Rasulullah bersabda:
لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهَى النَّاسُ فِي المَسَاجِدِ
(رواه أحمد، وأبو داود، وابن ماجه، وابن حبان عن أنس رضي الله عنه)
“Hari Kiamat tidak akan datang kecuali manusia mulai bermegah-megahan dalam membangun Masjid”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dari sahabat Anas RA).
Kita tidak perlu terlalu banyak nemaparkan bukti atau argumen untuk membenarkan kemunculan tanda ini pada masa kini. Semua orang sudah tahu dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa banyak sekali masjid yang dibangun begitu megah.
Baca Juga: Inilah Tanda-tanda Kiamat yang Disabdakan Rasulullah
Pada dasarnya membangun masjid dengan megah bukanlah perkara yang dilarang oleh Syariat Islam. Namun, terkadang kemegahan yang ada itu mendatangkan berbagai masalah, semisal ukiran-ukiran dinding, hiasan dan ornamen yang dapat mengganggu orang yang sedang shalat.
Masjid mesti didirikan di atas pondasi ketakwaan, dalam arti bagaimana sekiranya orang-orang yang datang ke masjid hatinya tidak terganggu oleh hal-hal yang bisa memalingkan mereka dari kekhusyukan, sehingga shalat dan ibadah-ibadah lain yang dilakukan dengan khusyuk dapat mengantarkan mereka pada takwa.
Namun bagaimana jika mereka datang ke masjid justru terpesona oleh bangunan fisik masjid itu, sehingga ibadahnya tidak khusuk; tidak ingat pada akhirat malah terpesona oleh gemerlap duniawi? Tentu hal yang seperti ini tidak sesuai dengan visi-misi didirikannya masjid itu sendiri.
Mengenai hukum membangun masjid dengan megah memang masih berbeda pendapat di kalangan ulama, tapi di satu sisi mereka sepakat bahwa yang sunah adalah tidak keterlaluan dalam mempermegah pembangunan masjid.
Sebenarnya yang menjadi problem sekarang adalah banyaknya masjid yang megah itu tidak diimbangi dengan banyaknya jamaah yang hadir. Sering kita lihat masyarakat muslim bergotong-royong dalam mempermegah dan memperindah masjid. Tapi begitu pembangunan selesai, kekompakan tersebut juga ikut berakhir.
Sebagian orang berdalih bahwa ketidakhadirannya ke masjid itu didasari takut riya’ atau berjamaah dengan keluarganya di rumah. Apakah alasan itu bisa dibenarkan? Jawabannya adalah sama sekali tidak bisa dibenarkan. Karena berjamaah di masjid bagi laki-laki itu sunah. Adapun alasan takut riya’, sebenarnya alasan itu bentuk dari keriya’an yang lain.
Diceritakan dari Sayyidina Anas bin Malik dari jalur riwayat lain ada tembahan pada hadist di atas:
ثُمَّ لَا يُعَمِّرُوْنَهَا إِلَّا قَلِيْلًا (فتح الباري، مسند أبي يعلى، صحيح ابن خزيمة)
“Kemudian mereka tidak memakmurkan masjid-masjid itu (dengan shalat dan ibadah-ibadah lain) kecuali hanya sedikit orang”.
Muhammad Faqih | Tim Peneliti Annajah Center Sidogiri