Al-Quran secara terminologi adalah kalāmullāh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ. Ia merupakan rujukan pertama para ulama dalam menggali sebuah hukum. Oleh karenanya, sudah barang tentu isi al-Quran merupakan kebenaran yang absolut. Sebab jika tidak maka akibatnya sangat fatal, akan ditemukan banyak kerancuan dan ketidak validan antar ayat satu dengan lainnya. Begitulah Ahlussunah wal Jamaah memandang keorisinilan al-Quran. Namun, berbeda dengan Syiah, mereka berkeyakinan bahwa al-Quran yang tersebar sekarang sudah tidak lagi murni. Banyak ayat-ayat yang hilang dari al-Quran. Nah, untuk meluruskan paham demikian, perlu kita bahas dalam kajian berikut ini.
Syiah memiliki keyakinan bahwa al-Quran yang sekarang sudah tidak lagi orisinal. Mereka meyakini bahwa al-Quran yang asli berada dalam pegangan imam yang sedang gaib (tersembunyi), di mana Imam tersebut akan muncuk kelak di akhir zaman.
Keyakinan syiah ini tidak lain karena beberapa faktor, di antaranya: Pertama, dalam keyakinan Syiah, al-Quran dibagi menjadi dua, yaitu: “Al-Quran Shāmit (diam) dan al-Qur’an nātiq (berbicara).” Maksud dari “Al-Quran Shāmit”dalam keyakinan Syiah adalah al-Quran yang tertulis di dalam mushaf. Sedangkan “Al-Qur’an nātiq”adalah ucapan para imam Syiah. Jadi, dalam pandangan Syiah, al-Quran yang ada sekarang tidak ada gunanya tanpa kehadiran seorang imam, karena hanya imam-imam Syiahlah yang bisa menjelaskan isi yang terkandung dalam “Al-Qur’an shāmit” tersebut. Keyakinan ini mereka pahami dari perkataan Sayidina Ali dalam kitab al-Fushûl al-Muhimmah berikut:
هذَا كِتَابُ الله الصَّامِتِ وَاَنَا كِتَابُ اللهِ النَّاطِقِ
“Al-Quran ini adalah kitab Allah as-shāmit (tanpa bersuara), dan saya kitab Allah an-natiq.”
Kedua, menurut Syiah tidak seorangpun yang bisa mengumpulkan al-Quran secara lengkap kecuali Sayidina Ali, dan siapa yang mengaku telah mengumpulkan al-Quran secara lengkap, maka dapat dipastikan orang itu pembohong. Ada banyak riwayat hadis versi Syiah yang menunjukan bahwa selain Sayidina Ali, tidak bisa mengumpulkan al-Quran secara lengkap. Di antaranya adalah perkataan Abu Jakfar dalam kitab al-Kâfî yang diriwayatkan oleh Jabir berikut:
“Dari jabir, ia berkata: ‘Saya mendengar Aba Jakfar berkata: ‘Tidak ada yang mengaku bahwa dia telah mengumpulkan al-Quran kecuali seorang pendusta, dan yang bisa mengumpulkan dan menghafal al-Quran seperti yang diturunkan pada mulanya hanyalah Ali’.”
Namun, pendapat syiah di atas sangatlah rapuh dan lemah secara nalar. Karena, andaikan al-Quran yang asli sedang berada di tangan para imam yang sedang bersembunyi (gaib), niscaya fungsi al-Quran sebagai sekaligus petunjuk bagi manusia tidaklah berfungsi. Padahal, Allah ﷻ menurunkan al-Quran agar menjadi petunjuk dan hujah bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 2 berikut:
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ
“Kitab itu (al-Quran) tidak ada keraguan sama sekali di dalamnya, dan (al-Quran) adalah petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa salah satu fungsi dari al-Quran sebagai petunjuk, dan bagaimana Syiah bisa mendapatkan petunjuk dari al-Quran jika al-Quran mereka berada di Imam mereka yng masih gaib.
Dari pemaparan di atas, bisa kita tarik benang merah bahwa pandangan Syiah tentang al-Quran yang ada saat ini, sangat berbeda dengan pendapat mayoritas umat Islam khususnya Ahlussunah wal Jamaah. Bahkan, keyakinan Syiah tersebut sangat tidak masuk akal serta kontradiksi dengan ayat-ayat al-Quran dan realita yang ada. Dari sini, bisa kita lihat secara objektif pendapat mana yang benar dan mana yang tidak benar, sehingga benar-benar tampak kebenaran yang hakiki.
Hasani Dahlan| Annajahsidogiri.id