Di antara susunan shalawat yang mayshur dikalangan umat islam adalah shalawat Nariyah. Shalawat ini disusun oleh seorang ulama bernama Imam Abu Salim Ibrahim Bin Muhammad Bin Ali at-Tazi al-Mahrani al-Maliki. Beliau lahir di Tazan, sebuah desa di wilayah Fez, Maroko. Beliau biasa dipanggil at-Tazi karena dinisbatkan pada tempat kelahirannya yaitu Tazan. Oleh karenanya nama lain dari shalawat Nariyah adalah shalawat Taziyah.
Di kawasan Mesir dan Asia Tenggara, hususnya Indonesia, shalawat ini dikenal dengan nama shalawat Nariyah. Namun di tempat lain mayhur dengan sebutan shalawat Taziyah. Banyak kalangan yang sangsi dengan penamaan shalawat Nariyah yang artinya adalah sebangsa api. Adalah sebuah kerancuan apabila shalawat yang menyejukkan diberi nama dengan api yang membakar. Sebab itu, kalangan ini meyakini bahwa perubahan nama dari Taziyah menjadi Nariyah karena dalam sebagian naskah, satu titik huruf Ta’ dan titik huruf Zai hilang. Adapun alasan mereka yang meyakini shalawat Nariyah adalah nama asli dari susunan shalawat ini, bahwa berkat shalawat ini segala hajat dan kebutuhan akan mudah terkabulkan, sebagaimana api akan mudah membakar setiap benda yang disentuhnya.Terlepas dari silang pendapat di atas, shalawat Nariyah dikenal sangat mujarab untuk mengkabulkan segala hajat apabila dibaca sebanyak 4444 kali.
Namun kalangan Salafi-Wahabi sangat antipati pada shalawat penuh faidah ini. mereka menuding mebaca dan mengamalkan shalawat Nariyah adalah bid’ah tercela karena tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Kata mereka, Daripada membaca shalawat Nariyah, jauh lebih baik membaca salawat Ibrahimiyah saja yang jelas-jelas diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Dalam tuduhan ini, sepertinya pikiran kaum Salafi-Wahabi sangatlah dangkal. Mereka dengan mudah menuduh terdapat bid’ah dalam shalawat Nariyah ini hanya dengan alasan tidak pernah diajarkan Rasulullah SAW. Dalam kenyataannya sangat banyak dalil yang menerangkan keutamaan menyusun shalawat dengan susunan yang baik seperti shalawat Nariyah. Di antaranya adalah perkataan sahabat Ibnu Mas’ud berikut ini:
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَحْسِنُوا الصَّلَاةَ عَلَيْهِ، فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ لَعَلَّ ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ قُلْنَا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَعَلِّمْنَا قَالَ: فقُولُوا: اللهُمَّ اجْعَلْ صَلاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وبركاتك عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِينَ، وَإِمَامِ الْمُتَّقِينَ، وَخَاتَمِ النَّبِيِّينَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ، إِمَامِ الْخَيْرِ، وَقَائِدِ الْخَيْرِ، وَرَسُولِ الرَّحْمَةِ، اللهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا يَغْبِطُهُ بِهِ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ
“Apabila kalian bershalawat kepada Rasulullah, perbaguslah susunan shalawat kalian. Bisa jadi shalawat yang kalian buat itu ditunjukkan pada Rasulullah”. Mereka bertanya; “wahai Abu Abdurrahman, ajarilah kami shalawat yang baik”. Ibnu Mas’ud menjawab; Bacalah (shalawat seperti ini); “Ya Allah, jadikanlah segala shalawat, kasih sayang serta berkah-Mu kepada pemimpin Para Rasul, pemimpin orang-orang bertakwa, penutup Para Nabi, yaitu Muhammad, hamba dan utusan-Mu. Pemimpin dan penyeru kebaikan, utusan pembawa kasih sayang. Ya Allah berikanlah dia derajat yang terpuji, yang menjadi pegangan orang terdahulu dan orang-orang kemudian”.1
Dalam hadis mauquf di atas, sahabat Ibnu Mas’ud menganjurkan para sahabatnya untuk membuat redaksi shalawat yang baik, dan beliau sendiri membuat susunan shalawat yang tidak pernah diajarkan Rasulullah. Seperti susunan yang ditemukan dalam salawat Nariyah dan shalawat-shalawat yang lain.
Selain itu, memuji dan mengagungkan Rasulullah SAW dengan shalawat yang kita baca bukanlah sebuah bid’ah yang pelakunya masuk neraka. Bahkan hal ini merupakan suatu suatu kebaikan karena mengikuti al-Qur’an yang banyak memuji Rasulullah SAW dalam beberapa ayat al-Qur’an. Di antara ayat yang menyanjung Rasulullah adalah;
إِنَّآ أَرْسَلْنَاكَ شَاهِداً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً لِّتُؤْمِنُواْ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً
“Sesunggunya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan memberi peringatan. Supaya kamu beriman pada Allah dan rasul-Nya, menguatkan (agama)-nya, membesarkan-nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang”. (QS. Al-fath 8-9)
Menurut imam al-Bagawi, maksud dari ayat وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ adalah perintah untuk membesarkan dan mengagungkan Rasulullah SAW,2. Untuk mengamalkan hadis ini banyak ulama yang menyusun shalawat yang berisi sanjungan dan pujian pada Rasulluah SAW, seperti yang kita temukan dalam susunan shalawat Nariyah.
Oleh karena itu, dalam susunan shalawat Nariyah hususnya dan susunan shalawat yang lain pada umumnya, merupakan anjuran dalam agama islam. sehingga tuduhan kaum Salafi-Wahabi yang membid’ahkan penyusunan shalawat yang baik seperti shalawat Nariyah sungguh tidak berdasar. Wallaa’hu a’lam.
Baqir Madani/Annajah.co
- Sunan Abu Daud, vol 1/293
- Ma’alimut Tanzil, vol 7/299