Budaya berkumpul masjid sambil bertadarus sering kita lakukan sebulan penuh pada bulan Ramadhan adalah tradisi salafush-shâlih.
Keutamaannya pun banyak tercantum dalam hadis. Semisal, dalam riwayat Imam Abu Dawud (no. 1455) beliau menyebutkan:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ تَعَالَى ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ ، إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ، وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
“Tidaklah sekumpulan kaum yang berdiam di rumah Allah; melantunkan Kalamullah dan saling bertadarus, kecuali diberikan kepada mereka rasa tenang, rahmat turun kepadanya, malaikat meliputinya, dan Allah akan menyebutkan mereka para makhluk-Nya dilangit.”
Adab Bertadarus
Bertadarus sendiri terambil dari bahasa Arab ( التَّدَارُس ). Artinya, saling mempelajari dan saling meneliti -yang dalam hal ini objeknya adalah Kalamullah. Dalam hadis tersebut, ada dua poin yang menonjol; membaca dan mempelajari atau bertadarus.
Namun, dalam bertadarus kita diajarkan untuk beradab terhadap Kitab suci. Di antaranya adalah;
1) membaca al-Quran dengan benar. Demikian ini karena Allah menurunkan-nya dengan tartîl, tajwîd dan terjaga dari kesalahan bacaan. Sayidah Ummi Salamah t menceritakan bahwa bacaan Rasulullah adalah dengan memperjelas setiap huruf-huruf-nya (HR. Abu Dawud, Tirmidzi & an-Nasa’i). Ulama mengatakan, membaca al-Quran dengan benar berhukum wajib fardu ain (kewajiaban individual ketika membaca-nya). Dampaknya adalah berdosa bila membaca al-Quran dengan salah dan keliru (Lihat: Nihâyatul-Qaul al-Mufîd, hlm: 11). Bagi siapapun yang tahu dan mendengar kesalahan bacaan al-Quran maka ia wajib menegornya. Tidak usah saling canggung.
2) membaca dengan penuh penghayatan terhadap al-Quran. Sebab al-Quran turun supaya memahami dan mentadabburi ayat perayatnya. Al-Quran (Surat Shâd: 29) mengatakan,
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ (29)
“Kitab pernuh berkah yang kami turunkan kepadamu untuk dihayati ayat-ayatnya dan supaya orang yang berakal mengambil pelajaran di dalamnya.”
Baca Juga: Al-Qur’an Menurut Syiah
Banyak di antara ulama salaf yang membaca satu ayat saja dan diulang-ulangi untuk dihayati hingga waktu subuh tiba. Bahkan ada yang melantunkannya, terkejut lalu wafat dalam keadaan membaca al-Quran. Seorang tabi’in, Zararah bin Aufat saat menjadi imam shalat subuh membaca ayat,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ (9) [المدثر: 8، 9]
“Ketika sangkakala ditiup, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit.” (QS. al-Mudatstsir: 8-9). Beliau terkejut lalu jatuh pingsan dan wafat.
Baca Juga: Membela Perayaan Hari Asyura
3) menghormati al-Quran. Tidak bergurau dan hal lain yang bisa menganggu keberlangsungan majelis tadarus. Apalagi sampai merokok. Dalam Surat al-A’râf: 204:
“Ketika al-Quran dilantunkan maka simaklah dan dengarkanlah supaya kalian dirahmati.” (Selengkapnya: at-Tibyân fi Adabi hamalatil-Quran, hlm: 47-118)
Alhasil, dalam budaya tadarus pahala yang kita panen dengan menjaga adab-adab tersebut adalah, 1) Membaca al-Quran. 2) Iktikaf. 3) Pahala berkali lipat sebab bulan Ramadhan. 4) Mengajak orang lain untuk juga mengaji.
Fahim Abdoellah | Annajahsidogiri.id