Sebagaimana yang sudah maklum hadist merupakan pondasi kedua setelah al-Quran. selain sebagai bentuk hujjah, keberadaannya Juga berperan sebagai penjelas dan penafsir terhadap ayat-ayat al-Quran. Perintah ini sebagaimana yang termaktub di dalam beberapa ayat al-Qur’an diantaranya (QS al-Hasyr [59:7])
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“Apa yang telah sampai pada Rasul, maka ambillah! Dan apa yang di larang oleh-Nya maka jauhilah, dan taqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya betapa pedihnya siksaan Allah.”
Dalam hal ini Rasulullah menjadi rujukan dalam Syariah, karena apa yang beliau katakan tidak didasari dengan hawa nafsu, melainkan beliau berkata dengan wahyu. Sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوٰ(3) اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰىۙ (4 )علمه شديد القوى)
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-quran) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapanya itu tiada lain hanyalah wahyu yang di wahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. (QS.An-Najm [53]:3-5)
Melihat firman Allah di atas tidak heran jika apa yang dikatakan dan dikerjakan Nabi menjadi rujukan kedua setelah al-Qur’an, sehingga barang siapa yang mengingkarinya dikatakan kafir dan keluar dari ajaran agama Islam sebagaimana orang yang mengingkari al-Qur’an, karena tidak bisa kita memahami al-Qur’an tanpa hadist dari Nabi yang menjelaskan kandungan makna yang terdapat dalam al-Qur’an surat (an-Nahl :44):
وأنزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم ولعلهم يتفكرون
“Telah aku turunkan pada-Mu dzikir(Hadist) guna untuk menjelaskan pada manusia, apa yang telah turun padanya dan agar mereka berfikir.”
Dalam hal ini para sahabat memiliki peran penting dalam periwayatan hadist. Mengingat pada merekalah ajaran Islam tertuangkan, baik dalam menjelaskan maksud atau menyampaikan isi. Jadi tidak perlu heran jika para sahabat menempati posisi tertinggi dalam Islam sebagaimana ijmak para ulama’ perihal intregritas para sahabat yang tidak diragukan setelah meninjau dalil nash al-Qur’an dan hadist rasio serta realita. Hanya saja yang dimaksud disini adalah diterimanya riwayat mereka dengan tanpa memaksakan penyelidikan terhadap faktor-faktor dan indikasi-indikasi keadilan pada diri mereka, sebab mereka sudah dipastikan keadilannya. Bukan dalam porsi memposisikan mereka sebagai orang yang ma’shum.
Berbeda dengan ahlusunah waljamaah yaitu pandangan syiah terhadap sunah. Menurut mereka sunah adalah setiap sesuatu yang muncul dari orang yang ma’shum. Sedangkan yang dimaksud orang maksum itu adalah Rasulullah dan dua belas imam. Di sini mereka tidak mengakui kemurnian hadist nabi. Mereka berpandangan bahwa hadist Nabi adalah pindahan jalur sahabat sedangkan para sahabat dari golongan Bani Hasyim, Anshar, dan Muhajir semuanya itu murtad kecuali 3 orang : Miqdad, Abu Dzar, dan Salman. Bahkan menurut mereka lebih banyak yang murtad hingga tidak tersisa satupun. Bagi Syiah apa yang diutarakan Nabi, selama melalui jalur para sahabat tidak akan dianggap oleh mereka kecuali yang warid dari ahlul bait dan dua belas imam.Semua ini terjadi tiada lain karena kefanatikan mereka pada Ahlul Bait.
Dari penjelasan di atas nampak jelas bagaimana perbedaan golongan Ahlusunah Waljamaah dengan Syiah dalam memahami hadist. Semoga Allah selalu menjaga kita dari pengaruh Syiah. Wallahu A’lam.
M Fadil | Annajahsidogiri.id