Pada tulisan ini, kita akan membahas tentang tujuh sifat ma’nawiyah, sifat yang masih berkesinambungan dengan sifat ma’ânî. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syekh Ahmad al-Marzuqi dalam nazam Aqîdatul-Awâm-nya yang berbunyi:
وَقَـائِمٌ غَـنِيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ * قَـادِرْ مُـرِيْـدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
“Allah Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu.”
سَـمِـيْعٌ اْلبَصِـيْرُ وَالْمُتَكَلِّـمُ * لَهُ صِـفَاتٌ سَـبْعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ
“Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Allah mempunyai tujuh sifat yang tersusun.”
Sifat ma’nawiyah yang tujuh ini adalah ketetapan dari tujuh sifat ma’ânî, dengan arti, ketika Allah ﷻ wajib bersifat kodrat (kuasa) maka berarti Allah ﷻ adalah Qâdiran (Dzat Maha Kuasa). Hal tersebut juga berlaku pada sifat-sifat ma’nawiyah yang lainnya sebagai konsekuensi bersifatan dengan sifat-sifat ma’ânî.
Adapun perincian sifat-sifat ma’nawiyah sebagai berikut:
1- Qâdiran
Allah ﷻ wajib bersifat Qâdiran, yaitu Dzat yang Maha Kuasa. Sebab jika Allah ﷻ tidak bersifat Qâdiran, otomatis Allah akan bersifat kebalikannya, yaitu ‘âjizan (Dzat yang lemah), hal tersebut (bersifat ‘âjizan) jelas mustahil bagi Allah sebagaimana pembahasan yang telah lampau. Allah ﷻ Maha Kuasa untuk mengerjakan ataupun meninggalkan segala hal sesuai kehendaknya. Hal tersebut sebagaimana Allah jelaskan dalam Al-Qur’an:
وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (البقرة [٢]: ٢٨٤)
“Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [02] :284)
2- Murîdan
Allah ﷻ wajib bersifat ‘Murîdan, yaitu Dzat yang Maha Berkehendak. Sebab jika Allah tidak bersifat Murîdan, otomatis Allah bersifat kebalikannya, yaitu mukrahan (terpaksa), hal tersebut jelas mustahil bagi Allah ﷻ.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
اِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيْدُ (الهود [١١]: ١٠٧)
“Sesungguhnya Tuhanmu Maha Melaksanakan apa yang Dia kehendaki.” (Hud [11]:107)
3- ‘Âliman
Allah wajib bersifat ‘Âliman, yaitu Dzat yang Maha Mengetahui. Sebab jika Allah tidak besifat ‘Âliman, otomatis Allah bersifatan dengan sifat kebalikannya, yaitu jâhilan (bodoh), hal tersebut adalah mustahil bagi Allah yang Maha Sempurna dari segala sifat kurang dan cacat. Allah mengetahui segala hal tanpa terkecuali, baik perkara wajib, jaiz ataupun mustahil. Semua itu Allah ketahui secara sempurna tanpa ada kesamaran.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْم (البقرة [٢]: ٢٨٢)
“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah [2]:282)
4- Hayyan
Allah Wajib bersifat Hayyan, yaitu Dzat yang Maha Hidup. Sebab jika Allah tidak bersifat Hayyan, otomatis Allah bersifatan dengan sifat kebalikannya, yaitu mayyitan (mati), dan hal tersebut adalah mustahil bagi Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ (البقرة [٢]: ٢٥٥)
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya.”(Al-Baqarah [2]:255)
5- Bashîran
Allah wajib bersifat Bashîran, yaitu Dzat yang Maha Melihat. Sebab jika Allah tidak bersifat Bashîran, otomatis Allah bersifat dengan sifat kebalikannya, yaitu a’mâ (buta), buta adalah sifat kurang yang jelas mustahil bagi Allah.
Allah berfirman dalam surah al-Isra’ ayat 1:
اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ (الإسراء [١٧]: ١)
“Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Isrā’ [17]: 1)
6- Samî’an
Allah wajib bersifat Samî’an, yaitu dzat yang Maha Mendengar. Sebab jika Allah tidak bersifat Samî’an, otomatis Allah bersifat dengan sifat kebalikannya, yaitu asham (tuli), tuli adalah sifat cacat yang jelas mustahil bagi Allahﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا (النساء [٤]: ١٣٤)
“Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(An-Nisā’ [4]: 134)
7- Mutakalliman
Allah wajib bersifat Mutakalliman, yaitu Dzat yang Maha Berbicara. Sebab jika Allah tidak bersifatan dengan sifat Mutakalliman, otomatis Allah bersifatan dengan sifat kebalikannya, yaitu abkam (bisu), dan bisu adalah sifat yang jelas mustahil bagi Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 164:
وَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوْسٰى تَكْلِيْمًا (النساء [٤]: ١٦٤)
“Allah telah benar-benar berbicara kepada Musa (secara langsung).” (An-Nisā’ [4]: 164)
Sekian sekelumit pembahasan tentang tujuh sifat Ma’nawiyah. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi sahabat #SerialAkidahAwam! Sekalian, Amiin. Wallahu A’lam bis-Shawâb.
Muh Shobir Khoiri | Annajahsidogiri.id