Maulid Nabi adalah suatu nama perayaan yang telah banyak dikenal oleh masyarakat, utamanya umat Islam Indonesia. Acara ini digelar tepat pada tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW, yaitu tanggal 12 Rabiul Awal. Tujuan utama akan perayaan ini hanyalah sebagai bentuk syukur atas terutusnya baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jalan kesesatan menuju jalan yang benar, yaitu agama Islam.
Adapun hukum merayakan hari kelahiran beliau adalah sunnah. Sebagaimana pendapat Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha ash-Shirât al-Mustaqîm:
فَتَعْظِيْمُ الْمَوْلِدِ وَإتِّخَاذُهُ مُوْسِمًا قَدْ يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ وَيَكُوْنَ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ عَظِيْمٌ لِحُسْنِ قَصْدِهِ وَتَعْظِيْمِهِ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya tradisi, terkadang dilakukan oleh sebagian orang. Dan ini termasuk pekerjaan yang besar pahalanya karena tujuannya baik dan mengagungkan Rasulullah SAW.”
Bukan hanya Syaikh Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa merayakan maulid nabi termasuk pekerjaan sunnah. Syaikh Abu Syamah, salah satu guru Imam Nawawi, juga berpendapat demikian. Beliau berkata dalam kitab Al-Bâ’its ‘ala Ingkâr al-Bida’ wal Hawâdits:
“Termasuk bid’ah yang paling hasanah pada zaman ini adalah merayakan maulid Nabi SAW.”
Baca Juga: HAKIKAT SHALAWAT #1
Adapun sejarah perayaan maulid secara seremonial (seperti yang dilakukan warga NU) ulama berbeda pendapat. Namun, setelah kami telaah dari berbagai pendapat, ternyata kebanyakan ulama berkata bahwa awal mula perayaan ini terjadi pada abad ke-7 Hijriah. Dan yang yang pertama kali menyelenggarakannya adalah Raja Mudzaffaruddin di kota Irbil. Beliau mengikuti jejak langkah gurunya yang bernama Syaikh Muhammad bin Umar al-Mullas. Ini adalah sejarah yang telah disampaikan para ulama, seperti Syaikh Abu Syamah dalam kitab Al-Bâ’its ‘Alâ Ingkâr al-Bida’ wal Hawâdits dan Imam Ibnu Katsir dalam kitab al-Bidâyah wan Nihâyah. Adapun perayaan Maulid Nabi secara tersirat telah dilakukan oleh Rasulullah r sendiri. Sebagaimana hadits:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِإثْنَيْن فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ (رواه مسلم)
“Dari Abi Qatadah al-Anshari, bahwa Rasulullah r pernah ditanya mengapa berpuasa di hari senin? Beliau menjawab: di hari senin aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR. Muslim)
Baca Juga: Pentas Akbar Perang Ideologi
Ini bukti bahwa Rasulullah r pun juga merayakan hari lahirnya. Adapun perbedaan mengenai cara merayakannya, hal ini tidak menjadi masalah selagi tidak bertentangan dengan syariat. Karena tidak ada dalil yang melarang atau menyalahkan cara perayaan seperti yang dilakukan oleh sebagian warga NU.