Mungkin Anda sudah tak asing lagi dengan salah satu lirik dalam nadzam az-Zubad karya Ibnu Ruslan berikut:
اَوَّلُ وَاجِبٍ عَلَى الْإِِنْسَانِ * مَعْرِفَةُ الْإِلَهِ بِاسْتِيْقَانِ
“Kewajiban pertama bagi mukalaf adalah mengetahui Tuhan dengan meyakininya“
Nazam tersebut sangat familiar dalam mengungkapkan betapa pentingnya makrifat; mengetahui sifat-sifat Allah, dalam Islam, bahkan menjadi kewajiban pertama bagi orang mukalaf.
Imam ad-Dasuqi dalam Hasyiyah-nya (hal. 53) menjelaskan tentang makrifat:
وَاعْلَمْ أَنَّ الإِيْمَانَ قِيْلَ هُوَ المَعْرِفَةُ أى الاِعْتِقَادُ الجَازِمُ النَاشِئُ عَنْ دَلِيْلٍ بِاَنَّ سَيِّدِنَا مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإنمَا جَاءَ بِهِ حَقٌّ
“Ketahuilah ada ulama yang berpendapat bahwa iman merupakan makrifat, yakni meyakini dengan dalil bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah dan segala yang datang darinya (termasuk difat Allah) merupakan kebenaran.”
Oleh karena itu, hal yang harus orangtua tanamkan pada buah hatinya, atau guru pada muridnya, sejak dini, adalah makrifat. Ajari mereka tentang sifat-sifat yang wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah dan rasul-Nya. Jelaskan bahwa Allah memiliki 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan satu sifat jaiz. Sedangkan bagi rasul, empat sifat wajib, empat sifat mustahil, dan satu sifat jaiz, sehingga genaplah semuanya 50 sifat.
Jika sudah mempelajari makrifat, minimal secara global, maka bolehlah belajar syariat. Meliputi shalat, zakat, haji, dan kewajiban-kewajiban lain dalam ilmu syariat Islam.
Ada cerita masyhur yang banyak dikutip oleh ulama, tentang ahli ibadah yang tak bermakrifat terlebih dahulu: Suatu ketika, ada ahli ibadah yang shalat dengan khusyuk. Tak lama kemudian, setan menghampiri ahli ibadah tersebut, dan mengatakan, “Saya sudah mengangkat semua kewajiban syariat darimu dan menghalalkan semua yang kularang padamu.” Mendengar hal itu, si ahli ibadah langsung mengiyakan. Hingga ia menutup umur dalam keadaan meninggalkan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang Allah tetapkan. Na’udzubillah.
Oleh sebab itu, ulama sangat menekankan makrifat bagi orang mukalaf agar tahu, bahwa Allah memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Pun, agar tak terjerumuskan dalam pemikiran yang tak sepantasnya bagi Allah. Sebab Allah memiliki sifat mukhalafatun lil-hawadits (berbeda dengan makhluk-Nya).
Baca Juga: ‘Dosa’ Sama dengan ‘Kufur’?
Hadratussyekh KH. Ahmad Nawawi bin Abdul Jalil dalam kitab al-Ma’man minadh-Dhalalah (hal. 17) menuturkan:
فَبِمَا ذَكَرْنَا عَلِمْتَ أَنَّهُ لَا بُدَّ لِكُلِّ مُكَلَّفٍ أَنْ يَعْرِفَ اللّهَ تَعَالَى رَبَّهُ وَمَعْبُوْدَهُ قَبْلَ الشُرُوْعِ فِيْ العِبَادَةِ بِأَنْ يَعْرِفَ أَوَّلًا ذَاتَهُ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ وَأَفْعَالَهُ كَأَنْ يَعْرِفَ بِأَنَّ ذَاتَهُ تَعَالَى قَدِيْمٌ بَاقٍ مُخَالِفٌ لِلْحَوَادِثِ قَائِمٌ بِنَفْسِهِ وَاحِدٌ لَيْسَ مَعَهُ ثَانٍ وَأَنْ يَعْرِفَ صِفَاتِهِ الوَاجِبَةَ لَهُ تَعَالَى وَالْمُسْتَحِيْلَةَ وَاْلجَائِزَةَ كَأَنْ يَعْرِفَ بِأَنَّهُ يَجِبُ لَهُ تَعَالَى الوُجُوْدُ وَأَنَّ وُجُوْدَهُ قَدِيْمٌ بَاقٍ لَيْسَ لَهُ مِثْلٌ فَلَيْسَ كَوُجُوْدِ غَيْرِهِ تَعَالَى وَأَنْ يَعْرِفَ بِأَنَّ كُلَّ فِعْلٍ مِنْ الأَفْعَالِ بِخَلْقِ اللّهِ تَعَالَى وَاِرَادَتِهِ وَمَشِيْئَتِهِ ثُمَّ بَعْدَ ذَلِكَ لَا بُدَّ مِنْ مَعْرِفَةِ مَا تَصِحُّ بِهِ عِبَادَتُهُ وَمَا تُقْبَلُ بِهِ
“Dengan apa yang telah kami sebutkan, kamu tahu bahwa kewajiban orang mukalaf adalah mengetahui Tuhan yang ia sembah, sebelum mempelajari syariat. Jadi, kewajiban pertama adalah mengetahui zat, sfat, dan af’al Allah, seperti mengetahui bahwa Zat Allah Qadim, Baqa, berbeda dengan makhluk-Nya, berdiri sendiri, serta esa; tak ada satu pun yang menyekutuinya. Juga wajib juga bagi orang mukalaf untuk mengetahui sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah, seperti mengetahui bahwa Allah wajib bersifat wujud, dan bahwa wujud Allah itu Qadim, Baqa, dan tak ada yang menyamai-Nya. Pun, wajib mengetahui bahwa af’al-Nya tak lepas dari penciptaan dan kehendak-Nya. Kemudian, barulah setelah itu mempelajari sesuatu yang dengannya ibadah bisa sah dan diterima.”
Ghazali | Annajahsidogiri.id