Israiliyat adalah riwayat-riwayat yang diceritakan oleh ulama ahlul-Kitab yang masuk Islam. Mereka meriwayatkan cerita Israiliyat berdasarkan pemahaman mereka terhadap kitab Taurat dan Injil. Sebagaimana maklum diketahui, kedua kitab tersebut merupakan kitab yang diturunkan pada Nabi Mereka; Nabi Musa dan Nabi Isa.
Menurut Dr. Muhammad Hushain adz-Dzahabi, embrio kemunculan Israiliyat ini bermula dari empat ulama ahlul-Kitab yang masuk Islam. Mereka adalah Abdullah bin Salam (keturunan Nabi Yusuf bin Ya’qub), ka’ab al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, dan Abdul-Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Keempatnya menggunakan metode Israiliyat guna memahami isi yang terkandung dalam al-Qur’an. (Tafsîrul-Mufassirîn (1/169-170).
Terlepas dari historis singkat di atas, riwayat Israiliyat ada yang dipandang sesuai dengan dua sumber utama Islam, yakni al-Qur’an dan hadis. Dan ada pula yang tidak sesuai dengan keduanya. Di antara kisah yang dipandang benar adalah kisah yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Umar berikut:
“Ada sekelompok dari golongan Yahudi menemui Nabi Muhammad ﷺ dengan membawa seorang laki-laki dan perempuan yang telah berzina. Nabi pun menyakan pada mereka, ‘Bagaimanakah kalian menghukumi orang yang telah melakukan zina?’ Mereka menjawab, ‘kami biarkan dia kepanasan, dan kami juga memukulinya.’ Nabi bertanya lagi, ‘Apakah kalian tidak menemukan ayat yang menjelaskan hukum rajam dalam kitab Taurat?’ Mereka pun menimpali, ‘Kami tidak menemukan ayat itu dalam kitab Taurat’.”
Mendengar pernyataan dari orang Yahudi, Abdullah bin Salam kemudian menegurnya sembari berkata, ‘Kalian telah berbohong, datangkanlah kitab Taurat dan bacalah jika kau memang jujur’.
Dibawalah kitab Taurat ke hadapan mereka. Mereka pun mulai membacanya, namun ada bagian yang mereka tutupi dengan telapak tangannya sehingga tidak dibaca. Melihat hal itu, Abdullah bin Salam pun membuka bagian yang ditutupi seraya mengatakan, ‘Apa ini?’ Hal itu membuat orang Yahudi terbungkam. Pada akhirnya, kedua orang yang zina tadi ditetapkan hukuman rajam.” (HR. Al-Bukhari).
Adapun riwayat Israiliyat yang tidak bisa diterima, salah satu di antaranya adalah penafsiran para ulama tafsir mengenai surah Shād [38]: 21-24 yang mengungkapkan kisah berikut:
“Dan dikatakan bahwa Uriya telah melamar seorang perempuan cantik dan keluarganya telah menerima lamarannya. Kemudian Nabi Dawud melamar perempuan itu ketika Uriyah sedang tidak ada di tempat karena ia sedang melaksanakan tugas berperang. Lalu perempuan itu bersedia dinikahi oleh Nabi Dawud karena memandang kedudukannya”.
Baca juga : Riwayat Israiliyat dan Sejarah Kemunculannya
Imam Ibnu katsir menegaskan bahwa kisah ini tentu tidak bisa dibenarkan dalam kacamata syariat maupun akidah. Pertama, karena dalam syariat Nabi Dawud tidak dibenarkan melamar seorang perempuan yang sudah dilamar oleh orang lain, sebagaimana dalam syariat Nabi Muhammad ﷺ. Kedua, karena dalam kacamata akidah perlakuan tersebut dapat mengurangi derajat kenabian yang ada pada Nabi Dawud. Seperti yang sudah diketahui, bahwa para Nabi telah dijaga oleh Allah ﷻ dari secuil perbuatan dosa” (Tafsîrul-Qur’ânil-‘Adzhîm (4/28).
Dari contoh riwayat Israiliyat yang telah dikemukakan oleh penulis di muka, perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana cara memilah riwayat Israiliyat dengan tepat. Mengenai hal ini, Dr. Muhammad Husain adz-Dzahabi dalam karyanya yang bertajuk Tafsîrul-Mufassirîn (1/79) membagi Israiliyat menjadi tiga kriteria:
Pertama, Riwayat Israiliyat yang telah diketahui keshahihannya dari Nabi Muhammad ﷺ. Bila demikian, maka boleh menerima riwayat Israiliyat.
Kedua, riwayat yang kebohongannya sudah tidak diragukan lagi, sebab secara kacamata syariat sangat bertentangan. Maka riwayat yang sedemikian tidak diterima, apalagi dibuat hujah.
Ketiga, riwayat yang masih bisa dipertimbangkan. Riwayat ini bukan termasuk dari kriteria Israiliyat yang pertama dan yang kedua. Maka seyogiyanya untuk tidak membenarkannya, juga tidak serta-merta mendustakannya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ: “Jangan kalian benarkan riwayat para ahlul-Kitab, juga jangan kalian dustakan!” (HR. Al-Bukhari).
Roviul Bada | Annajahsidogiri.id