Melanjutkan tulisan sebelumnya, lantas kapan sebuah pekerjaan masuk kategori bidah hasanah? Imam Suyuthi dalam kitab yang sama menjelaskan bahwa bidah yang baik itu ulama sepakat atas kebolehannya. Pelakunya mendapat pahala. Para pelaku bidah yang sesuai dan mengokohkan dasar syariat; tanpa menyelisihi sedikit pun dan dengan melakukannya seorang tidak melakukan sesuatu yang dilarang syariat. Hal itu seperti membangun mimbar, sekolah, jalan, dan sebagainya yaitu beragam kebaikan yang tidak dijumpai pada masa lahirnya Islam.
Baca Juga: Bidah Hasanah dan Sahabat Nabi SAW
Dari kriteria yang Imam Suyuthi tampilkan ini, kita dapat menetapkan apakah sesuatu itu bidah yang buruk atau baik. Bila syiar agama menjadi semakin kuat karenanya, dan jelas tidak ada larangan syariat maka hal tersebut dapat dinilai sebagai bidah yang baik. Dalam hal ini misalnya haul atau peringatan atas kematian seseorang untuk mendoakannya atau mengingat kebaikannya.
Baca Juga: Bidah; Antara Wahabiyah dan Ahlusunah
Dalam syariat tidak ada larangan untuk melakukan hal ini, mengutip pendapat as-Suyuthi. Pula, pada kenyataannya peringatan-peringatan haul selalu diisi dengan hal-hal yang baik seperti nasihat-nasihat dari para ulama, zikir dengan mengucapkan kalimat thayibah, seperti tahlil, tahmid, dan tasbih, dan salawat kepada Nabi ﷺ. Hal-hal tersebut justru diperintahkan oleh syariat maka dianggap sebagai bidah yang baik meskipun tidak ditemui pada masa Rasulullah ﷺ.
Termasuk bidah yang baik juga adalah melakukan peringatan maulid Nabi ﷺ., isra mikraj, dan hari besar Islam lainnya, serta penyelenggaraan tahlil berjamaah. Hal ini demikian karena kegiatan-kegiatan ini diisi dengan hal-hal yang diperintahkan agama seperti nasihat ulama, zikir dengan mengucapkan tahlil, tahmid, dan tasbih, serta shalawat kepada Nabi ﷺ.
Adapun bidah-bidah buruk yang merusak syariat, Imam Suyuthi membaginya menjadi dua bagian. Pertama, bidah buruk dalam akidah. Kedua bidah yang buruk dalam tindakan. Sebagian bidah buruk yang terjadi pada masa Imam Suyuthi misalnya menyepi dan berduaan antara laki-laki dan perempuan; mengagungkan dan meminta kesembuhan dari tempat-tempat seperti pohon besar, bagian bangunan, dan mata air.
M. Fillah Alfiansyah | annajahsidogiri.id