Mulanya Hermeneutika digunakan untuk mengkaji sastra-sastra kuno, kemudian dikembangkan untuk meneliti Bibel. Pada abad ke-19 M orang-orang orientalis seperti Abraham Geiger (1810-1874), Theodore Noldeke (1893-1959) berpikir untuk mengkaji al-Quran menggunakan metode Bibel. Tujuannya untuk menghancurkan Islam melalui ghazwul-fikr.
Apa itu Hermeneutika
Hermeneutika adalah sebuah metode untuk menafsiri dan meneliti konteks bahasa dan apa yang dipikirkan si pembicara atau pembuat sastra tersebut. Dari definisi ini menunjukkan bahwa hermeneutika lebih mengedepankan konteks daripada teks. Menggunakan tafsir hermeneutika dalam mengkaji al-Quran dampaknya sangat fatal, yakni dapat menyebabkan meragukan kebenaran al-Quran sebagai wahyu ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Orang-orang liberal pernah berkicau bahwa semua ilmu turun dari Allah, termasuk hermeneutika. Lalu kenapa tidak boleh dipelajari? Memang semua ilmu dari Allah, hanya saja tidak semuanya bisa dipelajari apalagi diamalkan seperti ilmu sihir yang diberikan kepada malaikat Harut dan Marut.
Begitu juga hermeneutika. Orang-orang orientalis sangat sukses dalam menjalankan misi menghancurkan Islam lewat pemikiran seperti menafsiri al-Quran dengan metode hermeneutika. Mereka berhasil memengaruhi cendekiawan-cendekiawan muslim kelas dunia di antaranya: Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd kedua orang ini sangat membahayakan kebenaran agama Islam. Misalnya, Nasr Hamid pernah mengatakan:
“Teks ilahi berubah menjadi teks manusiawi sejak turunnya wahyu pertama kali kepada nabi Muhammad. Teks al-Quran terbentuk dalam realitas dan budaya selama kurang lebih 20 tahun.”
Dengan begitu, dia menganggap al-Quran adalah produk budaya bukan kalam ilahi. Nasr Hamid menyalahkan para mufassir klasik dengan muatan metafisis Islam, padahal para mufasir klasik adalah orang-orang shaleh dapat dipercaya (tsiqoh), jujur dan adil. Dia juga menganggap kebenaran itu relatif, manusia itu relatif maka dari itu pemikirannya juga relatif.
Hermeneutika di Indonesia
Di Indonesia juga ada Amin Abdullah, dosen pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang pemikirannya sangat liberal sampai-sampai dijuluki Bapak Hermeneutika. Dia termasuk orang pertama yang membawa hermeneutika untuk studi al-Quran ke dalam perguruan tinggi di Indonesia. Tafsir hermeneutika sangat digandrungi oleh orang-orang liberal karena tidak memerlukan penelitian yang mendalam dari aspek bahasa dalam sebuah ayat, cukup menggunakan logika. Mereka sampai kebablasan dalam menafsiri ayat al-Quran memperbolehkan menikah beda agama berlandaskan ayat:
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ ۖ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu” (QS. al-Maidah[5]:5]
Menurut Imam asy-Syafi’i, perempuan Ahli Kitab adalah perempuan yang memiliki nenek moyang Yahudi sebelum nabi Isa AS diutus dan nenek moyang Nasrani sebelum Nabi Muhammad diutus. Dari pengertian diatas orang yang dimaksud adalah orang-orang yang hidup pada zaman kenabian bukan zaman sekarang.
Kesimpulan
Kesimpulannya menggunakan tafsir hermeneutika dalam studi al-Quran sangat berbahaya karena bisa meragukan kebenaran kalamullah, sebagaimana firman Allah yang artinya “…kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya yang menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.” Al-Quran bukan dari hasil budaya pada zaman tersebut dan bukan hasil bahasa Arab pada zaman itu. Kalau memang iya, kenapa pada zaman itu banyak orang-orang Arab yang tidak mengerti bahkan mereka mengatakan al-Quran adalah sihir sampai sekarang pun banyak yang tidak memahami isi al-Quran.
M Nuril Ashabi Luthfi | Annajahsidogiri.id