Berikut adalah komentar 11 ulama yang mengamini perayaan Maulid Nabi. Sebagaimana jamak dilaksanakan oleh umat Islam di seluruh dunia.
1. Imam Ibnu Abidin al-Hanafi
قَالَ ابْنُ عَابِدِيْن فِي شَرْحِهِ عَلَى مَوْلِدِ ابْنِ حَجَرْ اعْلَمْ أَنَّ مَنَ البِدَعِ المَحْمُوْدَةِ عَمَلُ المَوْلِدِ الشَّرِيْفِ مِنَ الشَّهْرِ الَّذِي وُلِدَ فِيْهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ أَيْضاً: فَالْاِجْتِمَاعُ اِسْتِمَاعُ قِصَّةِ صَاحِبِ المُعْجِزَاتِ عَلَيْهِ أَفْضَلُ الصَلَوَاتِ وَأَكْمَلُ التَّحِيِاَّتِ مِنْ أَعْظَمِ الْقُرُبَاتِ لِمَا يَشْتَمِلُ عَلَيْهِ مِنَ الْمُعْجِزَاتِ وَكَثْرَةُ الصَلَوَاتِ
“Ketahuilah bahwa sebagian dari perkara baru yang terpuji (bid’ah hasanah) adalah amal maulid Nabi asy Syarif pada bulan yang mana Nabi dilahirkan di dalamnya” (Syarah ‘ala Maulid libni Hajar)
2. Imam Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i
قَدْ قَالَ ابْنُ حَجَرْ الهَيْتَمِي رَحِمَهُ اللهُ تعالَى وَالحَاصِلُ أَنَّ البِدْعَةَ الحَسَنَةَ مُتَّفَقٌ عَلَى نَدْبِهَا، وَعَمَلُ المَوْلِدِ وَاجْتِمَاعُ النَّاسِ لَهُ كَذَلِكَ، أَيْ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ
“Walhasil, sesungguhnya bid’ah hasanah itu selaras dengan sebuah kesunnahan, dan amal maulid Nabi serta berkumpulnya manusia untuk memperingati yang demikian adalah bid’ah hasanah.”
3. Imam al-Hafidz al-Qasthallani asy-Syafi’i
فَرَحِمَ الله امْرَءًا اتَّخَذَ لَيَالِي شَهْرِ مَوْلِدِهِ المُبَارَكِ أَعْيَادًا، لِيَكُوْنَ أَشَدّ عِلَّةٍ عَلَى مَنْ فِيْ قَلْبِهِ مَرَض وَإِعْيَاء دَاءٍ
“Maka Allah akan memberikan rahmat bagi orang-orang yang menjadian maulid Nabi yang penuh berkah sebagai perayaan”. (Kitab Mawahid Al-Ladunniyah (1/148) –Syarh ‘ala Shahih Bukhari, karangan Imam aL-Qasthalaniy)
4. Imam Hasan al-Bashri
الحَسَن البَصْرِي، قَدَّسَ اللهُ سِرَّهُ: وَدَدْتُ لَوْ كَانَ لِي مَثْلُ جَبَل أُحُدٍ ذَهَبًا لَانْفَقَتُّهُ عَلَى قِرَاءَةِ مَوْلِدِ الرَّسُوْلِ
“Seandainya aku memiliki emas seumpama gunung Uhud, niscaya aku akan menafkahkan (semuanya) kepada orang yang membacakan maulid ar-Rasul”. (Kitab Ianah Thalibin)
5. Imam Makruf al-Kurkhi
قَالَ مَعْرُوْف الكُرْخِي قَدَّسَ اللهُ سِرَّهُ: مَنْ هَيَّأَ لِاَجْلِ قِرَاءَةِ مَوْلِدِ الرَّسُوْلِ طَعَامًا، وَجَمَعَ إِخْوَانًا، وَأَوْقَدَ سِرَاجًا، وَلَبِسَ جَدِيْدًا، وَتَعَطَّرَ وَتَجَمَّلَ تَعْظِيْمَا لِمَوْلِدِهِ حَشَرَهُ اللهُ تَعَالَى يَوْمَ القِيَامَةِ مَعَ الفِرْقَةِ الاُوْلَى مِنَ النَّبِيِيْنَ، وَكَانَ فِي أَعْلَى عِلِيِّيْنَ
“Al Imam Makruf al-Kurkhi berkata, barangsiapa menyajikan makanan untuk pembacaan maulid ar-Rasul, mengumpulkan saudara-saudaranya, menghidupkan pelita dan memakai pakaian yang baru dan wangi-wangian dan menjadikannya untuk mengagungkan kelahirannya (Maulid Nabi), maka Allah akan membangkitkan pada hari kiamat beserta golongan yang utama dari Nabi-Nabi , dan ditempatkan pada tempat (derajat) yang tinggi”. (Kitab Ianah thalibin)
6. Imam Junaid al-Baghdadi
قَالَ الجُنَيْدِي البَغْدَادِي رَحِمَهُ اللهُ: مَنْ حَضَرَ مَوْلِدَ الرَّسُوْلِ وَعَظَّمَ قَدْرَهُ فَقَدْ فَازَ بِالْاِيْمَانِ
“Imam Junaid al-Baghdadiy rahimahullah berkata, barangsiapa yang menghadiri maulid ar-Rasul dan mengagungkannya (Rasulullah), maka dia beruntung dengan keimanannya” (Kitab I’anah Thalibin)
7. Imam Ibnul Jauzi al-Hanbali
قَالَ ابْنُ الجَوْزِيْ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى مِنْ خَوَاصِّهِ أَنَّهُ أَمَانٌ فِيْ ذَلِكَ العَامِ وَبُشْرًى عَاجِلَةً بِنَيْلِ البُغْيَةِ وَالْمَرَامِ
“Al Imam Ibnu Jauzi rahimahullah berkata, di antara keistimewaan maulid Nabi adalah keadaan aman (pencegah mushibah) pada tahun itu, kabar gembira serta segala kebutuhan dan keinginan terpenuhi” (Kitab Ianah Thalibin)
Baca Juga: Komentar Tentang Maulid; dari Imam as-Suyuthi hingga Ibnu Taimiyah
8. Imam Abu Syamah ad-Dimasyqi
قَالَ الاِمَامُ أَبُوْ شَامَة شَيْخُ المُصَنِّفِ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى: وَمِنْ أَحْسَنِ مَا اْبتُدِعَ فِي زَمَانِنَا مَا يَفْعَلُ فِي كُلِّ عَامِ فِي اليَوْمِ المُوَافِقِ لِيَوْمِ مَوْلِدِهِ (صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلَّم): مِنَ الصَّدَقَاتِ وَالمَعْرُوْفِ وَإِظْهَارُ الزِّيْنَةِ وَالسُّرُوْرِ، فَإِنَّ ذَلِكَ مَعَ مَا فِيْهِ مِنَ الاِحْسَانِ إِلَى الفُقَرَاءِ يُشْعِرُ بِمَحَبَّةِ النَّبِي (صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلَّم) وَتَعْظِيْمِهِ وَجَلَالَتِهِ فِي قَلْبِ فَاعِلِ ذَلِكَ، وَشُكْرِ اللهِ تعالَى عَلَى مَا مَنْ بِهِ مِنْ إِيْجَادِ رَسُوْلِهِ الَّذِي أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
“ Syeikh Abu Syamah berkata, dan sebagus-bagusnya apa yang diada-adakan pada masa sekarang ini yaitu apa yang dirayakan setiap tahun di hari kelahiran Nabi dengan bershadaqah, mengerjakan yang makruf, menampakkan rasa kegembiraan, maka sesungguhnya yang demikian itu di dalamnya ada kebaikan hingga para fuqara’ membaca sya’ir dengan rasa cinta kepada Nabi, mengagungkan beliau, dan bersyukur kepada Allah atas perkara dimana dengan (kelahiran tersebut) menjadi sebab adanya Rasul-Nya yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam” (Kitab Ianah Thalibin)
9. Imam Ibnul Hajj al-Maliki
قَالَ ابْنُ الحَاجِّ رَحِمَهُ اللهُ تعالَى فَكَانَ يَجِبُ أَنْ نَزْدَادَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ الثَّانِي عَشَر مِنْ رَبِيْعِ الأَوَّلِ مِنَ العِبَادَاتِ وَالخَيْرِ شُكْرًا لِلْمَوْلَى عَلَى مَا أَوْلَانَا مِنْ هَذِهِ النِعَمِ العَظِيْمَةِ وَأَعَظَمَهَا مِيْلَاد المُصْطَفَى صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk memperbanyak kesyukuran kepada Allah setiap hari Senin bulan Rabi’ul Awwal karena Dia (Allah) telah mengaruniakan kepada kita nikmat yang sangat besar dengan lahirnya Al-Musthafa Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam” (kitab al-Madkhal ibnul Hajj)
10. Pendapat al-Imam al-Alusi
مَا اسْتَنْبَطَهُ الألُوْسِى مَنْ تَفْسِيْرِ قَوْلِ اللهِ تعالَى “قُلْ بِفَضْلَ اللهِ وَ رَحْمَتُهُ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرِحُوْا” الآيَةِ 58 يُوْنُس. فَالرَّسُوْلُ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسلَّم رَحْمَةٌ كَمَا قَالَ عَزَّ و جَلَّ “وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ” الآيةَ 107 الأَنْبِيَاء. وَ كَمَا جَاءَ فِي الحَدِيْثِ: “إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مَهْدَأَةٌ” رَوَاهُ الحَاكِمُ فِي مُسْتَدْرَكِهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ. فَوَجَبَ مِنْ هُنَا الاِحْتِفَالُ وَ الفَرْحُ بِهَذِهِ الرَّحْمَةِ
“Firman Allah, “Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira” (Yunus : 58), dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah rahmat sebagaimana yang di firmankan Allah ‘azza wa jallah, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”, sebagaimana juga di dalam hadis, “sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan Allah” (riwayat Imam Hakim dalam ktab Mustadraknya dari Abu Hurairah), maka wajib bagi sebagian dari kita untuk merayakannya dan bergembira dengan rahmat ini”
11. Asy-Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi
قَالَ الشَّيْخُ مُحَمَّد مُتَوَلِي الشَّعْرَاوِي رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَإِكْرَاماً لِهَذِهِ المَوْلِدِ الكَرِيْمِ، فَإِنَّهُ يَحِقُّ لَنَا أَنْ نُظْهِرَ مَعَالِمَ الفَرْحِ وَ الاِبْتِهَاجِ بِهَذِهِ الذِكْرَى الحَبِيْبَةِ لِقُلُوْبِنَا كُلَّ عَامٍ، وَذَلِكَ بِالْاِحْتِفَالِ بِهَا مِنْ وَقْتِهَا
“Melakukan penghormatan untuk Maulid yang mulya ini, maka sesungguhnya itu hak bagi kita untuk menampakkan kegembiraan dan hati kita bersukaria dgn peringatan sang kekasih setiap tahun. Dan hal itu tentunya dengan merayakan maulid Nabi di waktunya”. ( kitab alaa maidah al fikr al islamy)
Ini hanya contoh kecil dari kalangan ulama terkemuka yang sangat menganjurkan maulid Nabi. Jadi, tak satupun di kalangan ulama yang melarang terlebih menvonis bid’ah dhalalah. Anehnya lagi, saat si penolak perayaan maulid ini sudah tak ada dalil untuk memperkuat dalilnya. Ia justru berkata bahwa memperingati wafatnya Nabi justru lebih baik dari pada kelahirannya, sebagaimana acara haul para ulama. Nah, ternyata untuk menjawab ini imam Suyuthi sudah menjelaskan,
إِنَّ وِلَادَتَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم أَعْظَمُ النِعَمِ عَلَيْنَا، وَوَفَاتُهُ أَعْظَمُ المَصَائِبِ لَنَا، وَالشَّرِيْعَةُ حَثَّتْ عَلَى إِظْهَارِ شُكْرِ النِّعَمِ، وَالصَّبْرِ وَالسِلْوَانِ وَالكَتْمِ عِنْدَ المَصَائِبِ، وَقَدْ أَمَرَ الشَّرْعُ بِالْعَقِيْقَةِ عِنْدَ الوِلِادَةِ، وَهِيَ إِظْهَارُ شُكْرٍ وَفَرْحٍ بِالْمَوْلُوْدِ، وَلَمْ يَأْمُرْ عِنْدَ المَوْتِ بِذَبْحٍ وَلاَ غَيْرِهِ، بَلْ نَهَى عَنِ النِّيَاحَةِ وَإِظْهَارِ الجَزَعِ، فَدَلَّتْ قَوَاعِدِ الشَرِيْعَةِ عَلَى أَنَّهُ يُحْسَنُ فِي هَذَا الشَّهْرِ إِظْهَارُ الفَرْحِ بِوِلَادَتِهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دُوْنَ إِظْهَارُ الحزنِ فِيْهِ بِوَفَاتِهِ
“Sesungguhnya kelahiran Nabi adalah paling agungnya kenikmatan bagi kita semua, dan wafatnya beliau adalah musibah yang paling besar bagi kita semua. Adapun syariat menganjurkan (menampakkan) untuk mengungkapkan rasa syukur dan kenikmatan dan bersabar serta tenang ketika tertimpa mushibah. Dan sungguh syariat memerintahkan untuk (menyembelih) beraqiqah ketika (seorang anak) lahir, dan supaya menampakkan rasa syukur dan bergembira dengan kelahirannya, dan tidak memerintahkan untuk menyembelih sesuatu atau melakukan hal yang lain ketika kematiannya, bahkan syariat melarang meratap (niyahah) dan menampakkan keluh kesah (kesedihan). Maka (dari sini) jelas bahwa kaidah-kaidah syariat menunjukkan yang baik baik (yang paling layak) pada bulan ini (bulan Maulid) adalah menampakkan rasa gembira atas kelahirannya (Nabi Muhammad saw) dan bukan malah menampakkan kesedihan (mengungkapkan) kesedihan atas wafatnya beliau” (Kitab Husnul Maqashid fi Amal Maulid, Imam Suyuthi)
Fuad Abdul Wafi|Peneliti Annajah Center Sidogiri