Barangkali sudah jamak diketahui atau bahkan ada yang sudah memahami konsep akidah 50 Ahlusunahwal-Jamaah yang dengan itu umat Islam, khususnya kelompok Ahlusunah wal-Jamaah dapat terhindar dari ajaran atau pemahaman yang tidak sesuai dengan Mâ anâ Alaihi Wa Ashâbi. Selain itu, konsep tersebut dapat mempermudah seseorang memahami eksistensi Allahﷻ. Akidah 50 sendiri adalah poin-poin keimanan yang berkenaan 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan satu sifat jaiz bagi Allah Swt. Empat sifat wajib, empat sifat musatahil dan satu sifat jaiz bagi para utusan. jumlah keseluruhan 50 sifat. Namun pada tulisan ini, penulis lebih memilih fokus membahas 20 sifat yang wajib bagi Allahﷻ.
Pada hakikatnya, secara subtansial atau kandungan, sifat 20 tersebut telah menjadi kajian atau pembahasan ulama dalam rentang sejarah sejak masa Imam Abu Hasan al-Asy’ari (260-324 H / 874-936 M) dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (238-333 H/852-944 H). Imam al-Qadhi Abu Bakar al-Baqilani (338-403 H/950-1013 M), Imam Haramain (419-478 H/1028-1085 M) hingga kini. Namun yang merumuskan secara praktis menjadi 20 sifat adalah Imam Muhammad bin Yusuf bin Umar bin Syuaib as-Sanusi al-Hasani (832-895 H/1428-1490 M) sebagaimana redaksi dalam kitab beliau sendiri ‘Aqîdah ash-Shughrâ atau yang biasa dikenal dengan kitab Ummul Barahin sebagaimana berikut:
فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلَانَا عَزَّ وَجَلَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً
“Maka di antara sifat wajib bagi Allah Swt adalah 20 sifat”.
Dari penjelasan ringkas di atas berkenaan dengan sifat 20 yang wajib bagi Allah Swt, ada sebagian orang yang menganggap sifat 20 membatasi sifat kesempurnaan Allah Swt. Sebut saja syekh Yahya bin Ali al-Hujuri ulama Wahabi asal Yaman. Beliau tidak setuju dengan konsep sifat 20, karena menganggap sifat 20 tidak sesuai dengan hadits dan cendrung membatasi sifat kesempurnaan Allah. Berikut pernyataan syekh Yahya bin Ali al-Hajuri dalam kitabnya as-Sail al-‘Aridh al-Jarif:
“Hanya 20 sifat? Dari mana kalian menetapkan batas ini? Padahal telah diriwayatkan dari Ibnu Mas‘ud, dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda, “Ya Allah! Dengan semua nama milikmu yang dengannya engkau menamani zat-Mu, yang engkau sebutkan dalam kitabmu, yang engkau ajarkan pada satu orang dari makhlukmu, atau engkau pilih tetap berada dalam keadaan gaib di sisimu. Sungguh aku mohon kepadamu agar engkau jadikan al-Qur’an musim semi hatiku penghalang kesusahan dan kesedihanku”. (H.R Ibnu Hibban) dan kalian menetapkan Asmaul Husna?”.[1]
Dari pernyataan beliau di atas, sangat jelas bahwa beliau berasumsi bahwa sifat 20 membatasi sifat kesempurnaan Allah Swt. Lantas benarkah sifat 20 membatasi kesempurnaan Allah?
Untuk menjawab pendapat ulama Wahabi di atas, perlu diketahui bahwa keberadaan sifat 20 tidaklah bermaksud membatasi sifat Allah yang sangat tidak terbatas, akan tetapi 20 sifat tersebut merupakan pokok-pokok sifat-sifat Allah Swt yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak bisa diketahui oleh manusia secara menyeluruh. Hal ini bisa dari pernyataan Imam as-Sanusi sebagaimana berikut.
(ص) فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلَانَا عَزَّ وَجَلَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً
(ش) أشارَ بِمِنْ التَّبْعِضِيَّةِ الَى أنَّ صِفَةَ مَوْلَانَا جَلَّ وَ عَزَّ الوَاجِبَةَ لَهُ لَا تَنْحَصِرُ في هَذِهِ الْعِشْرِيْنَ إذْ كَمالَتُهُ تَعالَى لَا نِهايَةَ لها لَكِنِ الْعَجْزُ عَنْ مَعْرِفَةِ مَا لَمْ يُنْصَبْ عَلَيْهِ دَلِيْلٌ عَقْلِيٌّ وَلَا نَقْلِيٌّ لَا تُؤاخَذُ بِهِ بِفَضْلِ اللهِ تَعَالَى
Diantara yang wajib bagi Allah adalah 20 sifat
(Syarah) kitab asal Ummul-Barahin menggunakan redaksi “huruf Mim Tab’idiyah” untuk menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah tidak terbatas pada 20 sifat ini, sebab kesempurnaanya tidak terbatas. Namun, ketidakmampuan mengetahui sifat-sifat yang tidak terjelaskan oleh dalil aqlî dan naqlî membuat kita tidak disiksa karenanya.
Malah menurut Syekh Ahmad bin Isa al-Anshari, mewajibkan mengetahui sifat-sifat Allah Swt secara terperinci satu persatu termasuk membebani seseorang dengan taklif diluar batas kemampuan. Oleh karena itu, manusia tidak diwajibkan mengetahui sifat-sifat Allah Swt secara menyeluruh, sebagaimana pendapat beliau sendiri dalam kitabnya at-Tadzhîb wal ikhtishâr berikut:
وَقُلْنَا : بَعْضُ ما يَجِبُ: لِأَنَّ كَمالَتَهُ لَا نِهَايَةَ لَها وَلَمْ يُكَلَّفْنَا بِمَعْرِفَةِ جَمِيْعِهَا تَفْصِيْلًا لِأنَّ تَكْلِيْفَ ما لا يُطاقُ. قَالَ تَعَالَى. لا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًاإلَّا وُسْعَهَا (البقرة:286). فَتَرَكَ التَكْلِيْفَ بِذَالِكَ فَضْلًا مِنْهُ تَعَالَى.
Saya berkata dengan menggunakan redaksi “بعض ما يجب” karena kesempurnan Allah itu tidak terbatas, dan kita tidak dibebani untuk mengetahuinya secara rinci, karena itu termasuk taklif diluar batas kemampuan. Allah Swt berfirman. “Allah Swt tidak membebani seseorang kecuali menurut kadar kemampuan”. (Q.S al-baqarah. 286.), maka Allah tidak mentaklif manusia untuk mengetahui semua sifat kesempurnaan-Nya itu merupakan anugrah dari-Nya.
Dari tulisan di atas, kesimpulannya, sifat 20 tidaklah membatasi sifat-sifat Allah Swt yang tidak terbatas, melainkan sifat 20 merupakan pokok-pokok dari seluruh sifat-sifat kesempurnaan Allah Swt yang sulit diketahui oleh manusia secara rinci, dan Allah tidak membebani makhluknya dengan sesuatu di luar batas kemampuan manusia. Dari sini namapaknya asumsi Wahabi sudah terbantahkan. Wallahu A’lam
Syaiful Arif | Annajahsidogiri.id