Perkembangan teknologi kian hari kian melambung. Kita seakan dimanja dan dijamu oleh kemajuan yang ada pada saat ini atau bahkan bergantung penuh pada kecanggihannya. Penemuan-penemuan ilmiah dewasa ini, disadari atau tidak, sudah dapat mendeteksi hal-hal yang sejatinya gaib. Misalkan, keberadaan janin dalam kandungan, meramal turunnya hujan, terjadinya peristiwa gerhana matahari atau rembulan, menentukan kapan musim-musim di seluruh penjuru dunia bersilih ganti dan seterusnya. Namun melihat loncatan-loncatan yang demikian ini, kita sesekali diingatkan oleh al-Quran bahwa, “Katakanlah (Muhammad), tidak ada yang dapat mengetahui perkara gaib, baik yang di langit ataupun yang di bumi, kecuali Allah. Dan mereka tidak merasa kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml: 65). Lantas bagaimana kita menyikapinya? Mari kita diskusikan!
Menurut Dr. Said Ramadhan al-Buthi, manusia oleh Allah memang dibekali kemampuan dan keterampilan ilmiah modern seperti yang kita saksikan saat ini. Namun, capaian-capaian itu tidak secara total dapat memastikan perkara gaib. Beberapa poin berikut perlu diketahui, Pertama, Perkara gaib sendiri adalah sesuatu yang tersembunyi bagi makhluk. Namun, hal itu masih bisa diterka oleh manusia melalui indikator yang sudah ada. Beberapa bidang kajian seperti ini banyak berkembang.
Baca Juga: Ketuhanan Yang Maha Esa
Meteorologi, adalah bidang kajian yang mempelajari aktivitas cuaca seperti temperatur, tekanan udara, uap air serta bagaimana mereka berubah seiring dengan waktu. Klimatologi, adalah studi mengenai iklim, secara ilmiah didefinisikan sebagai kondisi cuaca yang dirata-ratakan selama periode waktu yang panjang.
Contoh lainnya, untuk mendeteksi janin dalam kandungan misalkan, kita bisa menggunakan alat ultrasound portable untuk mendengarkan dan menghitung detak jantung janin. Kemudian, jaminan dokter terhadap pasien yang dijanjikan sembuh apabila mengonsumsi obat-obatan yang diresepkannya. Apa yang diupayakan oleh manusia di atas adalah sejatinya perkara gaib. Hanya saja manusia bisa menerka dan memperkirakannya dengan penemuan-penemuan ilmiah setelah melalui percobaan dan riset yang berkepanjangan. Saat hal itu banyak terbukti, manusia percaya dan hampir 100% yakin dengan temuan-temuan ini.
Kedua, Mafatihul-Ghaib adalah kunci-kunci perkara gaib. Dan inilah yang hanya diketahui oleh Allah. Kalau kita masih bisa memprediksi cuaca dengan alat dan indikator yang sudah ada, maka kita tidak tahu ‘di balik layar’ mengapa dan kapan indikator itu bergerak, menyebar dan lalu terhenti. Manusia hanya bisa menerka, apabila arus udara begini maka cuaca dan suhu udara begitu. Kalau manusia bisa mendeteksi janin dalam kandungan, atau bahkan menentukan jenis kelaminnya kelak, maka manusia tidak bisa memastikan dari mana indikator itu datang. Bila manusia bisa menyembuhkan pasien dengan obat-obatan yang diresepkannya, maka manusia tidak bisa menyatakan secara pasti zat yang manakah yang dapat menghilangkan penyakit itu. Demikianlah yang dikehendaki Mafatihul-Ghaib. Maka, manusia hanya bisa memprediksi sesuatu sejauh eksperimen-eksperimen mereka berhasil, itulah yang kemudian dijadikan pedoman para manusia saat ini. Tapi bisakah manusia menentukan dari mana sumber indikator itu datang untuk memprediksikan hasil yang dicapai? Tentu tidak. Mari kita dengarkan firman Allah,
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (59) } [الأنعام: 59[
“Di sisi-Nyalah kunci-kunci perkara gaib yang hanya diketahui-Nya. Dia mengetahui apapun di daratan dan di lautan. Tidaklah dedaunan itu jatuh kecuali Dia mengetahuinya dan tidaklah bebijian di dalam kegelapan bumi, sesuatu yang basah dan yang kering kecuali berada di kitab yang nyata (Lauhul-Mahfudz).”
Bersambung …..
Penulis: Fawaidul Hilmi | AnnajahSidogiri,id