Konsep syafaat merupakan salah satu elemen penting dalam ajaran Islam, yang merujuk pada bantuan yang diberikan seorang hamba kepada orang lain di hadapan Allah. Dalam tradisi Syiah, syafaat memiliki makna khusus yang dipengaruhi oleh keyakinan terhadap para Imam, dan dianggap memiliki kedudukan istimewa.
Syiah membagi syafaat menjadi dua kategori: syafaat takwini dan syafaat tasyri‘i. Syafaat takwini bersifat umum dan mencakup semua bentuk pertolongan yang ada di muka bumi, seperti manfaat matahari bagi tumbuhan. Sementara syafaat tasyri’i, yang akan menjadi fokus pembahasan kali ini, merupakan anugerah Allah kepada hamba-Nya untuk menolong sesama manusia pada hari kiamat agar selamat dari api neraka.
Dalam konteks ini, syafaat tasyri’i terbagi lagi menjadi dua: syafaat haq dan syafaat bathil. Syafaat bathil merujuk pada keyakinan keliru bahwa syafaat dari Allah bersifat mutlak, sehingga sebagian orang merasa bebas melakukan dosa dengan anggapan bahwa Allah akan memberi mereka syafaat dan menyelamatkan mereka dari neraka.
Sebaliknya, syafaat haq adalah syafaat yang otoritasnya sepenuhnya milik Allah, dan tidak ada seorang pun yang dapat memberikan syafaat tanpa izin-Nya. Syafaat ini disertai syarat dan ketentuan khusus. Syafaat yang diberikan para nabi dan Imam tidak bersifat independen, melainkan hanya diberikan kepada mereka yang diridhai oleh Allah. Hal ini dijelaskan dalam kitab Al-Adlu al-Ilahi, karya Murtadha Muthahhari, seorang filsuf Syiah asal Iran sekaligus pelopor ideologi Republik Islam Iran.
Syarat Penerima Syafaat Menurut Syiah
Setelah membahas pembagian syafaat, penting juga untuk menyebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penerima syafaat. Syarat terpenting yang ditetapkan adalah mendapatkan ridha dari Allah. Selain itu, terdapat syarat lain yang dijelaskan dalam kitab Syiah Ma’ad Dar Qur’an, jilid 2, halaman 145, yaitu: Tidak kafir dan tidak musyrik, tidak memusuhi keluarga Nabi (nashibi), tidak menyakiti keturunan Nabi dalam bentuk apapun, baik melalui ucapan, perbuatan, maupun keyakinan.
Juga, tidak mendustakan adanya syafaat, tidak mengkhianati para Imam (termasuk tidak mengakui para sahabat, terutama tiga khalifah), tidak mengingkari kepemimpinan Ali a.s. dan para Imam a.s. dan tidak meninggalkan salat.
Orang-orang yang Bisa Mensyafaati
Pemberi syafaat juga telah ditetapkan secara jelas dalam pandangan Syiah. Selain mereka, tidak ada yang dapat memberikan syafaat. Di antara pemberi syafaat tersebut adalah: Rasulullah, amirul Mukminin a.s, para Imam Suci a.s, sayidah Fatimah az-Zahra a.s. dan al-Qur’an Al-Karim.
serta Para nabi dan para washi dan taubat, meskipun taubat memiliki level yang lebih rendah dibandingkan pemberi syafaat seperti para nabi dan malaikat. Syafaat dari taubat hanya berlaku di dunia, sedangkan syafaat dari para nabi dan malaikat berlaku di hari kiamat.
juga Para malaikat, para ulama, para syuhada dan terakhir adalah Allah SWT, karena Allah adalah Dzat Maha Pengasih. Setelah para pemberi syafaat memberi syafaat pada hari kiamat, banyak orang, bahkan mereka yang tidak menerima syafaat dari pemberi syafaat tersebut, akan tercakup dalam syafaat dan rahmat Allah SWT.
Secara umum, konsep syafaat dalam Syiah hampir serupa dengan yang dianut oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Namun, Syiah menetapkan beberapa syarat khusus yang hanya dapat dipenuhi oleh penganut Syiah. Sebaliknya, Wahabi memandang permohonan syafaat kepada orang yang telah meninggal sebagai perbuatan syirik, terutama jika syafaat tersebut dikaitkan dengan praktik tawassul. Meski demikian, jika syafaat yang dimaksud adalah pertolongan Nabi kepada umatnya pada hari kiamat, ketiga golongan ini tidak memiliki perbedaan pandangan. Wallahualam.
M. Salman ar-Ridlo | Annajahsidogiri.id