Sebelum membahas money politic, ada beberapa hal dasar yang menjadi penyebab terjadinya praktik ini, utamanya ketika pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Praktik ini telah menjadi penyakit dalam tubuh masyarakat Indonesia mulai dari pilpres, pilkada atau bahkan pilkades.
Baca Juga: Modus Aliran Kebatinan
Saat ini, praktik politik semacam ini tidak hanya terjadi di satu daerah tertentu, namun juga terjadi di daerah lain. Umumya, mereka yang kemampuan ekonominya rendah dengan terpaksa menerima uang haram tersebut, meski ada juga yang memilih secara suka rela. Berikut ini ulasan sederhana terkait hukum praktek money politic dan orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Bermula dari hadis riwayat Sahabat Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad r bersabda,
“Ada tiga orang yang tidak diperdulikan oleh Allah I pada hari kiamat nanti, pula Allah I tidak sudi melihat dan mengentaskannya dari lumuran dosa, meIlustrasi Money Politic dalam negerireka akan merasakan siksaan pedih: adalah mereka yang memiliki air berkecukupan di padang sahara, namun enggan memberi minum orang lain yang sangat membutuhkan. Kemudian lelaki yang berjanji akan membeli barang dagangan seseorang , lalu lelaki itu bersumpah dengan menyebut nama Allah I, “Sungguh aku akan mengambilnya dengan harga sekian dan sekian, padahal lelaki itu berdusta. Terakhir, seorang yang memilih pemimpin (bai’atul-imâm) dengan mengharapkan imbalan duniawi jika sang imam berkenan menyanggupi keinginannya.” (Hadis Muttafaq ‘Alaih)
Baca Juga: Maksud Ungkapan “Apa Kata Yang Di Atas”
Dari hadits ini, ulama menyatakan haram memilih pemimpin jika dilatarbelakangi oleh pemberian uang. Imam an-Nawawi juga ikut berkomentar,
“Membai’at imam dengan harapan imbalan harta duniawi sangat layak memperoleh ancaman pedih dari Allah I. Hal ini karena si pelaku telah melakukan penipuan terhadap umat muslim dan menimbulkan fitnah sebab pelanggaran bai’at yang ia lakukan.”
Kalangan ulama menyatakan khilaf saat menafsiri pemberian imam yang tak memiliki motif apapun. Adapun pemberian imam dengan motif menyogok, maka ulama telah sepakat (ijma’) akan hukum keharamannya, baik si penerima mengambil untuk dirinya atau sebagai wakil saja, termasuk pula orang yang memberikan sogok. Adapun maksud risywah dalam fikih adalah pemberian yang menyebabkan lenyapnya nilai kebenaran dan melahirkan kebatilan.
Hukum mengambil pemberian calon pemimpin memang tidak pernah diperkenankan, tetapi usaha untuk memberikan bantuan diperbolehkan oleh syariat. Dengan artian, menyerahkan sejumlah harta yang melebihi kebutuhan harian masyarakat yang menjadi sasaran money polotic tersebut tidak dilarang.
AnnajahSidogiri.id