Santri pesantren salaf senantiasa ngalap berkah terhadap segala sesuatu yang dimiliki oleh sang Kiai atau orang saleh. Dengan cara keluarganya dihormati, atribut busananya dirapikan, sandalnya ditata, bahkan ludahnya sekalipun dibuat obat paling mujarab. Tradisi ini sudah lumrah terjadi di setiap pesantren salaf yang mengikuti manhaj Ahlusunnah wal Jamaah. Terdapat banyak riwayat hadis yang menceritakan para shahabat ngalap berkah kepada Rasulullah SAW. Al-Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik RA,
“… Demi Allah SWT, tidaklah Rasulullah SAW meludah, melainkan ludah itu pasti jatuh pada telapak tangan salah seorang shahabat, lalu ia usapkan ludah tersebut pada wajah dan kulitnya. Jika Rasulullah SAW memerintahkan sesuatu, para shahabat berkumpul untuk menjalankan perintahnya. Apabila beliau berwudu para shahabat hampir-hampir berperang (yakni berdesakan dan berebut) mendapatkan sisa wudu beliau.” (HR. Ahmad no. 18166).
Muhammad Ibnul-Munkadir mengatakan bahwa dia mendengar shahabat Jabir RA berkata,
“Rasulullah SAW menjengukku saat aku sakit dan hilang kesadaranku. Beliau berwudu lalu beliau kucurkan padaku dari sisa air wudu beliau. Aku pun tersadar. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, untuk siapakah harta warisan itu (seandainya aku mati) dan aku tidak memiliki orang tua dan anak-anak (kalalah)?” Kemudian, turunlah ayat-ayat tentang waris.” (HR. al-Bukhari, Kitab al-Wudhu, Bab “Shabbun-Nabi Wadhu’ahu” no. 187).
Dalam kitab Tuhfah Ibn Asakir sebagaimana dikutip oleh as-Samhudi dalam Wafa’ul-Wafa, bahwa ketika Rasulullah telah dimakamkan, Sayyidah Fatimah datang kemudian berdiri di samping makam beliau dan ia letakkan tanah tersebut ke matanya kemudian ia menangis.
Setidaknya, riwayat hadis ini telah menunjukkan bahwa tabarruk kepada Rasulullah SAW adalah ajaran baik yang perlu dilestarikan di era milenial ini. Sebab Rasulullah telah wafat, maka cara melestarikannya adalah ngalap berkah kepada para pewaris Nabi, yaitu para ulama saleh atau sekarang identik dengan para habib atau kiai yang memiliki pesantren.
Namun, terkadang Wahabi masih mengatakan bidah terhadap tradisi ngalap berkah kepada selain Nabi SAW. Entah mengapa demikian! Padahal Nabi SAW telah berpesan bahwa “ulama adalah para pewaris Nabi SAW” yang harus kita ikuti dan kita hormati. Hal ini telah dicontohkan oleh para ulama hadis saat guru-guru mereka sudah meninggal.
Baca Juga: Tidak Mau Ziarah Kubur, Ketinggalan Zaman!
Para ahli hadis seperti al-Hafidz Syamsuddin Ibnu al-Jazari mengatakan dalam kitabnya ‘Uddatul Hisn al-Hashin, “Al-Hafidz al-Jazari adalah guru para Qari’ dan termasuk golongan hafidz hadis menerangkan dalam kitabnya Al-Hishnul Hashin dan Mukhtasarnya: “Salah satu tempat dikabulkannya doa adalah makam orang saleh.” (al-Syarhu al-Qawim). Bahkan al-Jazari sendiri pernah mendatangi kuburan Imam Muslim al-Hajjaj pengarang Shahih Muslim, beliau berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh Syekh Ali al-Qari’ dalam Syarhul Misykat.
Maka, sudah jelas bahwa tradisi ngalap berkah kepada para ulama, habib, kiai, dan ustaz adalah salah satu ajaran para shahabat, ulama salaf, dan ahli hadis. Hal ini bukan termasuk bidah sebagaimana klaim Wahabi, karena jika ngalap berkah tidak dilestarikan, otomatis, para santri atau murid tidak akan menghormati guru-guru mereka lagi.
Terakhir, ketika wafat saja makam orang saleh banyak penziarah berdatangan untuk ber-tabarruk. Apalagi, ketika orang saleh tersebut masih hidup. Tentu, fadilatnya akan lebih besar. Semoga Allah mematikan kita sebagai orang Muslim, dan mempertemukan kita dengan orang-orang saleh. Amin.
Penulis: BAGUS ZUHDI|Aktivis ACS Semester IV