Akhir-akhir ini, benar-benar terasa oleh kita bahwa kemungkaran dan kerusakan telah merajalela, baik didunia nyata ataupun dunia maya, yang semuanya itu disebabkan ulah tangan manusia.
Dalam dunia politik telah terjadi kekacauan yang hebat akibat perbuatan orang-orang rakus dan buas yang selalu menuhankan hawa nafsunya. Sedangkan dalam dunia agama sendiri telah terjadi ketandusan iman dan perpecahan yang hebat akibat perbuatan musuh-musuh Islam dan para penipu agama yang berkedok nama agama Islam.
Karena situasi yang seperti inilah umat Islam sedang menghadapi tantangan-tantangan berat yang perlu dipikul oleh setiap umat Islam, menurut kemampuan masing-masing. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad:
عَنْ أَبِيْ سَعيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطعْ فَبِقَلبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإيْمَانِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Sa‘id al-Khudhri ra, dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaknya dia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaannya). Kalau dia tidak mampu hendaknya dia mengubah dengan lisannya dan kalau dia tidak mampu hendaknya dia mengingkari dengan hatinya. Dan inilah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Aliran Sesat Adalah Sebuah Kemungkaran
Salah satu bukti yang jelas dari kemungkaran tersebut adalah banyaknya aliran-aliran atau faham-faham sesat yang bertebaran di sekitar kita baik itu berupa artikel, video podcast, dan semacamnya. Oleh karenanya, Penulis di sini akan mengajak pembaca flashback kembali pada keputusan MUI yang menetapkan kriteria-kriteria aliran atau kelompok yang bisa dianggap sesat, agar supaya kita bisa membedakan mana aliran sesat dan aliran yang benar.
Pada 6 November 2007, MUI secara resmi menetapkan 10 kriteria golongan Islam dikatakan sesat (yang ditandatangani oleh Ketua MUI Dr. KH. M. A. Sahal Mahfudh dan Sekjen MUI, Drs. H. M. Ichwan Sam) sebagaimana berikut: 1) Mengingkari salah satu rukun Iman yang enam atau rukun Islam yang lima, 2) Meyakini atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan dalil syar‘i, al-Quran dan Sunah, 3) Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Quran, 4) Mengingkari otentisitas dan/atau kebenaran isi al-Quran, 5) Melakukan penafsiran al-Quran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir, 6) Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, 7) Menghina, melecehkan, atau merendahkan para Nabi dan Rasul, 8) Mengingkari Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul terakhir, 9) Mengubah, menambah, atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat, seperti haji ke Baitullah dan salat fardu lima waktu, 10) Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar‘î, seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Maka setiap kelompok Islam yang masuk pada salah satu kriteria di atas, ia sudah bisa divonis sesat. Para pelaku kesesatan ini, dalam Islam juga dijuluki sebagai ahli bidah (orang-orang yang melakukan perkara baru yang sesat menurut agama).
Imam asy-Syafi‘i mengatakan: “Perkara baru dalam agama ada dua: Pertama, perkara baru yang tidak sesuai dengan al-Quran, hadis, atsar dan ijmak para ulama disebut dengan bidah yang sesat. Kedua, perkara baru yang tidak bertentangan dengan apa yang sudah disebutkan, namanya bidah yang baik.”
Syekh Abdullah Bin Abdul Hamid Al-Atsariy menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul Al-Wajîz fî ‘Aqîdatis-Salaf as-Shâlih Ahlissunnah wal-Jamaah (Juz:1, hal:176)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي أُنَاسٌ يُحَدِّثُونَكُمْ مَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ وَلَا آبَاؤُكُمْ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ.)
وَالْبِدْعَةُ: عِنْدَهُمْ نَوْعَانِ؛ نَوْعُ شِرْكٍ وَكُفْرٍ، وَنَوْعُ مَعْصِيَةٍ مُنَافِيَةٍ لِكَمَالِ التَّوْحِيدِ. وَالْبِدْعَةُ وَسِيلَةٌ مِنْ وَسَائِلِ الشِّرْكِ، وَهِيَ قَصْدُ عِبَادَةِ اللَّهِ تَعَالَى بِغَيْرِ مَا شَرَعَ بِهِ، وَالْوَسَائِلُ لَهَا حُكْمُ الْمَقَاصِدِ، وَكُلُّ ذَرِيعَةٍ إِلَى الشِّرْكِ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ أَوْ الِابْتِدَاعِ فِي الدِّينِ يَجِبُ سَدُّهَا؛ لِأَنَّ الدَّيْنَ قَدْ اكْتَمَلَ، قَالَ تَعَالَى: الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا (الْمَائِدَةِ: ٣)
Nabi Muhammad bersabda: “Di akhir umatku nanti akan ada sekelompok yang menceritakan kepadamu sesuatu yang tidak pernah kamu dengar sebelumnya, maka berhati-hatilah kamu terhadap sekelompok tersebut.”
Bidah menurut mereka (Ahlusunah) ada dua macam yaitu: bidah yang syirik atau kafir; dan bidah yang berbau maksiat serta menafikan pada kesempurnaan iman. Bidah dhalalah merupakan perantara dari beberapa perantara untuk menuju kesyirikan, yaitu bermaksud menyembah Allah tanpa mengikuti ajaran yang telah ditetapkan oleh syariat sedangkan perantara itu hukumnya sama seperti tujuannya. Setiap perkara yang bisa menyampaikan pada kesyirikan di dalam beribadah kepada Allah atau melakukan pembaharuan dalam agama yang sifatnya tercela, maka wajib untuk dihalangi, karena agama telah sempurna.
Allah berfirman: “Pada hari ini telah aku sempurnakan agama kalian, dan aku sempurnakan nikmatku atas kalian, dan telah aku rida Islam sebagai agama kalian.”
Sikap Agama dan Negara terhadap Aliran Sesat
Persoalannya adalah saat kita menyikapi aliran sesat dari dua sudut pandang sekaligus; yakni sudut pandang Islam dan negara. Negara menjamin kebebasan rakyatnya sedangkan di sisi lain Islam justru melarang adanya ajaran menyimpang. Maka bagaimana kita memaknai kata “kebebasan” di sini?
Negara memang menjamin kebebasan rakyatnya, selama kebebasan itu tidak mengusik orang lain.
Ahmadiyah, misalnya, kelompok yang meyakini adanya nabi setelah Nabi Muhammad, silahkan mereka berpendapat semaunya. Namun, karena mereka mengklaim kelompoknya masih dari bagian agama Islam, maka kebebasan ini tidak bisa ditoleransi. Sebab, ia sudah mengubah ajaran Islam yang sudah final dan disepakati oleh mayoritas umat Islam.
Contoh lain adalah Syiah, kelompok yang memiliki rukun Iman yang berbeda, silahkan bebas berpendapat. Namun, karena mereka mengklaim sebagai bagian dari Islam, maka ini tidak bisa dibenarkan. Sebab mereka telah mengusik ajaran Islam yang mendasar dan disepakati oleh para ulama.
Oleh karena itu, maka sikap umat Islam saat menghadapi aliran sesat adalah mereka berhak menyesatkan aliran sesat tersebut dan mengajaknya untuk bertaubat. Wallâhu a‘lam.
M. Aghits Amta Maula | Annajahsidogiri.id