
Perkembangan pesat peradaban di era modern ini, tentu mengakibatkan terciptanya hal-hal baru yang tak mungkin bisa dihindari, bukan cuman teknologi, bahkan ibadah pun tidak luput dari yang namanya modernisasi, sedangkan kelompok sebelah bisa dibilang anti, jika berhubungan dengan yang namanya ibadah yang diperbarui, tanpa menghiraukan apakah ibadah itu sesuai atau tidak dengan nash yang sudah digali, intinya yang tidak pernah dilakukan pada zaman nabi, maka ibadah itu dianggap menyalahi nash ilahi.
Sehingga, rasanya perlu ada kitab yang spesifik menjelaskan bid’ah secara terperinci, agar orang awam bisa membedakan mana ibadah yang legal dan bernilai positif dan mana ibadah yang ilegal untuk dijalani.
Sebut saja kitab Mafhumul Bid’ah karya Doktor Abdul Ilah Al-‘Arfaj, selain menjelaskan makna bid’ah yang dikehendaki Ahlussunnah dan Wahabi secara rinci, kitab ini juga memuat dalil-dalil kuat untuk menolak tuduhan bid’ah tak berdasar kaum Salafi, sehingga memudahkan pembaca untuk membedakan mana ibadah yang bernilai positif dan harus dilestarikan dan mana bid’ah yang harus diperangi.
Baca Juga: Buletin Tauiyah 299
Di muka penulis memaparkan makna bid’ah secara terminologi dengan rinci, entah itu dari pihak Ahlussunnah ataupun dari pihak Wahabi, kemudian beliau tampilkan titik berat perbedaan antara kedua kelompok ini.
Di bab selanjutnya penulis memanjakan pembaca dengan dalil-dalil kuat untuk mematahkan kaidah mentah Wahabi yang asal-asalan, bahwa tidak semua yang Nabi ﷺ tinggalkan, kemudian tidak legal untuk dikerjakan, karena terkadang Nabi ﷺ meninggalkan sesuatu bukan karena diharamkan, namun juga bisa jadi karena tidak terpikirkan.
Setelah memantapkan makna bid’ah secara matang, dan mementahkan kaidah Wahabi dalam membid’ahkan segala hal, penulis memasang bukti-bukti kerancuan pemikiran mereka, beliau tampilkan bid’ah-bid’ah yang dibenarkan Nabi ﷺ baik ketika beliau masih di dunia atau baru ada ketika beliau sudah menghadap tuhannya. Tapi, beliau juga tidak lupa menampilkan bid’ah-bid’ah yang mereka inkari. Sebagai contoh adalah bid’ah yang dilakukan Sayyidina Umar yang berupa melaksanakan tarawih dengan berjamaah, ternyata jauh sebelum bid’ah ini ada, Nabi ﷺ membenarkan bid’ah ini dan besabda: “Bid’ah yang paling aku sukai adalah bid’ah yang dikerjakan umar”.
Baca Juga: Makrifat Sebelum Syariat
Selain kajian bid’ah yang mendalam, kitab ini menjadi menarik sebab diakhir bab, penulis pasti memberikan kesimpulan dari bab tersebut, sehingga tanpa membaca semua bab itu, pembaca sudah bisa mengetahui kesimpulan dari bab yang dibaca melalui kesimpulan yang diberikan sang penulis, dan membuat kitab ini semakin cocok bagi GEN-Z yang memiliki minat baca yang minim.
Meski begitu, kitab ini kurang Recommended untuk pengkaji kontra wahabi karena kitab ini kurang dalam memaparkan syubhat-syubhat Wahabi dalam memperkuat pandangan bid’ah mereka, kitab ini lebih fokus mengkaji bid’ah secara dalam dan membeberkan contoh-contoh bid’ah yang dilegalkan sehingga menjadikan argumen ahlusunah lebih meyakinkan.
Jawwad I Annajahsidogiri.id