Akhir-akhir ini bangsa kita serasa tidak tenang. Alam seakan tidak ramah pada bangsa Indonesia ini. Berbagai bencana menghantam penjuru daerah di negeri ini dengan silih berganti. Masyarakat Indonesia dibuat tidak nyenyak tidur disebabnya. Mulai dari banjir, angin puting-beliung, gempa bumi, tanah longsor dan banyak lagi yang lainnya. Pertanyaan seputar bencana ini pun mengemuka. Ada apa dengan bangsa ini, kenapa bencana silih berganti menimpa kita? Apakah kemaksiatan yang dilakukan umat manusia adalah penyebab bencana?
Dari bencana yang terjadi pastinya memiliki sebab yang menjadi penyebab bencana tersebut. Karena sejatinya segala yang terjadi di dunia ini pasti memiliki sebab yang dari sebab itulah segala sesuatu itu terjadi. Hal demikian itu dikenal dengan teori kausalitas atau sebab-akibat. Dengan artian segala akibat yang terjadi pasti memiliki sebab dari terjadinya akibat tersebut.
Kalangan filsuf Yunani menjadikan barometer terjadinya hukum kausalitas hanya dalam sesuatu yang bersifat fisik dan materi saja. Mereka tidak memandang adanya sifat metafisika yang terjadi di luar itu. Seperti orang yang makan akan kenyang dan orang yang minum akan merasa segar. Menurut mereka hukum ini bersifat pasti karena mereka tidak menemukan relasi elemen hukum kausalitas yang tidak memikat dan cenderung bersifat absolut. Paham inilah yang kemudian diikuti oleh kaum Liberal sehingga mereka beranggapan bahwa bencana yang terjadi itu semata-mata disebabkan faktor alam. Seperti banjir terjadi karena aliran sungai terhambat, angin puting-beliung terjadi karena perubahan iklim, gempa bumi karena bergeseknya lempeng bumi dan begitu seterusnya. Mereka mengingkari faktor lain yang bersifat metafisika yang terjadi dibelakangnya, yaitu azab Allah SWT kepada manusia yang telah bermaksiat kepada-Nya.
Sedangkan filsuf Muslim, seperti Imam al-Ghazali mempunyai keyakinan bahwa dibalik semua yang terjadi di dunia ini terdapat relasi yang kuat dengan suatu yang bersifat metafisika bukan hanya terpaku pada sesuatu yang bersifat fisik dan materi saja. Oleh karena itu, dibalik semua yang terjadi dari bencana alam yang menimpa ternyata juga terdapat hubungan erat dengan perilaku manusia terhadap norma-norma agama yang dilanggar. Dengan arti lain kemaksiatan lah yang menjadikan Allah SWT menurunkan bencana kepada manusia sebagai azab bagi mereka.
Terdapat banyak dalil al-Quran juga Hadis yang menyimpulkan bahwa penyebab bencana yang menimpa suatu tempat di dunia itu terjadi karena faktor metafisika di baliknya yang sangat perlu kita perhatikan. hal itu berupa perbuatan maksiat yang dilakukan oleh manusia.
Baca Juga: Tuhan dan Tahun Baru 2020
Allah SWT berfirman dalam al-Quran:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka (kembali ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum [30]:41).
Imam Muhammad bin Ishaq dalam kitab sirahnya dalam menafsiri ayat di atas berkata: bahwa kerusakan dalam bumi yakni rusaknya tanaman dan buah-buahan itu terjadi sebab kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia.
lebih lanjut Imam Hasan berkata juga dalam ayat di atas:
أَفْسَدَهُمُ اللهُ بِذُنُوْبِهِمْ فِي بَحْرِ الْأَرْضِ وَبَرِّهَا بِأَعْمَالِهِمُ الْخَبِيْثَةَ
“Allah SWT akan merusak orang di muka bumi dengan sebab dosa mereka dan perbuatan jelek mereka.”
Konon, pada masa Nabi Adam AS, bumi tampak hijau nan indah. Tidak ada pohon di muka bumi kecuali memiliki buah, air laut pun tawar dan semua hewan damai tidak saling memangsa sehingga diibaratkan singa tidak akan memakan kambing dan sapi walau berada di depannya. Namun, setelah terjadinya pembunuhan Qabil terhadap Habil maka bumi pun berubah, pepohonan tidak lagi semuanya berbuah. Air laut menjadi asin dan hewan pun menjadi saling menerkam satu sama lain. Kisah ini seperti yang diceritakan Imam al-Dhahhak dalam Tafsîr Ibn Katsîr.
Allah SWT juga berfirman yang artinya:
“Dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS. Al Qhashash [28]: 59)
Bahkan, bencana yang dijadikan azab oleh Allah SWT bukan hanya ditimpakan kepada pelaku kemaksiatan saja. Namun, Allah SWT juga menimpakan bencana itu secara merata kepada orang terdekatnya yang membiarkan kemaksiatan itu terjadi tanpa ada usaha nahi munkar. Rasulullah SAW bersabda:
«إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِّبُ الْعَامَةَ بِعَمَلِ الْخَاصَةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانِيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُوْنَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوْهُ فَلاَ يُنْكِرُوْهُ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَذَّبَ اللهُ الْعَامَةَ وَالْخَاصَةَ رواه أحمد و الطبراني»
Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu hingga masyarakat umum melihat kemungkaran di hadapan mereka sedang mereka mampu mengingkarinya tetapi mereka tidak mengingkarinya. Jika mereka berbuat demikian maka Allah akan menyiksa masyarakat umum dan orang-orang tertentu itu. (HR Ahmad dan ath-Thabrani).
Rasulullah SAW juga pernah bersabda yang artinya:
“Tidaklah suatu kaum yang di tengah-tengah mereka dilakukan kemaksiatan, sedang mereka mampu mencegahnya, tetapi tidak mau mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan adzab secara merata kepada mereka,” (HR. Abu Dawud)
Oleh karena itu, golongan Ahlussunnah Wal Jamaah meyakini bahwa penyebab bencana yang terjadi itu disebabkan kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai azab bagi mereka agar mereka mengintrospeksi diri mereka untuk selalu ingat pada Allah SWT dengan melakukan segala yang diperintah dan menjauhi yang dilarang. Pendapat ini dengan jelas menyalahi pendapat liberal yang tidak menyakini bahwa suatu bencana itu merupakan azab Allah SWT kepada manusia. Wallâhu a’lâmu Bisshawâb.
Nuris Syamsi Sifyan | AnnajahSidogiri.id