Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya ingin bertanya seputar Al-Quran dan Kalâmullâh. Pertama, apakah benar Al-Quran yang ada pada kita itu adalah makhluk? Sedangkan, yang bukan makhluk adalah Kalâmullâh yang ada pada Dzat Allah?Kedua, apakah Al-Quran yang asli itu ada di Lauh Mahfuz? Jika benar demikian, berarti Kalâmullâh bertempat? Ketiga, bagaimana konsep Kalâmullâh yang tak berhuruf dan tak bersuara (bilâ harfin walâ shautin)? Maka, kalaulah Al-Quran itu Kalâmullâh, mengapa di dalamnya terdapat huruf?
Sail: 08533504XXXX
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, perlu kita ketahui beberapa hal:
Pertama
Al-Quran adalah Kalâmullâh, dan Kalâmullâh itu pasti qadîm (tidak berawalan). Dari situ, kita tidak boleh mengatakan bahwa Al-Quran itu makhluk.[1]
Hal itu berdasarkan firman Allah dalam surah an-Nahl:
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ )النحل [۱٦]: ٤٠ )
“Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah sesuatu itu. (Q.S. An-Nahl [16]: 40).
Secara tersirat, ayat di atas menyatakan bahwa Al-Quran itu bukan makhluk. Sebab, sebelum Allah menciptakan makhluk, Allah terlebih dahulu mengatakan “kun” kepadanya. Kemudian makhluk itupun tercipta. Maka, jika Al-Quran itu makhluk, niscaya Allah akan berfirman “kun” kepada Al-Quran. Dan hal itu tak mungkin, sebab Al-Quran sendiri adalah firman Allah.[2]
Kedua
Yang dimaksuddengan Al-Quran atau Kalâmullâh itu ada dua makna:
- an-nafsî (Kalâmullâh yang tidak bersuara dan tidak berhuruf)
- Lafaz yang kita baca.
Jika meninjau arti pertama, maka Al-Quran (yang berarti Kalâmullâh an-Nafsî) itu bukan makhluk dan bukan hâdits. Sebab, Al-Quran itu merupakan salah satu bagian dari sifat-sifat Allah yang qadîm, yakni sifat kalam. Sedangkan jika meninjau arti kedua, maka al-Quran itu makhluk sekaligus hâdits[3].
Ketiga
Al-Quran atau Kalâmullâh yang ada di Lauh Mahfuz adalah Al-Quran dengan arti yang kedua (lafaz yang kita baca). Dengan meninjau arti tersebut, maka Kalâmullâh itu bertempat.[4]
Keempat
Meskipun Al-Quran yang kita baca (huruf, suara, dan lembaran mushaf) itu makhluk, para ulama melarang kita untuk mengatakannya sebagai makhluk. Khawatir ada kesalahpahaman di masyarakat sehingga memahami Al-Quran sebagai makhluk dengan arti yang pertama (Kalâmullâh an-Nafsî)[5].
Mohammad Ishaqi Al Ayyubi | Annajahsidogiri.id
[1] K.H. Abu Amin Qoimuddin Waqimin, Minhatul-Hamîd Syarh Jauharatit-Tauhîd, hlm. 57.
[2] Ibid, hlm. 58.
[3] Titik tekannya di sini bukan pada Al-Qurannya hadîts, namun bacaan yang kita baca, huruf-huruf yang ada, dan mushaf yang berupa lembaran itu yang hadis. Sebab semua itu memang diciptakan. Bedahalnya dengan al-Quran itu sendiri, tetap qadîm karena merupakan sifat Allah.
[4] Ibid, hlm. 59.
[5] Ibid, hlm. 59.