Dari banyaknya gelar yang termuat dalam nash, baik al-Quran dan hadits, al-Masih adalah gelar yang dirasa menarik untuk dibahas. Mengingat empu dari gelar ini adalah Nabi Isa dan Dajjal yang tentu sudah kita ketahui keduanya memiliki perangai yang berbalik 180 derajat. apakah alasan di balik gelar tersebut tersemat pada keduanya?
Di antara nash yang menyebutkan istilah al-Masih dengan dikaitkan dengan Nabi Isa antara lain:
إِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ [
“Ingatlah ketika para Malaikat berkata: Wahai Maryam sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (firman) dari-Nya (yaitu seorang putra) namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah.” (QS. Ali Imrân [03]: 45)
Baca Juga: Turunnya Nabi Isa Menjelang Hari Kiamat (part 2)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ أَنْ يَنْزِلَ حَكَماً قِسْطاً وَإِمَاماً عَدْلاً فَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ وَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَتَكُونَ الدَّعْوَةُ وَاحِدَةً. فَأَقْرِئُوهُ أَوْ أَقْرِئْهُ السَّلاَمَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَأُحَدِّثُهُ فَيُصَدِّقُنِى فَلَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ قَالَ أَقْرِئُوهُ مِنِّى السَّلاَمَ. [رواه أحمد].
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Hampir saja Isa putra Maryam turun sebagai seorang hakim dan imam yang adil, ia akan membunuh babi dan menghancurkan salib, dan hanya akan ada satu dakwah (Islam), maka hendaknya kalian sampaikan kepadanya, atau sampaikanlah salam dari Rasulullah ﷺ. Aku menceritakannya dan ia membenarkanku, ketika datang masa ajalnya Abu Hurairah berkata: Sampaikanlah salam dariku kepadanya. (HR. Ahmad)
Sedangkan nash yang mengarah pada Dajjal di antaranya:
عَنْ أَبِى بَكْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَدْخُلُ الْمَدِينَةَ رُعْبُ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، لَهَا يَوْمَئِذٍ سَبْعَةُ أَبْوَابٍ، عَلَى كُلِّ بَابٍ مَلَكَانِ [رواه البخاري]
“Dari Abu Bakrah RA (diriwayatkan) dari Nabi ﷺ bersabda: Kejahatan al-Masih ad-Dajjal tidak dapat masuk kota Madinah, pada waktu itu ada tujuh pintu masing-masing dijaga oleh dua malaikat.” (HR. Bukhari)
Kata al-Masih sendiri dalam bahasa arab memiliki arti mengusap, menghapus, atau pergi, yang makna ini dapat berubah menyesuaikan dengan hal yang dikaitkan padanya. Ketika dikaitkan dengan Nabi Isa lafadz (المسيح) adakalanya bershigat (berbentuk) fail atau maful.
Ketika bersighat fail, maka alasan Nabi Isa mendapat gelar al-masih adakalanya karena beliau kerap mengusap orang-orang yang sakit dan mereka sembuh, atau karena beliau berjalan di muka bumi dalam waktu singkat guna memberi petunjuk pada makhluk.
Ketika bersighat maful, adakalanya karena beliau diusapi dengan keberkahan, atau karena telapak kaki beliau rata (tidak memiliki lekukan seperti kaki pada umumnya).
Baca Juga: Kemunculan al-Masih Dajal Sebagai Tanda Kiamat
Adapun alasan Dajjal mendapat gelar sebagai al-Masih adakalanya karena ia berjalan di muka bumi dalam waktu yang relatif singkat untuk menyesatkan manusia, atau kerena salah satu matanya terhapus (rusak atau buta)[1]
Berikut pernyataan Imam Ibn Atsir mengenai hal ini:
يقول ابن الأثير: «سمي الدجال مسيحاً، لأن عينه الواحدة ممسوحة، والمسيح، الذي أحد شقي وجهة ممسوح لا عين له ولا حاجب فهو فعيل بمعنى مفعول، بخلاف المسيح ابن مريم فإنه فعيل بمعنى فاعل، سمي به لأنه كان يمسح المريض فيبرأ بإذن الله»
Ibn atsir berkata Dajjal disebut Masih, karena satu matanya terhapus, yakni satu sisi wajahnya dihapus dalam artian tidak memiliki mata atau alis, jadi lafadz al-masîh, di sini bermakna maf’ul, bedahalnya dengan Nabi Isa yang bermakna fail, sehingga dinamakan demikian karena dia biasa mengusap orang-orang sakit dan mereka sembuh dengan izin Allah.[2]
Jadi, dapat disimpulkan lafadz al-Masih yang menjadi gelar Nabi Isa dan Dajjal adalah dua gelar yang memiliki makna berlawanan, juga memiliki makna ganda yang mana maknanya dapat berubah menyesuaikan pada sesuatu yang dikaitkan padanya.
Muhammad Aminulloh | AnnajahSidogiri.ID
[1] Syeikh Ahmad bin Muhammad bin Showi al-Maliki, Hasiyatus-Showi ala tafsir Jalalain, Dar-Al-kutub al-Ilmiyah,
juz 1, hal. 205
[2] Ibn Atsir, Jami’ul usul fi Ahâdîtsir-Rasûl, juz 4, hlm.204