Pada 23 April 2023 lalu, beredar video yang berasal dari Pondok Pesantren al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Video tersebut memperlihatkan jamaah perempuan berada di shaf terdepan di belakang imam saat pelaksanaan shalat Idulfitri.
Hal ini kemudian membuat publik menyoroti Pesantren al-Zaytun tersebut, karena seharusnya shaf jamaah perempuan berada di belakang jamaah laki-laki. Pimpinan Pesantren al-Zaytun, Panji Gumilang, berdalih bahwa dia mengikuti mazhab Soekarno dalam praktik tersebut. “Mazhabku adalah Bung Karno, Ahmad Soekarno, karena dalam tulisannya ga pake Bung”, ucap Panji Gumilang dalam salah satu pernyataannya. Dalam menyikapinya lebih lanjut, simaklah kajian berikut:
Dalam ajaran Islam, bermazhab merupakan keniscayaan yang harus dilakukan oleh seorang Muslim yang belum mencapai tingkatan mujtahid (ahli ijtihad). Bermazhab maksudnya adalah megikuti pendapat imam mujtahid atau mengikuti pendapat ulama yang mengikuti rumusan imam mujtahid. Syekh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam kitab Al-Lâ Mazhabiyyah Akhțaru Bid’atin Tuhaddidus-Syarȋ‘ah al-Islâmiyyah (hlm. 17) mengatakan:
“Bermazhab wajib bagi orang awam atau orang yang belum mampu berijtihad. Oleh karennya, ia harus taklid kepada mazhab imam mujtahid, baik menetap pada satu mazhab tertentu atau berpindah dari satu mazhab ke mazhab lainnya”.
Bermazhab bagi yang belum mencapai tingkatan mujtahid merupakan keharusan, sebab sumber utama untuk menghukumi sesuatu dalam Agama Islam adalah al-Quran dan hadis, sedangkan kita tidak bisa mengambil hukum dari dua sumber tersebut secara langsung. Bahkan umat Islam pun sedikit yang mampu melakukan hal itu, hanya para imam mujtahid yang dapat melakukannya, sebab mereka sudah memiliki kemampuan dan keistimewaan yang Allah ﷻ berikan kepada mereka dalam memahami al-Quran dan hadis.
Namun perlu diketahui, meskipun bermazhab merupakan keniscayaan, mazhab yang boleh diikuti adalah mazhab yang mu’tabar (dianggap) oleh mayoritas umat Islam. Mazhab mu’tabar maksudnya adalah mazhab yang tersusun dengan jelas sampai sekarang. Dalam hal ini adalah mazhab dari keempat imam mujtahid, yakni: al-Imam Abu Hanifah, al-Imam Malik bin Anas, al-Imam asy-Syafii, dan al-Imam Ahmad bin Hanbal. Para ulama mengatakan bahwa mazhab—dalam bidang fikih— yang boleh diikuti hanya empat mazhab di atas, karena hanya empat mazhab tersebut yang rumusannya tersusun dengan jelas.
Adapun mazhab-mazhab selain empat mazhab barusan, seperti mazhab al-Imam Sufyan aś-Śauri, al-Imam Sufyan bin ‘Uyaynah, al-Imam al-Laiś bin Sa’d, al-Imam Dawud aż-Żahiri, dan mazhab-mazhab lain yang pernah ada tidak boleh diikuti, karena rumusan di dalam semua mazhab tersebut tidak tersusun, sehingga pendapat yang ada dalam mazhab-mazhab tersebut ada kemungkinan hilang, atau telah berubah. Dalam hal ini, as-Sayid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur dalam kitab Bughyatul-Musytarsyidin (hlm 172-173) berkata :
“Ibnus-Shalah mengutip ijmak (kesepakatan) para ulama bahwa tidak boleh mengikuti selain mazhab imam empat, meskipun untuk diamalkan sendiri. Apalagi untuk difatwakan kepada orang lain, karena tidak ada catatan yang meunjukkan bahwa pendapat tersebut tidak mengalami perubahan”
Dalam kitab yang sama (hlm 174-175), beliau melanjutkan:
“Beda halnya dengan mazhab imam empat. Para ulama dalam mazhab imam empat telah menyusun rumusan mazhab tersebut, serta menjelaskan mana pendapat seorang imam, dan mana yang bukan, sehingga mazhab ini tidak mungkin terjadi perubahan”.
Karena mengikuti selain mazhab imam empat tidak diperbolehkan, maka dapat disimpulkan bahwa mazhab Soekarno ala pesantren al-Zaytun, yakni perkataan bahwa dia ikut mazhab Soekarno dalam praktik di atas tidaklah dapat dibenarkan, sebab mazhab yang boleh diikuti hanyalah mazhab imam empat, sebagaimana penjelasan di atas.
Fairuz Ubbadi | Annajahsidogiri.id