Syekh Ahmad ibnu Abdul Halim ibnu Taimiyah, yang kita kenal dengan sebutan Ibnu Taimiyah merupakan cucu dari sosok ulama terpandang di kalangan Hanabilah. Beliau lahir pada tahun 661 H. Bertempat di Jazirah Ibnu Amr (Sungai Tigris/Dajlah), lalu ayahnya yang bernama Syekh Abdul Halim membawanya pindah dari daerah Harran menuju ke Damaskus, untuk menghindari serangan dari tentara Tar-tar pada tahun 667 H.
Imam as-Subki merupakan salah satu ulama yang menjuluki Ibnu Taimiyah sebagai:
امام المدرسة الحشوي
‘Rektor Universitas Kepicikan.”
Menurut beliau, hal itu bermula dari syairnya yang kontroversial. Berfatwa kesana kemari yang tak bersumber, tentang menshifati Allah Yang Maha Suci dari apa yang dia sangka kepadanya.
Imam Hafidz Taqiuddin Ali bin Abdul Kafi as-Subki. Merupakan salah satu dari kebanyakan ulama yang hidup di masanya, telah menuturkan dalam kitabnya, “Telah banyak perlakuan Ibnu Taimyah yang membidahkan apa yang berkaitan dengan akidah.”
Pernah terjadi sebuah tragedi yang menghebohkan suasana di dalam masjid Umawi, sebab ceramahnya Ibnu Taimiyah mengenati tentang ayat istiwa’ seraya berkata, “Allah bersemayam di atas arsynya seperti bersemayamnya aku di atas kursi ini.” secara spontanitas masyarakat bergegas menghampirinya, untuk menurunkannya dari kursi, sebagain lain melempari dan memukulnya dengan sandal.
Sekilas Asal Mula Ibnu Taimiyah Kontroversial
Kesalahan yang banyak dilakukan oleh Ibnu Taimiyah mengenai masalah furu’iyah dan pokok agama (ushul). Di antaranya telah menyalahi ijma’ dan pendapat rajih, meski banyaknya nasihat yang telah disampaikan oleh para ulama’ agar bertaubat dari perkataaan dan keyakinannya, tapi dia selalu mengabaikannya dan mengingkari janjinya. Perlakuannya yang kemudian para ulama’ sepakat untuk menjerumuskannya ke penjara, setelah banyaknya peringatan dari ulama’ dan para penguasa untuk mewaspadai dan menjauhinya, seperti kutipan dalam Ibnu Syakir al-Kutbi (sebagai muridnya sendiri), hingga Sultan Muhammad bin Qalawun membuat keputusan resmi, agar dibaca di semua masjid daerah Syam dan Mesir.
Hingga golongan mereka salafi wahabi tidak dapat mengingkari kenyataan sejarah diatas. Mereka pin mengakuinya hingga tidak ada alasan untuk membantah , apalagi untuk mengingkarinya. Akidah yang semacam itu sudah jelas terpapar dalam kitab Ibnu Taimiyah, salah satunya minhaj as-sunnah, al muwafaqah, dan karangan kitabnya yang lain.
M. Fadil | Annajahsidogiri.id