Pertanyaan
Apakah orang yang sudah meninggal mengetahui perilaku orang yang masih hidup?
Hamba Allah | Via Whatsapp
Jawaban
Sebagai orang Islam, kita wajib memercayai keberadaan kehidupan setelah kematian. Allah berfirman,
اَلَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكًمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Dialah Zat yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang paling bagus amalnya.” (Q.S. al-Mulk : 2)
Kehidupan yang dimaksud adalah kehidupan di alam barzakh. Saat itu mayat akan merasakan hasil dari perbuatan yang ia lakukan di dunia, baik kebaikan yang akan menuai kenikmatan di alam barzakh maupun keburukan yang akan berbuah balasan setimpal. Orang Islam yang masih hidup selayaknya mendoakan dan membantu mayat agar ia bisa selamat di alam barzakh. Dengan kata lain mendoakan, membacakan tahlil, berziarah, dan bertawasul kepadanya andaikan ia orang shaleh.
Kemudian apakah mayat yang dibacakan tahlil dan yang lainnya bisa mendengarkan bacaan itu? Lebih lanjut, apakah ia juga bisa mengetahui perbuatan-perbuatan orang yang masih hidup, karena tidak menutup kemungkinan jika ia mendengar maka ia juga bisa mengetahuinya?
Memang benar mayat tidak bergerak sama sekali, tetapi sebenarnya ia tetap bisa mendengar seperti halnya saat masih hidup. Dalam kitab Shahih Bukhori dan Shahih Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda,
الْعَبْدُ إِذَا وُضِعَ فِى قَبْرِهِ ، وَتَوَلَّىَ وَذَهَبَ عَنْهُ أَصْحَابُهُ حَتَّى إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ ، أَتَاهُ مَلَكَانِ فَيَقُولاَنِ لَهُ : مَا كُنْتَ تَقُولُ فِى هَذَا الرَّجُلِ مُحَمَّدٍ ﷺ؟ فَيَقُولُ أَشْهَدُ أَنَّهُ عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ . فَيُقَالُ انْظُرْ إِلَى مَقْعَدِكَ مِنَ النَّارِ ، أَبْدَلَكَ اللَّهُ بِهِ مَقْعَدًا مِنَ الْجَنَّةِ – قَالَ النَّبِىُّ ﷺ : فَيَرَاهُمَا جَمِيعًا. وَأَمَّا الْكَافِرُ أو الْمُنَافِقُ فَيَقُولُ : لاَ أَدْرِى ، كُنْتُ أَقُولُ مَا يَقُولُ النَّاسُ . فَيُقَالُ : لاَ دَرَيْتَ وَلاَ تَلَيْتَ . ثُمَّ يُضْرَبُ بِمِطْرَقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ ضَرْبَةً بَيْنَ أُذُنَيْهِ ، فَيَصِيحُ صَيْحَةً يَسْمَعُهَا مَنْ يَلِيهِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ
“Apabila seorang hamba diletakkan di dalam kuburnya, lalu teman-temannya berpaling dan pergi meninggalkannya hingga ia benar-benar mendengar ketukan sandal mereka, maka ia didatangi oleh dua orang malaikat. Lalu kedua malaikat itu bertanya kepadanya: ‘Apa yang dahulu kamu katakan tentang laki-laki ini, Muhammad?’ Ia menjawab: ‘Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan utusanNya’. Lalu dikatakan kepadanya: ‘Lihatlah tempat dudukmu di neraka. Allah telah menggantinya dengan tempat duduk di surga’.” Nabi SAW bersabda: “Maka dia melihat kedua tempat duduknya itu semua. Sedangkan orang kafir atau munafiq, ia akan menjawab: ‘Aku tidak tahu. Aku dahulu mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang’. Maka dikatakan kepadanya: ‘Kamu tidak tahu dan tidak membaca’. Kemudian ia dipukul dengan palu dari besi tepat di antara kedua telinganya. Maka ia pun menjerit dengan jeritan yang bisa didengar oleh makhluk yang ada di dekatnya, kecuali dua makhluk yang berat (bangsa jin dan manusia).”[1]
Selain itu, beliau juga bersabda bahwa mayat Ketika digotong menuju pemakamannya dia berbicara,
إِذَا وُضِعَتِ الْجِنَازَةُ وَاحْتَمَلَهَا الرِّجَالُ عَلَى أَعْنَاقِهِمْ ، فَإِنْ كَانَتْ صَالِحَةً قَالَتْ قَدِّمُونِى .وَإِنْ كَانَتْ غَيْرَ صَالِحَةٍ قَالَتْ يَا وَيْلَهَا أَيْنَ يَذْهَبُونَ بِهَا يَسْمَعُ صَوْتَهَا كُلُّ شَىْءٍ إِلاَّ الإِنْسَانَ ، وَلَوْ سَمِعَهُ صَعِقَ
“Apabil jenazah diletakkan dan dipukul oleh beberapa orang pria di atas pundak mereka, maka jika jenazah itu adalah orang saleh ia akan berkata: ‘Majukanlah aku’. Dan jika jenazah itu tidak saleh ia akan berkata: ‘Oh celaka! Kemana mereka hendak membawanya?’ Suaranya bisa didengar oleh apa saja kecuali manusia. Seandainya manusia mendengarnya, ia pasti pingsan.”[2]
Begitu juga para sahabat Rasulullah saw pernah melihat beliau berbicara dengan orang yang sudah mati sehingga menimbulkan pertanyaan di benak mereka, hanya saja Nabi menjawabnya Ketika mereka menanyakan hal tersebut. Berikut hadisnya,
أشرَف النَّبِي صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَلَى أَهْلِ القَلِيْبِ فَقَالَ : يَا أَهْلَ القليبِ هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا ؟ فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ وَهَلْ يَسْمَعُوْنَ ؟ قَالَ : يَسْمَعُوْنَ كَمَا تَسْمَعُوْنَ وَلَكِنْ لَا يَجِيْبُوْنَ
“Nabi Muhammad saw menemui mayat ahli Qalib lalu berkata : “wahai ahli Qalib, apakah kalian benar-benar merasakan sesuatu yang telah dijanjikan tuhan kalian?”. Sahabat bertanya : “ wahai Rasulullah saw, apakah mereka bisa mendengarkan?”. Beliau menjawab : “mereka mendengar sebagaimana kalian mendengar, akan tetapi mereka tidak bisa membalasnya”.[3]
Dari penjelasan dalil-dalil diatas sudah jelas bahwa mayat tetap bisa mendengar dan melihat perbuatan yang dilakukan oleh orang yang masih hidup.
Adapun dalil terkait mayat mengetahui perbuatan orang yang masih hidup adalah fatwa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah Ketika ditanya apakah mayat bisa mengetahui perbuatan orang yang masih hidup. Berikut fatwa beliau di dalam kitab fatwanya,
وَسُئِلَ عَنْ الْأَحْيَاءِ إذَا زَارُوا الْأَمْوَاتَ هَلْ يَعْلَمُونَ بِزِيَارَتِهِمْ ؟ وَهَلْ يَعْلَمُونَ بِالْمَيِّتِ إذَا مَاتَ مِنْ قَرَابَتِهِمْ أَوْ غَيْرِهِ ؟ .
الْجَوَابُ
فَأَجَابَ : الْحَمْدُ لِلَّهِ نَعَمْ قَدْ جَاءَتْ الْآثَارُ بِتَلَاقِيهِمْ وَتَسَاؤُلِهِمْ وَعَرْضِ أَعْمَالِ الْأَحْيَاءِ عَلَى الْأَمْوَاتِ ، كَمَا رَوَى ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ : قَالَ : { إذَا قُبِضَتْ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ تَلَقَّاهَا الرَّحْمَةُ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ كَمَا يَتَلَقَّوْنَ الْبَشِيرَ فِي الدُّنْيَا فَيُقْبِلُونَ عَلَيْهِ وَيَسْأَلُونَهُ فَيَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضِ : أَنْظِرُوا أَخَاكُمْ يَسْتَرِيحُ فَإِنَّهُ كَانَ فِي كَرْبٍ شَدِيدٍ . قَالَ : فَيُقْبِلُونَ عَلَيْهِ وَيَسْأَلُونَهُ مَا فَعَلَ فُلَانٌ وَمَا فَعَلَتْ فُلَانَةُ هَلْ تَزَوَّجَتْ }.
“Ibnu Taimiyah ditanyakan tentang orang-orang yang masih hidup Ketika mereka berziarah kepada orang yang sudah mati, apakah mereka mengetahui ziarah orang-orang yang masih hidup tersebut? Dan apakah mayit mengetahui mereka adalah kerabatnya atau bukan?”.
Beliau menjawab : segala puji bagi Allah. Iya, banyak atsar yang menerangkan bertemunya mereka dan saling bertanyanya mereka dan menampakkan perbuatan-perbuatan orang yang masih hidup kepada orang yang sudah mati, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Ayyub al-Anshari, beliau beekata : “Ketika jiwanya orang yang beriman dijabut maka akan disambut dengan rahmat dari hamba-hamba Allah sebagaimana mereka menyambut orang yang bahagia di dunia maka mereka akan menyambutnya dan menanyakannya lalu sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, lihatlah teman kalian yang sedang beristirahat sesungguhnya ia dalam keadaan yang sangat susah. Dia berkata : “lalu mereka menyambutnya dan menanyakannya, apa yang dilakukan fulan dan apa yang dilakukan fulanah, apakah sudah kawin”.[4]
Kemudian mari renungi dan pahami sebuah cerita yang diriwatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya (memiliki nama asli al-Hafidz Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Ubaid bin Sufyan bin Qais al-Baghdady al-Umawi al-Qurasyi) tentang Shadaqah bin Sulaiman al-Ja’fary yang pernah bertemu ayahnya yang sudah mati, ternyata ayahnya senang karena anaknya tersebut melakukan perbuatan baik yang diketahui oleh ayahnya walaupun sudah mati. Cerita tersebut terdapat dalam Kitabut-Tawwabin Li Abdillah bin Qudamah sebagaimana berikut,
تَوْبَةُ صَدَقَة بنْ سُلَيْمَان الجَعْفَرِيْ وَذَكَرَ ابْنُ أَبِيْ الدُّنْيَا قَالَ حَدَّثَنِيْ مُحَمَّدِ بن الحُسَيْن حَدَّثَنَا خَالِد بْن عَمْرو القُرَشِيّ حَدَّثَنَا صَدَقَة بن سُلَيْمَان الجَعْفَرِي قَالَ كَانَتْ بِي شُرَّة سمجة فَمَاتَ أَبِيْ فَأَبِتُ وَنَدَمْتُ عَلَى مَا فَرطْتُ ثُمَّ زَلَلْتُ زَلةً فَرَأَيْتُ أَبِيْ فِي المَنَامِ فَقَالَ أَي بَنِي مَا كَانَ أَشد فرحي بك وأعمالك تعرض علي فنشبهها بأعمال الصالحين قال خالد وكان عبد ذلك قد خشع ونسك
“Taubatnya Shadaqah bin Sulaiman al-Ja’fari, Ibnu Abi ad-Dunnya berkata, menceritakan kepadaku Muhammad bin al-Husain, menceritakan kepadaku Khalid bin Amr al-Qurasyi, menceritakan kepadaku Shadaqah bin Sulaiman al-Ja’fari, ia berkata : aku pernah melakukan kejelekan lalu ayahku mati sehingga aku berhenti dan menyesali sesuatu yang berlebihan padaku, lalu aku melakukan kejelakan lagi, lalu aku melihat ayahku dalam mimpi, ia berkata : wahai anakku sesungguhnya sesuatu yang membuatku sangat senang darimu adalah perbuatan-perbuatanmu yang ditampakkan kepadaku yang perbuatan tersebut seperti perbuatan orang-orang shaleh, Khalid berkata : ia beribadah dengan khusuk.”[5]
Terakhir, kami harus meluruskan asumsi kelompok salafi-wahabi yang tidak mempercayai bahwa mayat bisa mendengar, melihat, dan mengetahui perbuatan orang yang masih hidup dengan berlandaskan ayat al-Qur’an yang berupa,
إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Sesungguhnya kamu tidak bisa memperdengarkan orang yang sudah mati.” (Q.S. an-Naml : 80)
Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dalam kitab monumentalnya Mafahim Yajibu An Tushahhah, menjelaskan bahwa maksud ayat tersebut adalah mayat tidak bisa menjawab panggilan orang yang masih hidup dan tidak bisa melaksanakan perintah atau menjauhi larangannya walaupun mereka tetap mendengarnya secara jelas.[6] Wassalam.
Muhaimin | Annajahsidogiri.id
[1] صحيح مسلم (8/ 161), صحيح البخاري (2/ 90)
[2] صحيح البخاري (2/ 86)
[3] مسلم المعجم الكبير (7/ 165)
[4] مجموع فتاوى ابن تيمية (5/ 477)
[5] كتاب التوابين لعبدالله بن قدامه (ص: 221)
[6] مفاهم يجب أن تصحح (184)
Comments 0