Kendati demikian, adanya tanda tersebut bukanlah neraca akan religius atau kesalehan seseorang, karena kesalehan (takwa) tempatnya di hati yang hanya diketahui oleh Allah, sebagaimana hadis berikut:
لَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَنَاجَشُوْا وَلَا تَبْغَضُوْا وَلَا تَدَبَّرُوْا وَلَا يَبِع بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا المُسْلِمُ أَخُوْالمُسْلِمِ لَايَظْلِمُهُ وُلَا يَخْذلُهُ وَلَا يكذبه وَلَايَحْقِرُهُ التَقْوَى هَاهُنَا –وَيَشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ– بِحَسبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يحْقِرَ أَخَاهُ المُسْلِم كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى اْلمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling dengki, jangan saling berdebat, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi, dan jangan pula seseorang dari kalian menjual penjualan saudaranya, serta jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya. Ia tidak boleh menzaliminya, tidak boleh menelantarakannya, tidak boleh membohonginya, dan tidak boleh mengejeknya. Takwa itu ada di sini—beliau berisyarat ke dadanya tiga kali—. Cukuplah sebagai satu kejahatan bagi seseorang jika ia menghina atau meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram atas muslim lainnya; darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (H.R. Ahmad (II/277)
Baca Juga: Beda Imamah Syiah dan Ahlusunah
Malah adanya tanda tersebut dapat menuai risiko sangat besar, karena khawatir akan menimbulkan sifat riya, bahkan cenderung dijadikan sebagai kebanggaan. Oleh karena itu, banyak riwayat dari para shahabat dan tabiin yang tidak menyukai adanya tanda hitam di dahi seorang mukmin. Sebagaimana riwayat berikut:
عَنْ سَالِمٍ أَبِى النَّضْرِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ قَالَ مَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا حَاضِنُكَ فُلاَنٌ وَرَأَى بَيْنَ عَيْنَيْهِ سَجْدَةً سَوْدَاءَ فَقَالَ مَا هَذَا الأَثَرُ بَيْنَ عَيْنَيْكَ فَقَدْ صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ فَهَلْ تَرَى هَا هُنَا مِنْ شَىْءٍ
Dari Salim Abu Nadhr bahwa ada seorang yang datang menemui Ibnu Umar. Setelah orang tersebut mengucapkan salam, Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Siapakah kamu?” “Aku adalah anak asuhmu”, jawab orang tersebut. Ibnu Umar melihat ada bekas sujud yang berwarna hitam di antara kedua matanya. Lalu beliau berkata kepadanya, “Bekas apa yang ada di antara kedua matamu? Sungguh aku telah lama bersahabat dengan Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utman. Apakah kau lihat ada bekas tersebut pada dahiku?” (Riwayat Imam Baihaqi dalam Sunan Kubra no. 3556)
Dalam sebuah riwayat dari Imam Mansur disebutkan bahwa Imam Mujahid ditanya tentang maksud tanda yang ada dalam ayat tersebut. Beliau mengatakan bahwa tanda itu adalah tanda kekhusyukan. Sebagaiman riwayat berikut:
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ قُلْتُ لِمُجَاهِدٍ (سِيمَاهُمْ فِى وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ) أَهُوَ أَثَرُ السُّجُودِ فِى وَجْهِ الإِنْسَانِ فَقَالَ لاَ إِنَّ أَحَدَهُمْ يَكُونُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ مِثْلُ رُكْبَةِ الْعَنْزِ وَهُوَ كَمَا شَاءَ اللَّهُ يَعْنِى مِنَ الشَّرِّ وَلَكِنَّهُ الْخُشُوعُ
Dari Manshur, Aku bertanya kepada Mujahid tentang maksud dari firman Allah, ‘Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud’. Apakah yang dimaksudkan adalah bekas di wajah? Jawaban beliau, “Bukan, bahkan terkadang ada sebgian orang yang pada dahinya ada sesuatu semisal lutut unta namun dia adalah orang jelek. Jadi yang dimaksut tanda dalam ayat tersebut adalah kekhusyuan.” (Riwayat Baihaqi dalam Sunan Kubra no. 3702).
Jadi, tanda hitam di jidat juga termasuk tanda ahli sujud sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-Fath ayat 29, asalkan munculnya murni karena melakukan banyak shalat, dan tidak dibuat kebanggaan dan pamer kepada orang lain agar dicap sebagai orang shaleh.
Sholahuddin al-Ayyubi | Annajahsidogiri.id