Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW hingga sekarang, bahkan kita harus meyakini perihal al-Qur’an yakni kalam Allah itu bersih dari perkara baru. Beda halnya pendapat Muktazilah yang menyatakan kalam Allah itu baru sehingga mereka menyangka kalam Allah berhuruf dan bersuara. Oleh karenanya, mereka mengatakan kalam Allah makhluk dikarenakan Allah menjadikan kalam-Nya dalam sebagian bentuk.
Baca Juga: Mengurai Perbedaan Filsafat dan Ilmu Kalam
Dalam hal ini apakah kita juga meyakini apa yang dijelaskan oleh Muktazilah, yang mengatakan kalam Allah itu Makhluk?
Kitab Syarh Ushulil-I’tikad ahlussunnah al-Laka’i karya Syekh Hasan Abu Asbali menjelaskan jika ada yang mengatakan al-Qur’an makhluk maka ia termasuk kafir. Selain itu, ada juga dalil mengenai al-Qur’an bukan makhluk sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Asy’ari dalam al-Ibanah an-Ushulid-Diyanah dengan menyinggung ayat al-Qur’an yang berbunyi:
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
”Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam”. ( al-A’raf 54 )
قُلْ لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمٰتِ رَبِّيْ لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَنْفَدَ كَلِمٰتُ رَبِّيْ وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهٖ مَدَدًا
“Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. ( QS al-kahfi 109 )
Pendapat Ahlussunnah Waljamaah dalam kitab Jauharut-Tauhid menjelaskan kalamun-nafsi bukan makhluk. Adapun jika yang dikatakan makhluk lafaz yang dibaca dalam al-Qur’an maka ini diperbolehkan. Hanya saja, pendapat ini dicegah oleh para ulama untuk dipublikasikan kecuali dalam rangka belajar. Dari hal ini penjelasan tersebut mengarahkan kepada nas-nas al-Qur’an yang menyebutkan kalam Allah hadits seperti ayat yang berbunyi:
اَفَتَطْمَعُوْنَ اَنْ يُّؤْمِنُوْا لَكُمْ وَقَدْ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُوْنَ كَلَامَ اللّٰهِ ثُمَّ يُحَرِّفُوْنَهٗ مِنْۢ بَعْدِ مَا عَقَلُوْهُ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”( QS al-Baqarah 75).
Nur Cholis Majid | Annajahsidogiri.id