Akidah merupakan aspek terpenting dalam Islam. Namun tentu mempelajarinya tidaklah mudah, malah bisa berakibat fatal bila gagal paham. Maka dari itu, diperlukan pembelajaran akidah kepada anak sejak usia dini agar lebih siap untuk menghadapi pembelajaran akidah yang lebih mendalam. Hanya saja maaslahnya, porsi anak berbeda dengan porsi dewasa. Pasti perlu tekhnik khusus dalam mengajarkan akidah anak. Bagaimanakah itu? Marilah kita simak wawancara Ghazali dari Annajahsidogiri.id kepada Mas Jibril Nawa, selaku Ketua Umariyah beberapa waktu yang lalu.
Pentingkah pembelajaran akidah untuk anak usia dini?
Tentu penting sebab akidah adalah dasar bagi ilmu-ilmu lainnya. Bahkan waktu terbaik untuk menerima ilmu akidah adalah masa kanak-kanak.
Umpama kendaraan, akidah adalah bahan bakar dari kendaraan. Sebelum kita merakit kerangka kendaraan, kita mesti siapkan dulu bbm-nya. Agar ketika kendaraan itu siap digas, siap melaju kencang. Tapi bila kendaraan kosong dari BBM, secanggih apa pun fiturnya tidak akan bisa berjalan.
Oleh karena itu, ilmu akidah menjadi ilmu yang paling utama secara mutlak.
وَأَفْضَلُ اْلعُلُوْمِ بِاْلإِطْلَاقِِ * عِلْمٌ بِهِ مَعْرِفَةُ اْلخَلَّاقِ
“Paling utama ilmu secara mutlak adalah ilmu mengetahaui Tuhan yang Maha Pencipta.”
Samakah cara mendidik akidah antara anak kecil dan orang dewasa?
Ilmu akidah, seperti halnya ilmu-ilmu lain, punya lapisan permukaan sampai lapisan terdalam. Tidak bisa seorang pemula langsung dijejali ilmu lapisan terdalam, tapi mesti diajari secara bertahap.
Jadi tentu berbeda antara pendekatan kepada anak-anak dan orang dewasa. Pendekatan dakwah para nabi saja berbeda-beda tergantung sasaran dakwahnya.
Apakah ada tahapan tertentu dalam mendidik akidah anak usia dini?
Ulama sudah menulis banyak sekali kitab-kitab akidah dasar yang sangat pas untuk diajarkan kepada anak-anak. Seperti ‘Aqidatul-‘Awam dan Aqidatu Ahlil-Islam karya Imam Abdullah al-Haddad.
Tapi lebih penting dari itu, orangtua perlu juga menyisipkan ilmu akidah di aktivitas keseharian. Pendekatan semacam itu akan lebih melekat di memori anak-anak.
Adakah batasan-batasan tertentu dalam mendidik akidah anak?
Ilmu akidah banyak sekali manfaatnya. Tapi resikonya juga besar. Sehingga pelajar harus bijak betul di dalam mengkaji ilmu tersebut. Apalagi bagi anak-anak. Ada rambu-rambu yang harus diperhatikan betul oleh pengajar, agar ilmu akidah yang disampaikan menjadi “penyelamat”, bukan “jurang kesesatan” yang menyengsarakan.
Oleh karena itu sebagian ulama ternama seperti Imam Abdullah al-Haddad, mengumpamakan ilmu akidah seperti obat yang hanya digunakan untuk mengobati sakit. Bila over dosis, maka obat tidak lagi menyembuhkan tapi mematikan.
Oleh karena itu, pengajar harus mengajar ilmu akidah dengan tegas. Jangan sampai membuka peluang masuknya pikiran-pikiran melenceng ke hati suci anak-anak.
Pesan antum bagi para pendidik dalam mendidik anak?
Bijaklah di dalam mengajar akidah, terutama bila audiensnya masih anak-anak. Jangan paksa audiens beradaptasi dengan kita, tapi kitalah yang mestinya berupaya menyesuaikan diri dengan mereka.
Tidak semua yang kelihatannya keren, itu keren di setiap keadaan. Tergantung. Contoh sederhananya, salat dengan memperpanjang bacaan. Apakah tidak baik? Sangat baik. Bahkan Sayidina Usman radhiyallahu anhu pernah khatam Al-Qur’an dalam satu rakaat. Tapi Nabi صلى الله عليه وسلم menegur Sayidina Muadz ketika beliau memperpanjang bacaan saat mengimami salat.
!أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذ؟
Perlu bijak dalam berbicara. Menyesuaikan dengan audiensnya.