Barangkali, dulu tidak pernah terpikir bahwa manusia bisa melakukan perjalanan di atas awang-awang. Namun kini, di era yang sudah serba tegnologi, perjalanan yang dulu ditempuh berbulan-bulan, kini bisa ditempuh hanya dengan hitungan jam. Dengan jasa pesawat terbang, seakan tak ada tempat jauh yang menjadi sekat di muka bumi ini.
Lantas yang menjadi persoalan, sahkah shalat seseorang yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang? Mengenai hal ini, sebenarnya ulama berbeda pendapat. Namun pendapat yang lebih kuat menghukumi tidak sah shalat yang dilakukan di awang-awang. Sebab di antara persyaratan keabsahan shalat seseorang adalah tubuhnya harus menetap ke bumi. Karena shalatnya seseorang di atas pesawat tidak menetap terhadap bumi, maka tidaklah dihukumi sah. Lagi pula, shalat di atas pesawat sangat sulit sekali untuk menyempunakan shalatnya, seperti sulitnya menghadap kiblat, sulitnya menjaga keseimbangan ketika berdiri dan sulitnya menentukan masuknya waktu shalat.
Akan tetapi, sebagian ulama ada yang berpendapat, shalatnya seseorang di atas pesawat dihukumi sah. Asalkan bisa menghadap kiblat dan bisa menyempurnakan rukuk dan sujudnya.
Terlepas dari semua itu, seseorang tetap diwajibkan shalat semampunya untuk Hurmatil Wakti (menghormati waktu). Misalnya ia hanya mampu shalat dengan cara duduk dalam keadaan tidak berwudlu (misalnya tidak ada air atau debu yang bisa digunakan untuk bersuci), maka ia tetap diwajibkan shalat di setiap waktu shalat. Dan ia tetap berkewajiban mengulangi shalatnya ketika sudah berada di darat dan menemukan air atau debu yang bisa digunakan untuk bersuci dari hadas.
Baqir Madani/Annajah.co