Tuduhan bahwa Allah adalah dewa bulan, merupakan salah satu fitnah yang banyak beredar di media sosial, terutama disebar-luaskan oleh sebagian penulis apologetik non-Muslim, seperti Robert Morey dan para misionaris lainnya. Syubhat ini bukanlah kesimpulan ilmiah, melainkan propaganda yang mudah dipatahkan oleh bukti bahasa, sejarah, dan arkeologi. Fitnah tersebut juga dipopulerkan oleh polemikus Kristen untuk menyerang Muslim yang awam.
Kata “Allah” berasal dari bahasa Arab, yang maknanya adalah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk disembah. Bukan nama dari dewa bulan. Kata ini digunakan oleh umat Kristen Arab maupun Yahudi yang berbahasa arab untuk menyebut nama Tuhan mereka. Dalam hal ini, dikatakan dalam Cambridge Dictionary:
“Allah is the Arabic name for God, used by Muslims and also by Arabic-speaking Christians and Jews.”[1]
“Allah” adalah nama bahasa Arab untuk Tuhan, yang digunakan oleh umat Muslim, dan juga oleh orang-orang Kristen dan Yahudi yang berbahasa Arab.
Robert Morey dalam bukunya seringkali mengaitkan Hubal dengan Dewa Bulan. Lalu, menuduh umat Islam menyembah Hubal, bukan Allah. Menurutnya, hal tersebut bisa dilihat dari simbol yang umat Islam gunakan, baik pada rumah ibadah, bendera, dll.
Baca Juga; Allah itu Jabatan, Bukan Nama Tuhan
Pada masa sebelum lahirnya Nabi Muhammad g, kepercayaan suku Quraisy tentang Hubal adalah sosok berhala yang sangat diagungkan. Mereka (suku Quraisy) meletakkan patung Hubal ini di pojok dekat Kabah. Berhala Hubal ini dipercaya suku Quraisy mampu mendatangkan hujan, memberikan ramalan dan kesubu-ran. Pada saat Nabi Muhammad menjadi seorang Nabi dan Rasul, justru beliaulah yang menghancurkan patung Hubal, agar umat Islam terhindar dari praktik kesyirikan. Dikutip dari World History (tentang Hubal) dikatakan:
With the rise of Islam, the idols in the Kaaba, including Hubal, were destroyed by the Prophet Muhammad, marking the end of polytheistic worship in Mecca.
Dengan munculnya Islam, berhala-berhala di Kakbah, termasuk Hubal, dihancurkan oleh Nabi Muhammad, menandai berakhirnya penyembahan politeisme di Mekah.[2]
Islam menolak keras penyembahan benda langit, seperti bulan. Sebab, Allah adalah Tuhan yang menciptakan bulan, bukan dewa bulan. Seluruh benda-benda yang ada di langit ialah tanda dari kebesaran Allah. Dan secara tegas Dia melarang kita untuk sujud dan menyembah terhadap semua benda-benda langit tersebut. Dalam surah Fushshilat dijelaskan:
وَمِنْ اٰيٰتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُۗ لَا تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ. (فصلت: 37)
Sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah bersujud pada matahari dan jangan (pula) pada bulan. Bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu hanya menyembah kepada-Nya. (QS. Fushshilat: 37)
Ayat ini sangat terang benderang menjelaskan larangan menyembah matahari dan bulan. Hemat kami, makna ayat di atas sudah cukup untuk membantah celotehan orang-orang yang berusaha menyebut Allah sebagai dewa bulan atau Hubal.
Simbol Bulan dan Bintang
Bulan sabit sebagai simbol Islam, baru muncul berabad-abad setelah Nabi wafat. Kemudian diperkenalkan oleh Kekaisaran Utsmaniyah dan sama sekali tidak ada aturan khusus dalam Islam yang mewajibkan bagi para pemeluk agama Islam untuk menggunakan dan mengagungkan dua simbol ini. Andai masjid tidak menggunakan simbol ini tidak akan menggugurkan sebagai tempat ibadah umat Islam.
Kita sebagai umat Islam meyakini bahwa matahari dan bulan merupakan ciptaan Allah. Allah telah menciptakan keduanya untuk kemaslahatan umat Muslim sebagai penentuan tanggal, sewa menyewa, ibadah haji, masa iddah, lamanya kehamilan, puasa dan berbuka serta hal-hal lain yang menjadi pusat perhatian umat manusia. Seperti dalam beberapa firman Allah berikut ini:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ. (يونس: 5)
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya. Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitu-ngan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
فَالِقُ الْاِصْبَاحِۚ وَجَعَلَ الَّيْلَ سَكَنًا وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًاۗ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ. (الأنعام: 96)
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui. (QS. Al-An’am: 96)
وَهُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ النُّجُوْمَ لِتَهْتَدُوْا بِهَا فِيْ ظُلُمٰتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ قَدْ فَصَّلْنَا الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ. (الأنعام: 97)
Dialah yang menjadikan bagimu bintang-bintang agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan (yang pekat) di darat dan di laut. Sungguh, Kami telah memerinci tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada kaum yang mengetahui. (QS. Al-An’am: 97)
اَلشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍۙ. (الرحمن: 5)
Matahari dan bulan (beredar) sesuai dengan perhitungan. (QS. Al-Rahman: 5)
Fitnah Robert Morey terhadap Islam
Buku yang berjudul The Moon-God Allah in the Archeology of the Middle East (1994), karya Robert Morey, menjadi salah satu sumber utama fitnah yang menyebut bahwa Allah adalah dewa bulan. Buku ini banyak dikutip oleh blog dan website anti-Islam, tetapi tidak pernah mendapatkan pengakuan dalam kalangan ilmuan sejarah, teologi, maupun arkeologi. Mari kita bahas alasan mengapa buku ini cacat metodologi dan tidak layak dijadikan rujukan ilmiah.
Pertama, Robert Morey tidak mengutip temuan arkeologi primer seperti prasasti asli, inskripsi batu, tablet tanah liat, atau teks asli pra-Islam. Klaim utamanya hanya berdasarkan interpretasi gambar bulan sabit yang sangat umum digunakan oleh berbagai peradaban, seperti bangsa Sumeria dan Akkadia – Dewa Bulan “Sin” (Nanna).
Baca Juga; Al-Quran tidak Konsisten?
Menurut mitologi Mesopotamia, dewa bulan dikenal dengan nama Nanna, dalam bahasa Sumeria, dan Sin dalam bahasa Akkadia. Simbol utama dewa ini adalah bulan sabit, yang sering kali digambarkan sebagai tanduk banteng. Melambangkan kekuatan dan kesuburan. Simbol bulan sabit ini telah digunakan sejak abad ke-3 SM, jauh sebelum kemunculan Islam.
Dikutip dari Britannica, salah satu website yang kerap digunakan olebh apologet Kristen, dikatakan:
“Nanna, the Sumerian name for the moon god, may have originally meant only the full moon, whereas Su-en, later contracted to Sin, designated the crescent moon.”
“Nanna”, nama Sumeria untuk dewa bulan, mungkin awalnya hanya berarti bulan purnama, sedangkan “Su-en”, yang kemudian disingkat menjadi “Sin”, menunjuk pada bulan sabit.[3]
Dalam mitologi Yunani, Artemis adalah dewi perburuan, alam liar dan bulan. Ia sering digambarkan dengan simbol bulan sabit di kepalanya, melambangkan perannya sebagai dewi bulan dan pelindung wanita muda. Simbol bulan sabit ini telah menjadi bagian dari ikonografi Artemis sejak abad ke-6 SM, menunjukkan bahwa penggunaan simbol ini dalam konteks keagamaan telah ada jauh sebelum Islam.
Dikutip dari Theoi, sebuah situs yang mengeksplorasi mitologi Yunani dan para dewa dalam literatur dan seni klasik, disampaikan:
“As the goddess of the moon, she wears a long robe which reaches down to her feet, a veil covers her head, and above her forehead rises the crescent of the moon. In her hand she often appears holding a torch.”
“Sebagai dewi bulan, dia mengenakan jubah panjang yang mencapai ke kakinya, sebuah kerudung menutupi kepalanya, dan di atas dahinya muncul bulan sabit. Di tangannya, dia sering digambarkan memegang obor.”[4]
Sebelum menjadi simbol Islam, bulan sabit juga telah digunakan sebagai simbol kota Byzantium (kemudian dikenal sebagai Konstan-tinopel) pada masa Kekaisaran Romawi Timur. Menurut Britannica, situs yang kerap digemari para apologet Kristen, simbol ini diadopsi setelah peristiwa di mana bulan muncul secara tiba-tiba dan menyelamatkan kota dari serangan mendadak. Penggunaan simbol bulan sabit oleh Byzantium ini menunjukkan bahwa simbol tersebut telah memiliki makna dan penggunaan yang signifikan dalam konteks non-Islam jauh sebelum era Islam. Berikut kutipan dari Britannica:
“Later it became the symbol of the Byzantine Empire, supposedly because the sudden appearance of the Moon saved the city of Byzantium (Constantinople) from a surprise attack.”
“Kemudian menjadi simbol Kekaisaran Bizantium, mungkin karena kemunculan Bulan yang tiba-tiba menyelamatkan kota Bizantium (Konstantinopel) dari serangan mendadak.”[5]
Robert Morey mencampuradukkan antara kata “Allah” dan “ilāh” (إله) tanpa memahami konteks linguistiknya. Dalam bahasa Arab, “ilāh” berarti “tuhan” atau “dewa” secara umum, sementara “Allah” adalah proper name (nama khusus) untuk Tuhan yang Maha Esa yang digunakan oleh Yahudi, Kristen, dan Muslim di wilayah Arab dan beberapa pandangan lainnya. Berikut kutipan dari situs resmi milik Kristen Coptic Orthodox, St-Takla.org:
هَذَا اِسْمُ الْإِلَهِ خَالِقِ جَمِيْعِ الْكَائِنَاتِ وَالْحَاكِمِ الْأَعْظَمِ لِجَمِيْعِ الْعَوَالِمِ.
(Allah) Ini adalah nama Tuhan, Pencipta semua makhluk dan Penguasa tertinggi atas semua alam.[6]
Tidak hanya itu, bahkan seorang ulama dari kalangan Yahudi, yaitu Rabbi Dina Rossenberg, berkata:
“Allah – name for God that cannot be translated.”
“Allah”, nama Tuhan yang tidak dapat diterjemahkan.[7]
Buku Morey tidak diterbitkan oleh jurnal akademik maupun penerbit universitas yang menjalankan proses peer review (uji kualitas oleh sejarawan dan ilmuwan lain). Sebaliknya, buku tersebut malah diterbitkan oleh Scholar’s Press yang tidak diakui dalam dunia ilmiah. Lalu, dipublikasikan oleh penerbit apologetik yang lebih menonjolkan propaganda ketimbang validitas akademis. Scholar’s Press tidak seperti Oxford, Brill, World History, Britannica atau Cambridge yang biasa menjadi rujukan dalam riset sejarah. Dalam dunia akademik, buku yang tidak melalui peer review biasanya dianggap sebagai opini pribadi, bukan penelitian yang kredibel.
Baca Juga; Imamul Mutakallimin; Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi
Nama Allah tidak hanya digunakan oleh Islam, melainkan juga oleh umat Yahudi dan Kristen Arab. Bahkan, hingga kini umat Kristen Arab di Mesir, Palestina, Lebanon, Suriah, dan Indonesia masih menyebut Tuhan dengan nama Allah. Alangkah cerobohnya hanya karena ingin menyudutkan Islam, harus menyerang keimanan saudara sendiri.
Anehnya, Kristen di Indonesia sering menggunakan asumsi dari Robert Morey dalam argumentasi diskusi lintas iman di ranah sosial media. Andai umat Islam mengiyakan hal tersebut, maka akan menjadi senjata makan tuan bagi umat Kristiani sendiri. Sebagai contoh, dalam perjanjian lama dijelakan:
Ulangan 6:4 (TB)
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
Dan dalam perjanjian baru:
Markus 12:29 (TB)
Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) dalam menerjemahkan kitab sucinya kedalam Bahasa Indonesia, menyerap kata “ALLAH”. Dengan begitu apakah Musa dan Yesus mengajarkan untuk menuhankan “Dewa Bulan”? Dan jika disimak dalam Markus, Yesus menjadikan Allah (Dewa Bulan) sebagai Tuhan, menjadi hukum yang terutama. Itulah sebabnya kami menyarankan bagi siapa pun yang berdalil dengan asumsi dari Robert Morey, agar lebih bijak dalam meneliti suatu dalil.
Walhasil, buku Robert Morey tidak memenuhi kriteria karya ilmiah karena:
- Tidak memakai bukti arkeologi primer.
- Salah menafsirkan istilah linguistik.
- Menggeneralisasi simbol.
- Tidak melewati peer review.
- Bertentangan dengan keimanan Kristen lainnya.
Jadi, tuduhan yang ia sebarkan adalah opini pribadi yang bersifat propaganda, bukan kesimpulan dari penelitian ilmiah.
- Fuad Abdul Wafi | Annajahsidogiri.id
[1] https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/allah.
[2] https://worldhistoryedu.com/most-famous-pre-islamic-arabian-deities/.
[3] https://www.britannica.com/topic/Sin-Mesopotamian-god.
[4] https://www.theoi.com/Olympios/Artemis.html.
[5] https://www.britannica.com/topic/crescent-symbol.
[6]-https://st-takla.org/Full-Free-Coptic-Books/FreeCopticBooks-002-Holy-Arabic -Bible-Dictionary/01_A/A_361.html.
[7] https://www.sefaria.org/sheets/222297.44?lang=bi&with=all&lang2=en.
































































