Taat kepada pemerintah adalah sebuah kewajiban bagi rakyat. Sebab pemerintah adalah penopang terlaksananya agama yang dianut rakyat. Selagi pemerintah tidak menyuruh pada kemaksiatan dan kemungkaran, wajib bagi rakyat untuk mentaatinya.
Semisal pertanyaan pejabat dinasti umayyah kepada para tabiin. Pejabat bertanya, bukankah kalian diperintah untuk mentatiku. Tabiin menjawab, bukankah dari kalian terdapat penyelewengan. Sekilas percakapan barusan menunjukkan ketika pemerintah sudah jauh dari kebenaran (melampaui batas). Maka boleh bagi rayat tidak mentaaatinya.
Taat pada pemerintah adalah perintah langsung dari Allah dalam firmannya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.(QS:AN-NISA:{4}59)
Mengenai lafal ulil amri ulama berbeda pendapat ada yang mengatakan maknanya adalah pemerintah ada juga yang mengatakan bermakna ahlul halli wal aqdi. Akan tetapi makna pemerintah lebih mengena karena selaras dengan hadis nabi, “barang siapa yang taat kepadaku. Maka sungguh ia telah taat kepada allah dan barang siapa yang taat kepada pemimpin. Maka ia sudah taat kepadaku.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Apa yang Dimaksud dengan Toleransi?
Imam Hasan al-Bashri pernah berkata mengenai wajibnya taat kepada penguasa dinasti umayah: urusan umat bisa terealisasi sebab mereka. Antara lain: salat jumat, harta faik dan terlaksananya had-had. Maka dari itu hendaklah kita mentaatinya meskipun mereka menyakiti dan menzalimi hati rakyat-rakyatnya. Demi Allah, Allah memberi banyak kebaikan disebabkan mereka dari pada kerusakan. Kata syekh Muhammad Abu Zahrah dalam kitab tarikh al-madzahib al-islamiyah hlm 93.
Ketika penguasa berbuat kezaliman maka wajib bagi rakyat untuk menasihatinya. Karena, memberi nasihat adalah kewajiban bagi seluruh umat Islam baik itu dari kalangan penguasa atau dari kalangan rakyat. Rasulallah pernah bersabda:
ثَلَاثٌ لَا يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ عَلَى امْرِئٍ مُسْلِمِيْنَ اِخْلَاصُ العَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ وُلَاةِالاُمُوْرِ وَلُزُوْمُ جَمَاعَةِ المُسْلِمِيْنَ
“terdapat tiga orang yang mana meraka tida diabaikan oleh seorang muslim. Yaitu tulus beramal karena Allah, menasihati para penguasa dan tetapnya persatuan umat Islam.’’
Nasihat para penguasa terhadap rakyat mencakup pada hukum yang disyariatkan, menetapkan keadilan, mencegah kezaliman dan semacamnya. Sedangkan nasihat rakyat kepada penguasa dengan cara amar ma’ruf nahi mungkar.
Hal ini hanya bisa terlaksana oleh orang-orang yang mempunyai derajat tinggi. Yakni, para ulama. Mereka menasihati kemungkaran dengan lisannya sebagaimana sabda nabi, paling utamanya jihad adalah perkataan benar ketika penguasa lacut.
Al-Ghazali dalam kitab at-tibbr al-masbuk fi nasihat al-muluk beliau pernah mengirim surat kepada penguasa maghrib, yusuf bin ibnu tasyfin. Mengenai keresahan beliau terhadap Islam di Andalusia. Surat tersebut sangat tegas, “pilihlah satu dari dua opsi, mengangkat senjata untuk membantu saudara-saudaramu di Andalusia atau engkau turun tahta agar dijabat oleh orang yang mampu untuk melaksanakan kewajiban tersebut.”
Intinya taat kepada penguasa adalah perintah langsung dari Allah dan Rasulnya selagi penguasa itu masih layak diikuti dan di percaya. Karena, keburukan yang terjadi pada rakyat adalah buah hasil dari pada perilaku penguasanya.
M. Nuril Ashabi Luthfi | Annajahsidogiri.id
Comments 0