Banyak yang berasumsi bahwa manusia berada di bawah kendali takdir. Mereka menjadikan takdir sebagai alasan untuk lari dari ikhtiar. Oleh karenanya sering kali kita temukan ungkapan yang seakan putus asa kepada takdir bahkan untuk hal yang negatif sekalipun.
Dalil yang sering mereka paparkan adalah hadis yang berbunyi :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلَاِئقِ قَبْلَ اَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضِ بِخَمْسِيْنَ اَلْفِ سَنَةٍ قَالَ وَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
“Allah mencatat takdir-takdir makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi dengan selisih lima puluh tahun”. (HR. Muslim)
Memang pada dasarnya seluruh takdir makhluk telah tertulis di Lauhul Mahfudz. Takdir yang telah tertulis tersebut dalam teori Ilmu Kalam dikenal dengan istilah qada’. Sedangkan wujud pekerjaan yang tentunya akan cocok dengan apa yang telah tertulis di Lauhul Mahfudz itu dikenal dengan istilah qadar. Namun, perlu kita ketahui dalam aqidah Asyairah, Imam Abu Hasan al-Asyari membagi pekerjaan manusia menjadi dua bagian; pekerjaan idhtirari dan pekerjaan ikhtiari.
Baca Juga: Hubungan Takdir dan Ikhtiar
Seluruh aktivitas yang ada diluar kontrol manusia seperti menggigil ketika demam, getar yang ditimbulkan efek nervous dan aktivitas bawah sadar manusia disebut idhtirari. Dalam hal ini ulama sepakat bahwa seluruh pekerjaan idhtirari ada di bawah kendali takdir sehingga manusia tidak bisa berperan di dalamnya. Sedangkan aktivitas yang masih berada di bawah kontrol manusia disebut ikhtiari dan dalam hal inilah peran ikhtiar manusia ikut andil.
Jadi, keimanan terhadap takdir Allah tidak bisa dijadikan alasan untuk malakukan maksiat. Misalnya, seorang pencuri tidak bertaubat dengan alasan takdir Allah, sebab Allah telah memudahkan manusia untuk memilih jalan takdirnya dengan menciptakan ikhtiar.
Begitu juga ada kekuatan takdir dalam setiap aktivitas yang ada di bawah kontrol kita. Analogi paling nyata yang dapat kita ilustrasikan dalam hal ini adalah adanya usaha (ikhtiar) seseorang ketika mengangkat batu besar dibantu orang yang lebih kuat. Dia tidak akan bisa mengangkat batu itu tanpa adanya bantuan orang lain.
Dalam pembahasan ini Syekh Ibnu Ataillah as-Sakandari dalam salah satu kalam hikmahnya mengungkapkan:
سَوَابِقُ الْهِمَمِ لَا تَخْرِقُ اَسْوَارَ الْاَقْدَارِ
“Keinginanmu bila tidak bersamaan dengan takdir Allah maka tidak akan ada”.
Abdul Muid | Annajahsidogiri.id