buruk. Segumpal daging itu adalah hati. (HR. Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).
Pada hadis lain juga dipaparkan bahwasanya Allah Swt tidaklah memandang manusia dari segi perawakannya. Bahkan, Allah Swt juga tidak menilai seorang hamba dari fisiknya. Akan tetapi, Allah Swt menilai seorang hamba dari hatinya. Kira-kira seperti itu bunyi hadis riwayat Imam Muslim dalam kitab Riyâdus Shâlihîn hal. 13.
Hadis barusan berbicara akan keutamaan hati di hadapan Allah Swt. melebihi dari organ tubuh yang lain. Allah Swt. menjadikan hati sebagai tolok ukur dalam menilai kualitas hamba-hamba-Nya. Dengan artian seorang yang bermuka tampan atau pun berfisik gagah, belum pasti mempunyai nilai tinggi di hadapan Allah Swt, sebab wajah dan fisik bukanlah tolok ukur dalam penilaian kualitas seorang hamba. Oleh sebab itu, apalah gunanya memiliki wajah tampan nan mempesona, tapi berhati bejat nan durjana.
Barangkali, sudah seyogianya bagi kita untuk senantiasa menjaga hati dari hal-hal yang beraroma negatif dan senantiasa berusaha membiasakan diri melakukan perkara positif yang dapat menjadikan hati lebih bernilai di hadapan Allah Swt. seperti selalu berperasangka baik kepada orang lain, lebih-lebih kepada Allah Swt. dan contoh-contoh yang lain. Seseorang bisa menjadi baik bergantung pada hatinya. Orang jahat pun demikian, karena hati adalah segalanya, dan pada hakikatnya hati adalah intisari dari jati diri manusia.
Ismail | Annajahsidogiri.id