Dalam banyak hadis, diterangkan Nejd merupakan medan kemunculan tanduk setan beserta fitnah-fitnah. Adapun format penjelasan hadis tersebut beragam. Berikut di antaranya;
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وفِي يَمَنِنَا . قَالُوا : وَفِي نَجْدِنَا ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وفِي يَمَنِنَا . قَالُوا : وَفِي نَجْدِنَا ؟ قَالَ : هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ ، وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Ya Allah, berkahilah kami pada penduduk Syam kami dan pada penduduk Yaman kami.” Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana dengan Nejd, wahai Rasulullah?’ Nabi bersabda, ‘Ya Allah, berkahilah kami pada penduduk Syam kami dan pada penduduk Yaman kami.’ Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana dengan Nejd, wahai Rasulullah?’ Nabi bersabda, ‘Di sana akan muncul banyak keguncangan dan fitnah. Di sana pula akan muncul tanduk setan’.” (HR. Al Bukhari no. 2905, Muslim 1037)
Pada hadis lain yang serupa disebut terdapat isyarat Nabi ke arah timur (masyriq). Maksud timur di sini adalah timur Madinah, sebab pada saat itu Nabi berada di kota Madinah. Berikut redaksi hadisnya:
حدثنا قبيصة، حدثنا سفيان، عن عبد الله بن دينار، عن ابن عمر رضي الله عنهما، قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: «الفتنة من ها هنا» وأشار إلى المشرق
Dari Ibnu Umar RA, ia berkata aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda “Ketahuilah sesungguhnya fitnah itu dari sana!” sedangkan berisyarat ke arah timur (HR. Al-Bukhari).
Sementara hadis yang diriwayatkan oleh Abi Sa’id al-Khudri menjelaskan soal ciri-ciri mereka seperti yang diterangkan oleh hadis berikut:
عن أبي سعيد الخدري عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: يخرج ناس من قبل المشرق يقرأون القرآن لا يجاوز تراقيهم يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية ثم لا يعودون فيه حتى يعود السهم إلى فوقه قيل ما سيماهم قال:سيماهم التحليق. رواه البخاري
Dari Abi Said Al-Khudri dari Nabi SAW, bersabda, “Akan lahir kelompok manusia dari arah timur, mereka membaca Al-Qur’an tetapi isi Al-Qur’an tidak melewati tenggorokan (tidak masuk ke dalam hati) mereka, mereka lepas dari agama sebagaimana anak panah lepas dari binatang buruan yang tertembus panah, mereka tidak akan kembali ke dalam agama, sehingga anak panah kembali ke atasnya (lubang yang ditembusnya).” Nabi ditanya, “Apa tanda-tanda mereka?” Nabi menjawab, “Tanda-tanda mereka adalah kepala plontos.” (H.R. Bukhari).
Percaya atau tidak, semua hadis di atas oleh sebagian ulama seperti Sayid Ahmad Zaini Dahlan dikatakan sebagai isyarat akan kemunculan aliran dalam Islam yang saat ini mengaku dirinya Salafi atau Wahabi. Seperti yang kita ketahui bahwa Wahabi muncul di Nejd, (tepatnya distrik Uyaynah). Tempat munculnya fitnah-fitnah. Daerah yang dulunya merupakan kampung halaman Musailamah al-Kadzab (yang mengaku dirinya nabi).
Namun, cukup disayangkan umumnya mereka (orang-orang Wahabi) tidak mau mengakui bahwa Nejd yang dimaksud adalah Nejd saat ini, Arab Saudi. Mereka justru berdalih bahwa maksud dari Nejd tersebut adalah Irak. Demikian sangat tidak logis, setidaknya karena beberapa alasan;
Pertama, perkataan “di Nejd kita” menunjukkan bahwa Nejd yang dimaksud adalah Nejd yang ada pada masa Nabi SAW. Dengan begitu, maka maksud dari maksud Nejd tersebut adalah Nejd, Arab Saudi. Sebab pada masa itu Irak tidak disebut Nejd.
Kedua, pada hadis yang lain riwayat Ibnu Umar diterangkan Nabi menyampaikan hadis tersebut sambil berisyarat ke arah timur. Jika kita melihat peta dunia, di mana saat itu Nabi berada di Madinah, otomatis yang paling pas adalah Nejd. Sebab Iraq ada di utara bukan di timur Madinah.
Ketiga, sepanjang sejarah peta dunia tidak pernah di sebutkan bahwa Iraq masuk bagian dari Nejd. Dengan sedikit pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud tempat yang menjadi medan munculnya fitnah besar adalah Nejd tempat lahirnya kelompok Wahabi atau saat ini masuk bagian wilayah Saudi Arabia. Kesimpulan ini tampak jelas bila menilik apa yang dipaparkan Sayyid Abdurrahman al-Ahdal bahwa “tidak perlu bagi kita untuk menolak golongan Wahabi melainkan cukup mengetahui apa yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ciri-ciri mereka adalah bercukur plontos atau gundul, sebab tidak ada satupun ahli bidah sebelumnya yang melakukan demikian”.[1]
Abd. Jalil | annajahsidogiri.id
[1] Fitnatul Wahabiyah li Sayyid Ahmad Zaini Dahlan hlm.19.