Para sahabat merupakan manusia terbaik setelah para nabi dan rasul. Oleh karena itu, mereka pasti memiliki sifat adil dan tidak menyandang sifat fasik. Konflik apapun yang terjadi di antara mereka, tidak akan pernah melepaskan diri mereka dari sifat adil. Dalam kitab Minhatul-Hamîd fî Syarhi Jauharatit-Tauhîd, K.H. Qoimuddin menguak sebuah alasan mengapa para sahabat bisa mencapai derajat itu. Mereka memperoleh derajat tersebut tidak lain karena berkah melihat dan berkumpul dengan Rasulullah ﷺ dalam keadaan beriman. Setinggi mana pun derajat yang dicapai oleh generasi setelahnya, tidak akan pernah bisa sederajat shahabat yang baru masuk Islam.
Pernyataan bahwa para shahabat merupakan orang yang menyandang gelar adil tentu tidak berangkat dari ruang kosong. Apalagi mengabaikan dua sumber penting Islam, al-Qur’an dan hadis. Dalam al-Qur’an Allah ﷻ mendeklarasikan keutamaan sahabat dengan redaksi:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali Imran: 110)
Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab al-Iklîl fî Istinbâtit Tanzîl menegaskan bahwa yang dimaksud umat terbaik dalam ayat di atas adalah para shahabat. Karena secara hakikat, khitab dalam ayat tersebut tertuju kepada orang yang hadir bersama Nabi ﷺ ketika ayat tersebut turun. Meski, khitab ayat tersebut mencakup seluruh umat Islam. Oleh karena itu, para shahabat dipastikan memiliki sifat-sifat agung dan pekerjaan terpuji yang menjadikan mereka menyandang sifat adil.
Rasulullah ﷺ juga memproklamasikan mengenai sifat adil para shahabat. Beliau bersabda:
خَيْرُ الْقُرُوْنِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ يَجِيْئُ قَوْمٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ اَحَدِهِمْ يَمِيْنَهُ وَيَمِيْنُهُ شَهَادَتَهُ
“Sebaik-baiknya masa ialah masaku, kemudian masa setelahnya dan setelahnya lagi, kemudian akan datang suatu kaum yang akan mendahulukan persaksian salah satu dari mereka daripada sumpahnya, dan mendahulukan sumpahnya daripada persaksiannya” (HR. al-Bukhari)
Hadis ini secara jelas memaparkan bahwa para shahabat merupakan generasi terbaik, sehingga sifat adil tidak mungkin lepas dari pemilik generasi tersebut. Jika tidak, niscaya terjadi cacat pada sabda Nabi ﷺ, sedangkan itu mustahil adanya.
Imam Ibnu al-Anbari berkata dalam kitabnya Fathul Mughîts, bahwa yang dimaksud adil bagi para shahabat bukanlah terjaga atau terlindungi dari berbuat dosa. Karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang yang maksum seperti para Nabi dan Rasul. Akan tetapi, yang dimaksud adalah diterimanya riwayat hadis mereka tanpa bersusah payah mencari sebab-sebab atas sifat adil mereka.
Syauqi | Annajahsidogiri.id