Kamis (29/04/2021) bulan kemarin, netizen kembali geger tatkala ada salah seorang dai yang diundang memasuki gereja demi berpidato dalam acara peresmian Gereja Bethel Indonesia (iNews.id 06/05/2021).
Sebagaimana maklum, para netizen yang menonton dan menyimak video tersebut terkotak-kotak dalam memberikan sikapnya. Sebagian mereka ada yang mendukung dengan alasan isi pidatonya tersebut dapat menumbuhkan rasa toleransi yang kuat antar-umat beragama. Sebagian lagi ada yang mendamprat habis-habisan. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang berkomentar memurtadkan sang dai gara-gara masuk ke dalam gereja.
Baca Juga: Masjid dari Bekas Gereja (?)
Bagaimanapun juga, meski para ulama berbeda pendapat mengenai hukum masuk gereja, akan tetapi, pantaskah kita sebagai umat Islam Ahlusunah memasukinya? Kemudian, layakkah kita mengikuti pendapat yang mengatakan ‘boleh-boleh saja’?
Konon, ketika Kiai Kholil Nawawi bepergian keluar rumah, lalu di tengah perjalanan beliau mendapati sebuah gereja, maka beliau mencari jalan lain agar tidak lewat di depannya. Di sebagian cerita lain dijelaskan bahwa meski beliau tetap lewat di depan gereja, akan tetapi beliau sama sekali tidak menoleh ke gereja tersebut. Maka dengan cara begitulah, Kiai Kholil Nawawi pun tidak melihat salib yang terpampang di bagian depan gereja.
Imam Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi asy-Syafii menjelaskan bahwa salib adalah simbol dari kemaksiatan, sebab orang Nasrani memiliki keyakinan bahwa Nabi Isa ‘Alaihisalam terbunuh dalam keadaan disalib. Oleh karena itulah, Imam an-Nawawi kemudian melarang keras seorang Muslim masuk ke dalam gereja (al-Majmȗ’ Syarh al-Muhadzab 14/285).
Selain itu, alasan lain yang membuat kita dilarang masuk ke dalam gereja adalah karena gereja merupakan tempat peribadatan agama lain, gereja juga tempat terjadinya sebuah kemungkaran. Hal itulah yang kemudian mendorong ulama kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa masuk gereja adalah perbuatan yang tidak terpuji. Maka masuk gereja adalah perbuatan yang dibenci oleh agama, sebab gereja adalah tempat berkumpulnya para iblis dan syetan, gereja juga tempat dari berhala yang menjadi sesembahan (Mausȗ’ah Fiqh Kuwait, 20/245).
Baca Juga: Membantah Pajangan Foto Kiai di Gereja
Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Imam an-Nawawi, adalah pendapat Imam al-Mahalli dan Imam ar-Ramli. Kedua ulama Ahlusunah Wal-Jamaah ini berpendapat haram bagi seorang Muslim masuk ke dalam gereja (Nihâyatul-Muhtậj 2/63 dan Hasyiyatậ Qulyûbî 4/236). Menurut keduanya, keharaman ini bersifat mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. Alasan yang dijadikan pijakan hukum oleh keduanya adalah atsar Sayidina Umar Radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dengan sanad yang sahih.
وَلَا تَدْخُلُوْا عَلَى الْمُشْرِكِيْنَ فِيْ كَنَائِسِهِمْ وَمَعَابِدِهِمْ فَإِنَّ السُّخْطَةَ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمْ
Janganlah kalian memasuki rumah ibadah orang kafir, sebab murka Allah sedang ditimpakan kepada mereka.
Tentu, orang Islam yang masuk gereja tidak lantas otomatis menjadi kafir, terkecuali jika dia memasuki gereja dengan keyakinan bahwa agama Kristen adalah agama yang benar atau dalam keadaan rela hati dengan kekafiran dan kemusyrikan yang terjadi (I’ânatuth-Thâlibîn 4/154)
Oleh sebab itu, bagaimanapun juga, meski ada ulama yang memperbolehkan seorang Muslim masuk ke dalam gereja, bagi umat Islam Ahlusunah Wal-Jamaah, sebagai bentuk ‘keluar dari khilaf’ dan lebih hati-hati dalam menjaga akidah, menghindari masuk gereja adalah yang terbaik.
Muhammad Khoiron Abdullah | Annajahsidogiri.id