Sampai detik ini, kaum feminisme masih menggembar-gemborkan bahwa poligami adalah sebuah bentuk diskriminasi agama, pelanggaran HAM dan sebagainya. Untuk lebih menguatkan asumsi tersebut, mereka dengan berani menjadikan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai dalil.
Hadis yang dimaksud adalah hadis yang termaktub dalam kitab Shahih Muslim, diceritakan dari Miswar bin Makhramah dari Ali bin Husain bahwa Ali bin Abi Thalib hendak melamar putri Abu Jahal untuk dijadikan istri mudanya, sedangkan saat itu Ali masih beristri Siti Fatimah. Ketika Fatimah mendengar hal tersebut maka ia menghadap Rasulullah SAW, lantas Fatimah berkata, ” Sesungguhnya, kaum Anda mengakatan bahwa Anda tidak akan pernah marah untuk membela putri Anda. Ini, Ali, akan menikahi anak Abu Jahal.”
Penjelasan Hadis
Miswar berkata bahwa Nabi SAW berdiri kemudian bersabda, “Amma Ba’du, aku telah menikahkan puteriku terhadap Abu al Asr bin ar-Rabi’ dan dia setia serta jujur terhadapku. Sesungguhnya, Fatimah bagian dari diriku, apa yang menyakitinya juga akan menyakitiku. Demi Allah! Tidak akan pernah bisa berkumpul puteri Rasulullah dengan puteri musuh Allah dalam pangkuan satu orang suami. Selamanya.” Maka Ali RA membatalkan rencana lamarannya (HR. Muslim).
Hadis ini dijadikan senjata oleh mereka bahwa nabi melarang umatnya untuk berpoligami, padahal Nabi SAW melarang Sayidina Ali sebab yang hendak beliau lamar adalah putri Abu Jahal. Apa kata dunia jika hal itu sampai terjadi?
Baca Juga: Dr. Adian Husaini: Tugas Perempuan dan Laki-Laki Sama
Memang tidak sedikit orang yang berpoligami cenderung “menyimpang” dari tuntunan agama, seperti tidak adil dalam penggiliran, lebih sayang pada istri muda dibandingkan istri tua dan pilih-pilih dalam membagikan harta.
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا۟ فِى ٱلْيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ فَوَٰحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُوا۟
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Mengenai ayat ini, ada sebuah riwayat dari Said bin Jubair, Qatadah, Rabi’ dan Sadi, terdapat suatu kaum yang menjauhi masalah harta anak yatim dan memberikan mahar sedikit kepada istri-istri mereka. Mereka menikah dengan seenaknya sendiri. Terkadang mereka berbuat adil terkadang juga sebaliknya. Ketika mereka bertanya mengenai anak yatim maka Allah menurunkan ayat ini.
Dalam ayat di atas, anak yatim disamakan dengan perempuan karena sama-sama mempunyai sifat lemah. Ibnu Abbas sendiri menyatakan perintah untuk menikah dua, tiga atau empat wanita dalam ayat ini bukan tanpa syarat. Ayat ini menuntut harus bisa berbuat adil dalam nafkah lahir maupun batin. Jika tidak mampu maka dituntut untuk menikahi satu wanita saja.
Kesimpulannya poligami dalam Islam merupakan hal mubah. Namun, bagi yang hendak melakukannya harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Dengan demikian akan tercipta rumah tangga harmonis. Jika tidak mampu cukup beristri satu agar tidak terjadi kekacauan dalam rumah tangga.
Kesimpulan
Syekh Khudlari mengatakan dalam kitabnya, Poligami bukan bagian dari syiar prinsipil yang harus dipraktikkan dalam pandangan Allah dan Rasulullah sebagai pembuat syariat Islam. Poligami bagian dari mubah yang pertimbangannya berpulang kepada individu mukalaf. Jika seseorang mau, ia dapat berpoligami. Jika ia memilih monogami, dia boleh mengabaikan poligami sejauh tidak melewati batas.
M Nuril Ashabi Lutfi | Annajahsidogiri.id