Syiah merupakan salah satu sekte ekstrem dalam Islam. Vonis ‘keluar dari Islam’ takkan segan mereka keluarkan saat ada seseorang atau kelompok yang tak sesuai dengan doktrin-doktrin ajaran mereka, baik berupa pokok-pokok pemikiran atau amaliah-amaliah Syiah itu sendiri.
Di antara doktrin Syiah yang sangat tidak terpuji ialah sikap caci-maki mereka terhadap para istri Nabi Muhammad SAW. Sikap tersebut selalu diungkapkan mereka dengan beraneka ragam, seperti pelacur, pendusta, dan seterusnya. Parahnya, ungkapan kebencian tersebut disematkan dalam doa rutinitas mereka, misal doa Shanamai Quraisyin.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ مُحَمَّدٍ وَاَلْعِنْ صَنَمَيْ قُرَيْشٍ جبتيهما وطاغتيهما وإفكيهما وابنتيهما الذين خالفا أمرك……
Artinya: “Ya Allah, berkahilah Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, dan kutuklah dua berhala Quraisy yang telah membinasakan dan menindas mereka, dan dua anak perempuan mereka yang melanggar perintah-Mu.”
Baca Juga: 4 Perbedaan antara Sunni dan Syiah
Al-Majlisi dalam kitab Nayatul-Qulub mengatakan bahwa Sayidah Aisyah dan Hafshah dituduh telah meracuni Rasulullah hingga menyebabkan beliau wafat.
إِنَّ عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَيْهِمَا وَعَلَى أَبَوَيْهِمَا قَاتَلَتَا رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالسَّمِّ دَبَّرَتَاهُ
Artinya:” Sesungguhnya Aisyah dan Hafshah telah membunuh Rasulullah SAW dengan meminumkan racun yang telah mereka rencanakan.”
Mirisnya, Sayidah Aisyah bahkan divonis murtad oleh Syiah, seperti yang tertera di kitab Hatta la Nankhadi’ halaman 77, karangan Abdulloh al-Maushuli.
أَنَّ الَّتِي (وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا) [النحل:92] هِيَ عَائِشَةُ نَقَضَتْ إِيْمَانُهَا أَيْ: أَنَّهَا ارْتَدَّتْ
Sesungguhnya perempuan yang dimaksud dakam ayat yang artinya: “Dan janganlah kallian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali (al-Nahl: 92)” adalah Aisyah, yang telah rusak keimanannya alias murtad.
Caci-maki orang Syiah terhadap para istri Nabi, sudah jelas hanya muncul dari kebencian dan kemarahan, tanpa ada bukti konkret secara historis, ilmiah apa lagi dalil Naqliyah. Maka, sebenarnya tidak perlu membantah dalil-dalil yang mereka keluarkan. Sebab, sudah sangat jelas berbanding 180 derajat dengan fakta sejarah. Terlebih, kesucian Sayidah Aisyah telah mendapat pengakuan dari al-Quran sebagaimana berikut:
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ (النور:11)
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyaiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. (QS. An-Nur: 11)
Terkait, mengapa di antara ummahatul-mu’minin justru Sayidah Aisyah yang paling mendapat cacian dan kebencian Syiah. Tak lain akibat beliau pernah terlibat terjadi konflik dengan Sayidina Ali dalam perang jamal.
Dari sini jelas bahwa ujaran kebencian oleh Syiah hanya timbul dari prasangka yang tidak berdasar. Padahal, realita sejarah mengemukakan bahwa Sayidah Aisyah keluar bersama Thalhah dan Zubair bin Awam menuju Bashrah untuk menegakkan hukum qhisas kepada Sayidina Ali perihal orang-orang yang telah ikut andil dalam peristiwa terbunuhnya Sayidina Usman. Namun, Sayidina Ali memutuskan untuk melakukan penundaan atas permintaan Sayidah Aisyah.
Tawaran Sayidina Ali kepada Sayidah Aisyah dalam rangka menyatukan juga cara pandang baru terkait hukum qhisah yang ingin ditegakkan Sayidina Ali. Beliau ingin menegaskan bahwa hukum qhisas akan diterapkan setelah keadaan negara tenang.
Namun dalam kondisi seperti ini, ada saja oknum gelap seperti Sabaiyah yang menyulutkan api pertengkaran sehingga memancing konflik antara Sayidina Ali dan Sayidah Aisyah. Hal ini yang kemudian memunculkan praduga bahwa salah satu pasukan telah berkhianat. Maka, berkecamuklah perang jamal.
Perihal hubungan Sayidina Ali dan sayidah Aisyah, Imam Thabari berkata dalam Tarikh al-Umam wa al-Muluk:
وَقَالَ عَلِي : يَأَيُّهَا النَّاسُ صَدَقَتْ وَاللَّهِ وَبَرَّتْ, مَا كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَهَا اِلَّا ذَلِكَ, وَإِنِّهَا لَزَوْجَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ
Artinya: “Wahai kaum Muslimin! Dia (Aisyah) adalah seseorang yang jujur dan demi Allah dia seorang yang baik. Sesungguhnya tidak ada antara aku dan dia kecuali yang demikian itu. Dia adalah istri Nabi kalian di dunia dan akhirat.”
Muhammad Iklil | Annajahsidogiri.id